Pebisnis

“Ya sudah kalau begitu tidak usah dipikirkan terlalu dalam, mungkin kau kecapekan jadi cerita mang Ujun sampe merasuk ke alam bawah sadar.” Gabby memberikan dorongan positif agar Ara jangan sampai terganggu pikirannya akan cerita yang belum mereka buktikan kebenarannya.

Sampai di mobil, Ara duduk di kursi penumpang belakang, “Perlu ku temani?” tawar Gabby membantu Ara menyamankan diri.

Ara menggeleng, “Tidak perlu, aku tidak setakut itu,.” Kekeh Ara pada Gabby yang pasti menilai dirinya penakut.

“Hehe, kali aja kau perlu teman bicara.” Balas Gabby ikut terkekeh.

“Aku hanya perlu istirahat, mungkin karena kelelahan akan tugas dan pikiran bercabang jadi mengganggu misi kita, maaf ya.” ujar Ara merasa bersalah karena menjadi penghambat teman-temannya.

“Hei kenapa minta maaf, setiap orang pasti berada dalam posisimu, hanya saja kondisinya berbeda.” Jawab Gabby mengelus tangan Ara lembut.

“Ya sudah sana gih pergi, nanti kasian yang laen bingung kenapa gak balik.” Ara mendorong tubuh Gabby sebelum dirinya menutup pintu mobil.

“Hubungin kita ya kalau perlu apa-apa.” Ucap Gabby yang diangguki Ara. Dan detik berikutnya Gabby sudah menjauh untuk memasuki rumah Angsana nomor 10, meninggalkan Ara yang hanya memandang dari mobil sebelum ia menutup matanya.

“Semoga hanya perasaan aja.” Gumam Ara.

“Gimana Ara?” Hendy yang menyambut Gabby dengan pertanyaan saat gadis itu baru saja mencapai pintu.

“Gak mau ditemenin, tadi sih lihat posisi udah siap mau tidur.” Sahut Gabby mengambil posisi duduk di sebelah Raisa.

“Ya udah baguslah kalau dia langsung istirahat.” Hendy menghela nafas lega mendengar tidak ada keluhan dari kekasihnya ketika diantar Gabby.

“Jadi mang pemilik rumah selanjutnya adalah seorang pebisnis?” tanya Hendy sebelum Gabby memutus obrolan mereka.

Mang Ujun mengangguk, “Jordy Steven namanya........”

Cerita dimulai.

“Kalian yakin rumah itu berkualitas? Karena harga untuk rumah yang terlihat fantastis itu harusnya tidak segitu.” Jordy mempertanyakan rumah yang diinformasikan bawahannya, Angsana Nomor 10.

Rumah mewah, megah, gagah itu hanya dihargai 500 juta saja, sedangkan bagi Jordy yang bergelut dalam dunia property meragukan rumah tersebut ketika bawahannya membawa poto rumah murah itu.

“Benar bos, saya sudah menanyakan sendiri kepada pihak penjual rumah itu.” Jawab bawahannya meyakinkan.

“Ya sudah nanti ajak agen itu bertemu lansung di rumah yang akan menjadi asetku itu.” Titah Jordy.

2 hari kemudian, atas kesepatakan bersama, mereka bertemu di rumah Angsana yang membuat Jordy berdecak kagum meski baru di halaman saja.

“Aku meragukan harganya, sepertinya kau salah mendengar.” Cibir Jordy pada bawahannya yang membukakan pintu untuknya.

Disambut oleh pria berusia 32 tahun, Jordy bersama bawahannya memasuki rumah megah itu.

“Selamat siang tuan Jordy, saya Leo, perwakilan dari agen rumah ini.” mengulurkan tangan dan disambut Jordy

“Saya Jordy Steven yang tertarik pada rumah ini.” Jawab Jordy memperkenalkan diri.

Mereka melakukan tour ke berbagai sudut rumah, dan semakin membuat Jordy menginginkan rumah ini meski harga yang disebutkan bawahannya akan bertambah 1 nol lagi di belakangnya.

“Kenapa ruangan ini tidak bisa dibuka?” tanya Jordy ketika langkah mereka berhenti di satu pintu

“Ini ruang bawah tanah, tuan. Sepertinya kuncinya rusak, nanti kami kirimkan yang baru.” Jawab Leo

“Oo ruang bawah tanah rupanya.” Gumam Jordy

Selesai melakukan tour rumah, mereka kembali duduk di ruang tamu dan Jordy sudah tidak sabar mempertanyakan kebenaran rumah ini.

“Apa benar harga yang diberi tahu bawahan saya itu hanya Rp. 500.000.000,- saja?” tanya Jordy, begitu enteng menyebut nominal tersebut dengan kata ‘SAJA’.

Leo mengangguk membenarkan, ia mengeluarkan dokumen rumah ini, “Betul tuan, ini harga rumah Angsana nomor 10 ini yang ditawakan agen perumahan kami.” Jawabnya

Jordy menganggukkan kepalanya pelan, “Kenapa sampai segitu murahnya? Apa rumah ini pernah ada tragedi seperti pembunuhan, perampokkan atau kerusakan sana-sininya sampai harus banting harga?” Jordy menyerang Leo dengan banyak pertanyaan.

“Saya kurang tahu, tuan. Jika tuan penasaran silahkan cek di berbagai lini massa mengenai rumah Angsana ini.” jelas Leo yang memang tidak mengetahui cerita rumah ini.

“Jika tuan meragukannya, kita bisa membatalkan jual beli yang akan segera ditanda tangani, karena ada beberapa orang lagi yang tertarik membelinya.” Leo tak ingin membuang banyak waktu dengan menunggu calon pembeli untuk berpikir lama.

“Hei tidak, jangan anda berikan pada orang lain, baiklah, saya akan ambil rumah ini dan bayar cash.” Jordy menahan maksud Leo yang ingin menawarkan rumah ini pada orang lain.

“Dari awal melihat gambar saja sudah memikat hati saya, harga murah atau mahal tidak jadi masalah asal rumah ini menjadi milik saya.” Tutur Jordy menyerahkan selembar cek berisikan nominal lima ratus juta sebagai bukti pembayaran

“Baik tuan, ini bukti pembayaran anda yang sudah kami terima.” Leo balik menyerahkan kwitansi jual beli rumah ini.

“Berkas kepemilikan akan segera diurus setelah ini, tuan.” Lanjut Leo dan diangguki Jordy

Kesepakatan yang sudah dilakukan keduanya ditutup dengan jabat tangan sebelum Leo meninggalkan area rumah yang sudah sah menjadi milik Jordy Steven, sang pebisnis ternama.

“Gerry, kau atur rumah ini dengan perabotan baru, dan lihat apakah ada beberapa bagian rumah yang harus diperbaiki lagi, apalagi ruang yang terkunci itu.” Perintah Jordy pada bawahannya yang bernama Gerry.

“Rumah ini ingin anda tempati, tuan?” tanya Gerry, karena kebiasaan bosnya adalah ketika menyatakan mengganti perabot artinya ada niat tinggal di sana.

Jordy menganggukan kepala, “Iya, aku memutuskan akan membawa keluargaku pindah di sini saja.” Jawab Jordy dengan senyum puas menelisik sekitarnya

“Rumah ini seperti memiliki daya tarik besar, kau merasakan sendiri, bukan?” Jordy melempar tanya pada Gerry, lebih tepatnya ia memberikan pernyataan akan fakta rumah ini seperti yang dirasakannya.

“Betul tuan, setiap bagian rumah ini sempurna, tidak ada jejak renovasi sama sekali padahal sudah lama di huni dan ditinggalkan juga.” Gerry kagum akan rumah Angsana ini.

“Ya sudah, kau urus rumahku ini. Pastikan semuanya semakin sempurna ketika aku dan keluargaku menempatinya.” Ujar Jordy memerintah Gerry lagi.

“Apa kita perlu mendatangkan dukun dulu tuan?” tanya Gerry, dan Jordy mengerutkan dahinya heran mendengar profesi itu ingin didatangkan Gerry.

“Dukun? Untuk apa?” Jordy balik melempar tanya pada Gerry.

“Untuk membersihkan rumah ini atas kesialan, atau hantu-hantu penasaran yang terkurung di rumah ini. siapa tahu rumah ini angker makanya dijual murah, tuan.” Asumsi Gerry atas alasannya ingin membawa dukun melakukan ritual di rumah bosnya.

Jordy yang mendengar hal itu sontak tertawa keras, “Dukun? Untuk hal itu di rumahku? Gerry... Gerry... walau ada hantu 1000 pun di rumah ini. tidak akan membuatku dan keluargaku takut sama sekali.” Jawab Jordy dengan sombongnya.

Wushhhhhh!!!!!!!

Setelah mengatakan hal itu, tiba-tiba saja ada angin deras dan menerpa pintu yang ada di hadapan mereka...

Brak!!!

Membuat keduanya sama-sama terjengkit....

“Jangan bilang kau meyakini itu hantu, Gerry?” tawa Jordy kembali menguar melihat sikap diam Gerry yang kaget dengan situasi barusan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!