4 hari berikutnya....
Suara mobil milik Wisnu menepi di halaman rumah. Pria yang berhasil melakukan pertunjukkan seninya tampak tidak sabar untuk mencapai pintu dan menemui kekasihnya yang sulit sekali dihubungi beberapa hari ini.
Ia menekan bel rumah, tapi hening, selama beberapa menit tidak ada satupun yang berniat membukakan pintu untuknya.
“Apakah semua sedang tidak ada di rumah?” Duganya, lalu tangannya merogoh tas kecil miliknya,
“Beruntung aku memiliki kunci cadangan juga.” Wisnu menghela nafas lega karena tidak perlu menunggu lama agar bisa masuk ke dalam rumah. Ia sudah penat dan merasa harus segera menyegarkan tubuh.
Ceklek!
Decit pintu besar itu yang mengiringi langkahnya masuk ke dalam rumah Angsana nomor 10 miliknya.
“Shaila?!” Suaranya memenuhi bagian rumah, memanggil nama kekasih yang begitu dirindukannya.
“Sayang, aku pulang!” panggilnya lagi, karena ia baru sadar jika kalau tidak salah mobil Shaila terparkir di garasi yang tutupnya menggunakan kaca tebal sehingga bisa dilihat kendaraan di dalamnya.
“Mbok Ina?” gantian ia mencari keberadaan pelayannya yang setelah beberapa kali dipanggil pun tidak juga ada sambutan.
“Kemana mereka berdua? Apakah sedang pergi bersama?” dua kalimat tanya menyertai rasa penasarannya saat ini.
Wisnu akhirnya memutuskan akan membersihkan diri dulu dan setelah itu baru akan mencari lagi keberadaan dua penghuni lainnya yang ditinggalnya selama beberapa hari.
Butuh beberapa menit bagi Wisnu membersihkan diri, dan setelah memastikan semua beres, ia segera turun dan mencari lagi Shaila yang tak kunjung datang ke kamar padahal hari sudah sore.
“Shaila?!” suaranya memanggil nama kekasih, ponsel yang digunakan menghubungi kekasihnya pun masih sudah dimasukkan lagi ke dalam saku setelah Wisnu mendapati ponsel Shaila tergeletak di ruang tengah.
Artinya benar jika Shaila ada di rumah, tapi kemana?
Tak menemukan siapapun di rumah besar itu, Wisnu sedikit bosan akhirnya, ia menuju daput untuk meneguk air karena tenggorokannya kering sedari tadi memanggil 2 orang yang ditinggalkannya waktu itu.
“Ruang bawah tanah?” Wisnu yang melewati meja bar tak sengaja melihat pintu itu terbuka penuh.
“Apa Shaila di bawah sana? Tapi dia sedang apa di situ, beres-bereskah?” tak ingin berlama-lama, Wisnu bergegas menuju pintu ruangan penyimpanan rumah Angsana nomor 10.
Cletek!
Bunyi saklar lampu berbunyi dan seketika suasana terang benderang, memudahkan Wisnu untuk turun.
“Shaila?” ia menemukan sosok yang sejak tadi dicarinya tanpa henti.
Wanita itu duduk di dekat salah satu jendela yang terbuka, melirik Wisnu yang memanggil namanya, tapi wajahnya datar dan begitu dingin menyambut pria itu.
“Hei, kau sedang sibuk melukis, ya.” tanya Wisnu semakin mendekati Shaila yang benar dugaannya sedang melukis
“Heumm.” Hanya itu sahutan dari Shaila yang keluar dari bibirnya.
Wisnu menaikkan alisnya mendengar respon kekasihnya, “Kamu marah, sayang?” tanya Wisnu menduga sikap dingin Shaila padanya pasti karena marah.
Tapi Shaila menggeleng, “Tidak.” Jawabnya singkat.
Wisnu mendekat dan berdiri tepat di sisi Shaila agar bisa melihat karya apa yang sepertinya begitu serius sekali sedang dibuat wanitanya itu.
“Apa karena kau sedang bekerja jadi kau mengacuhkanku?” tanya Wisnu bermaksud merengek pada Shaila seperti biasanya.
Shaila mendelik padanya, “Mengacuhkanmu?” ulang Shaila dan diangguki Wisnu dengan wajah sedihnya.
“Aku daritadi memanggilmu, apakah di sini tidak bisa mendengar suaraku yang sudah beberapa kali terus berteriak.” Ucap Wisnu merajuk, padahal hanya bercanda, karena mereka seperti itu biasanya jika salah satu diantara mereka sibuk dan tidak merespon sama sekali.
Meskipun pada akhirnya mereka tentu akan saling memahami satu sama lain, karena profesi yang sama, meski berbeda caranya.
“Kau memarahiku, Wisnu?” tekan Shaila membalas ucapan Wisnu
Wisnu menggeleng, “Aku merajuk, aku baru sampai dan lelah, tapi kau tidak menyahutiku daritadi.” Jawab Wisnu menduselkan jarinya pada lengan terbuka Shaila.
Plak!
Wisnu tertegun ketika dengan kasarnya Shaila menepis sentuhannya, “Sha-Shaila? Kau kenapa??” tanya Wisnu seketika kaget akan reaksi Shaila.
“Aku kenapa katamu? Kau yang kenapa, WISNU!!” Sergah Shaila dengan nada yang sangat tinggi, hingga Wisnu terjengkit mendengarnya.
“Kau pikir hanya kau yang pantas di perhatikan, karena kau lebih baik dariku, lebih terkenal dariku, dan lebih semuanya dariku, makanya kau bebas menekanku setiap waktu.” Kalimat panjang yang diucapkan oleh Shaila semakin menarik kerutan di dahi Wisnu.
“Hei, ada apa denganmu, sayang.” Wisnu merasa jika Shaila tengah emosi, tapi untuk kesalahan yang mana yang memicunya semarah itu.
“Menjauh dariku!!” usir Shaila ketika Wisnu hendak menyentuhnya lagi.
“Shaila!?” wajah terkejut Wisnu semakin menjadi, ada yang salah dengan Shaila.
“Apa kesalahanku kali ini, sayang, kenapa kau begitu marah.” Lembut, Wisnu berusaha mengalah dan membujuk kekasihnya.
“Kita putus! Aku tidak mau menjadi kekasih yang selalu tertekan akan kesombonganmu itu.” Kalimat mengerikan yang masuk ke dalam telinga Wisnu semakin membuat pria itu tercengang.
“Hei, Shaila, tidakkah kau berlebihan menyikapi permasalahan kita. Katakan dulu apa salahku, dan jangan asal ambil keputusan sendiri. Aku tidak mau kita putus!” tolak Wisnu panjang lebar.
“Aku tidak mau bersama pria arogan sepertimu, jadi, kita putus.” Kalimat singkat itu menutup pembicaraan Shaila yang beranjak dari posisi duduknya. Tapi
Brak
Canvas yang masih berdiri tegak itu jatuh karena tersenggol Wisnu.
Goresan berwarna merah, dengan gambar seorang wanita tak jelas wajahnya itu nyaris terinjak.
“WISNU!!!!” pekik Shaila marah saat karyanya hampir rusak.
“Sha-Shaila, maaf.” Ucap Wisnu menggeser kakinya dan membenahi lukisan Shaila untuk diletakkan agak jauh dari mereka.
Brak!
“Arghhhh...” baru saja menata benda itu, Wisnu mengerang kesakitan di bagian kepala belakangnya.
Ia terkejut bukan kepalang melihat bahwa Shaila menggenggam batu yang entah darimana dapatnya dan sepertinya itu yang tadi menghantam kepala Wisnu.
“Kau?!” reaksi Wisnu melihat Shaila memberi tatapan benci padanya.
“Ya, aku sanggup membunuhmu ketika kau berani merusak milikku.” Tanggap Shaila membalas ucapan Wisnu.
Wanita itu tak tampak sama sekali gurat rasa bersalahnya pasca melakukan tindakan yang membuat kepala Wisnu pening, dan terasa ada sesuatu yang mengalir di lehernya.
“Darah?” ucap Wisnu memastikan jika noda yang ada di telapak tangannya adalah darah.
“Kau berlebihan kali ini Shaila. Aku tidak pernah melakukan apa yang kau pikirkan tadi. Kau sangat picik menilaiku seperti itu.” Desis Wisnu menggelengkan kepalanya.
“Kau tahu sekali jika aku sangat memperdulikan hubungan kita, serius dan setia denganmu, bahkan apa yang aku raih semuanya adalah untuk kebahagiaan kita berdua.” Suara tegas Wisnu menjelaskan sekelumit fakta yang harusnya disadari Shaila.
“Dan kau bilang aku arogan dan sombong, serta merendahkan dan mengintimidasimu? Ada apa denganmu Shaila!!!!” Bentak Wisnu membuat Shaila tak bergeming sama sekali.
“Kau.... membentakku?!” geram Shaila dan berjalan cepat mendekati Wisnu yang sudah sigap menyambutnya.
Sementara di sudut ruangan itu, tawa kencang yang tidak bisa didengar siapapun tampak puas melihat baku hantam antara sepasang kekasih itu.
Dilihat dari bentuk tubuh, sosok yang tak kelihatan wajahnya itu, adalah seorang wanita, auranya menghitam, begitu mengerikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments