Wajah merah pada Richard mendorongnya menjadi gelap mata. Ia yang selalu terbiasa melihat tutur lembut dan tingkah manis Lira sepanjang mengenalnya sejak dulu, cukup terpias dengan sikap barusan.
Baginya, Lira sudah mulai melunjak.
“Dasar wanita kurang ajar!” Richard tidak lagi memikirkan perasaan Lira sakit atau tidak, baginya, istrinya perlu didik sekarang
“Kemari kau!” Lira mundur ketika diperintahkan demikian, tetiba saja wajahnya ketakutan, tubuh bergetar hebat, sangat terlihat jelas.
“Ma-mas, ka-kamu mau ngapain?” Lira bertanya gugup, lidahnya kelu.
“Kemari ku bilang!” titah Richard semakin tegas, suaranya pun menggelegar hebat.
Karena Lira tidak jua menurut, maka Richard yang melangkah maju, kaki panjangnya dengan cepat menjangkau istrinya.
“Arghhhh, sakit massss!” suara ringisan keluar dari bibir Lira ketika tangan Richard sudah menarik rambutnya. Menggeret tubuh ramping itu hingga terseok-seok.
“Kau harus diberi pelajaran memang. Selama ini kau memang pandai menutupi sikap burukmu dengan berpura-pura lembut, huh! Kau menipuku cukup lama, Lira.” Gejolak amarah sudah tak terbendung lagi dalam dada Richard.
Meski suara rintihan sudah dari tadi bersaing dengan isak tangis Lira, Richard tetap tidak peduli. Ia perlu mengingatkan Lira bahwa yang dilakukan wanita tadi harusnya tidak pernah terjadi.
“Aku bawa kau dari keluarga rendahan, menjadi wanita terhormat bersama keluargaku, tapi dengan tega kau meragukan kesetiaanku.” Richard memuntahkan umpatannya pada Lira, mengungkit latar belakang istrinya.
“Mas, sakitt” lirih Lira mengutarakan perasaannya.
“Diam!!!” sentak Richard mendorong kasar tubuh Lira hingga jatuh ke lantai
“Mas, kamu tega padaku.” Wajah penuh linangan air mata Lira tidak memupuskan amarah Richard yang lepas tak terkendali.
“Kau lupa siapa yang memulai semua ini, huh! Kau Lira, KAU!!!” Sergah Richard mengingatkan.
Lira menatap tajam pada suaminya mendengar bentakan namanya diakhir ucapan tadi.
Kisaran detik kemudian, Lira melepas tawa memenuhi ruangan itu lalu mengusap air mata dengan kasar. “Dasar, semua pria memang sama saja.” Ucapnya pelan tapi dengan nada kebencian.
Richard memperhatikan gelagat istrinya yang sepertinya akan mulai bertingkah lagi, “Kau masih belum mau instropeksi diri, huh!” ujar Richard sarkas.
“Siapa kau berani memberi perintah padaku.” Suara berat Lira membalas ucapan Richard, wanita itu berdiri tanpa menunjukkan kelemahan sama sekali, langkahnya beralih menuju dapur... mengambil pisau...
Richard tertegun melihat Lira mengambil benda berbahaya itu.
“Lira, apa yang kau lakukan dengan benda itu.” Wajah gusar Richard tergambar jelas melihat Lira sudah menatapnya dengan pisau di kanan dan kirinya.
“Kau takut, huh!” seringai mengerikan dikeluarkan oleh Lira di sudut bibir kirinya.
“Singkirkan pisau itu, itu berbahaya Lira, kau terlalu melebihkan pertengkaran ini jika sampai kau membawa benda itu.” Richard tidak menduga jika Lira menyertakan pisau dalam pikirannya.
Sungguh diluar akal sehat!
Dengan langkah pasti, Lira mendekati Richard, “Lira, hentikan, itu berbahaya jika sampai mengenai tubuh.” Richard masih berusaha membujuk agar istrinya melepas benda tajam itu.
Tapi Lira menggeleng, ia tetap melangkah menuju Richard, bahkan sudah semakin cepat saja jangkauannya sampai Richard tak menduga....
“Arghhhh.” Gantian, Richard yang merintih, ia merasakan ada sengatan tepat dijantungnya dan ketika melihat...
“Lira, kau....” ia tergugu mendapati pisau dengan ujung runcingnya sudah menjejal dadanya dan darah menciprat ke wajah Lira membuat wanita itu tersenyum puas akan hal itu.
“Tidakkah ini menyenangkan, bukan?” Lira melempar tanya dengan sudut bibir masih menyunggingkan senyum
Richard menggeleng tak percaya, tangannya menyentuh dadanya yang sudah menyemburkan darah segar, apalagi ketika Lira mencabut pisau itu dengan kuat.
“Kau akan menyesal Lira... kau akan menyesal.” Suara Richard sudah memelan, tubuhnya pun ambruk menyentuh lantai.
“Ayo, tidak menyenangkan jika kita melakukannya di sini, mas.” Lira menarik tubuh Richard menjauh untuk digeretnya menuju ruang bawah tanah.
Richard yang kesakitan hanya bisa pasrah tubuhnya dibawa menuruni anak tangga hingga goncangan rasa sakit semakin hebat dirasakannya.
“Kenapa kau bawa kemari, Lira?” lirih suara Richard mempertanyakan tujuan Lira membawanya ke bawah, karena harusnya ia di bawa ke rumah sakit agar nyawanya bisa tertolong cepat.
Lira tidak menjawab, ia masih menggeret tubuh Richard sampai di lantai ruangan itu.
“Di sinilah kita akan melepas rindu, mas.” Lira duduk setelah sampai di tujuannya. Menyentuh wajah Richard lembut, senyumnya teduh tapi kemudian kembali mengerikan.
“Lira, apa yang akan kau....” Ucapan Richard terputus
“ARGhhhhh!!!” berganti dengan raungan kesakitan lagi, ketika dengan kejamnya Lira menghujam tubuh Richard semakin membabi buta.
Tawa puas keluar dari bibir Lira di sela ia melakukan hal itu, “Mati kau mas, mati kau...” ucapnya terus menusuk tubuh Richard tanpa henti, padahal pria itu sudah tidak bergerak lagi.
“Lira!!!!” sebuah suara masuk ke telinga Lira hingga mengejutkan wanita itu.
Trang!!!
Benda yang dipakainya untuk menusuk Richard jatuh seketika, matanya membola saat melihat yang ada di hadapannya.
“Ma-mas Richard... ke-kenapa kamu mas..” Lira kesulitan merangkai ucapannya melihat Richard sudah dalam keadaan mengenaskan.
“Bangun mas..” berulang kali ia mengguncang tubuh Richard tapi pria itu tetap membatu, ia tidak merasakan nafas suaminya.
“Si-siapa yang mela-melakukannya.” Lira melirik sekitarnya, tapi hanya ia yang ada di sana dengan benda tajam berada di sisinya.
“Ti-tidak.. tidak mungkin.” Menggeleng kuat, Lira menolak apa yang dipikirkannya.
“Lira..!!!” lagi-lagi suara itu masuk ke dalam telinganya.
“Siapa kau!!!!” pekiknya frustasi karena hanya mendengar tapi tak menemukan wujudnya.
“Lira!!!” suara yang semakin jelas itu memantik kepala Lira menoleh ke kiri dan...
“ARGGGGGHHHH!!!”
Brak!!!
“Amazing!” Roni menggebrak meja saat cerita diakhiri oleh mang Ujun.
“Setan kau Ron. Kaget aku.” Gabby melempar bandonya pada Roni yang membuatnya terkejut saat tengah fokus mendengar cerita tadi.
“Heheh, terbawa suasana semua sih kaliannya.” Kekeh Roni
“Jadi begitu kisah kedua mang ya?” Hendy tidak memperdulikan dua temannya yang berisik itu.
“Hmm, apa masih mau dilanjutkan?” tawar mang Ujun
“Besok kami akan datang lagi mang, karena hari sudah menuju petang.” Hendy bukannya menolak tapi waktu tidak mendukung.
“Kenapa kalian tidak memilih menginap saja di sini?” mang Ujun bertanya pada mereka.
“Kami tidak membawa perlengkapan, mang. Nanti jika cerita terakhir selesai, kami akan menginap untuk mulai membuktikan sendiri rumor tersebut pada semua masyarakat.” Sahut Hendy
Mang Ujun mengangguk atas ucapan Hendy, “Baiklah kalau begitu.” Ujar mang Ujun
“Tapi mang, memangnya pemilik rumah ini tidak marah jika kami tidak meminta izin meliput di sini?” Raisa mempertanyakan izin pemilik rumah.
“Masih mikirin itu rupanya, kirain udah lupa.” Cibir Roni
“Bukan begitu, kirain kan rumah ini kosong, eh rupanya masih ada yang menjaga, artinya masih ada yang nyuruh ngerawat.” Omel Raisa pada Roni
“Pemilik rumah sudah memberi izin bagi siapapun yang mau melihat rumah ini.” jawab mang Ujun namun netranya menusuk pada Roni.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments