“Dasar tidak tahu memang.” Ara berkomentar pedas ketika cerita itu selesai dirangkai oleh mang Ujun.
“Iya, padahal cuma kekasih aja sudah berlagak seperti memiliki sepenuhnya.” Gantian Gabby gemas dengan sosok bernama Clara itu.
“Jadi, begitu cerita si pemilik rumah ini, mang?” tanya Hendy yang diangguki mang Ujun dengan pelan.
“Lalu selanjutnya siapa lagi yang memiliki rumah ini?” Roni yang giliran bertanya, kali ini nada suaranya sudah dibuat lebih turun lagi. Karena sudah diancam Hendy akan dikeluarkan dari proyek mereka ini jika masih membawa urat dalam obrolan.
Mang Ujun menoleh pada Roni, wajah dinginnya masih saja diperuntukkan bagi Roni, walaupun 4 orang lainnya juga berlaku serupa tapi tidak sedingin dengan Roni.
“Pemilik selanjutnya adalah seorang dokter bedah.” Jawab mang Ujun.
Hendy melirik jam di tangan kanannya. Hari sudah menunjukkan pukul 1 siang, masih cukup waktu mereka mendengar cerita kedua dari pria tua ini.
“Mamang masih sanggup menceritakannya, kan?” ujar Hendy menanyakan kesanggupan mang Ujun dulu, sekaligus membujuknya agar bercerita.
Mang Ujun mengangguk, “Masih...”
Cerita kembali dirangkai oleh mang Ujun dalam setiap kata perkata.
“Anda tidak perlu khawatir pak, saya jamin rumah yang anda beli setimpal dengan harga yang saya tawarkan.” Seorang pria berjas hitam yang merupakan agen property tengah membujuk pria dengan kemeja hijau gelap yang berniat membeli hunian untuknya.
“Tapi pak Tony, kenapa rumahnya agak miring harganya ya?” wanita yang mendampingi pria berjas hijau mempertanyakan pada agen bernama Tony perihal harga rumah yang cukup miring.
“Karena saya lagi memberikan promo, apalagi dokter Richard adalah pembeli pertama yang melirik rumah ini saat kami sedang promo harga.” Jawab Tony selaku agen perumahan.
“Gimana sayang, kamu suka dengan rumahnya?” tanya pria bernama dokter Richard.
“Hmm, aku suka kok, halaman luas, rumahnya juga penataannya benar-benar bagus, dan satu lagi, fengshuinya bagus.” Sahut wanita yang merupakan istri dokter Richard.
“Baiklah, kami akan ambil rumah ini, pak Tony.” Dokter Richard setuju dengan harga yang ditawarkan agen perumahan. Lumayan harga miring untuk rumah mewah seperti itu.
“Baik, mari kita bicarakan mengenai surat-surat dan pembayarannya dokter.” Sambut Tony mengajak dokter Richard menuju ruang tamu kembali.
Setelah selesai melakukan pembayaran dan surat-surat siap untuk dibalik nama, mereka berjabat tangan tanda pengalihan kepemilikan rumah disetujui.
“Oh ya pak Tony, saya tadi sempat melihat satu terkunci.” tanya istri dokter Richard mengenai ruangan yang penasaran ingin dibukanya,.
“Oh rua-ruangan yang mana, nyonya?” Tony agak gugup ketika bertanya
“Itu yang arah dapur.” Jawab istri dokter Richard
Tony diam mendengar jawaban istri pemilik rumah baru ini, hingga....
“Apakah anda membawa kuncinya pak Tony? Dan ruangan apa itu?” dokter Richard yang bertanya
“Ti-tidak dokter, it-itu ruangan bawah tanah biasa.” Sahut Tony masih tergagap
“Ya sudah nanti antarkan saja kemari, karena mau ruangan apapun itu, sudah menjadi hak kami, bukan?” ujar dokter Richard yang perlu juga dengan keberadaan ruang bawah tanah sebagai tempat penyimpanan.
“I-iya dokter, nanti saya antarkan.” Jawab Tony mencoba menguasai kegugupannya.
“Kalau begitu saya permisi dulu dokter, nyonya.” Tony segera pamit namun karena masih menyisakan gugup, berkas yang berada dalam pelukannya terlepas seketika
“Ya ampun pak Tony, mari saya bantu.” Sigap dokter Richard membantu Tony membenahi berkas yang tercecer
“Terima kasih dokter.” Ucap Tony dan segera meninggalkan rumah yang sudah berhasil dijualnya pada seorang dokter bedah.
“Berarti kita memiliki ruang khusus sebagai tempat menaruh benda-benda tidak berguna nanti, Lira.” Richard membawa istrinya menuju ruang yang masih terkunci
“Iya mas. Aku penasaran dengan ruangan bawah tanah ini, kenapa hanya ruangan ini yang terkunci.” Lira, istri dokter Richard menyentuh daun pintu yang masih terkunci, namun seketika tangannya ia tarik dengan cepat.
“Eh,” ucapnya terkejut
“Kenapa sayang?” dokter Richard juga tertegun akan reaksi istrinya
“Ah, aku merasa tersengat saja, tapi ah, mungkin hanya perasaanku saja, mas.” Tak mau mempermasalahkan hal sepele seperti itu, Lira menggandeng suaminya kearah lain.
1 minggu waktu yang dibutuhkan keluarga dokter Richard untuk membawa semua barang-barangnya ke rumah baru mereka, berbarengan dengan Tony yang turut hadir untuk menyerahkan kunci yang diminta waktu itu.
“Selamat menempati rumah baru, dokter Richard.” Beberapa rekan dan keluarga besar dokter Richard semua memberikan ucapan dalam acara selamatan sederhana yang diselenggarakan Richard dan istrinya.
“Semoga rumah ini memberikan anugerah untuk kalian berdua yakni kehadiran momongan.” Salah satu keluarga Richard memberi doa tulus pada sepasang suami istri yang belum memiliki keturunan itu.
“Amiin, semoga saja rumah ini menjadi awal terbentuknya keluarga kecil kami.” Lira menjawab doa iparnya dengan rasa haru.
Malamnya,,,
“Mas, ya ampun besok aja kita beres-beresnya, capek banget aku.” Lira tak sanggup lagi untuk membereskan beberapa sisa acara tadi, memang mereka menggunakan jasa lain tapi ada beberapa bagian yang perlu mereka bereskan sendiri.
“Ya, besok aja. Aku juga capek banget.” Richard menyetujui ide istrinya.
Paginya setelah mengantarkan Richard bekerja, Lira bersiap untuk membereskan beberapa barang sebelum ia keluar juga.
“Ah ini kuncinya ya, aku bisa langsung menaruh barang-barang yang belum terpakai.” Lira teringat ruang bawah tanah setelah melihat kunci yang tergantung di dekat dapur.
Ceklek
Pintu terbuka, dan tangannya segera meraih tombol saklar lampu agar lebih terang.
Aroma lembab merasuki kedalam indera penciuman Lira, “Hfft apa tidak pernah dibersihkan ruangan ini?” ia bermonolog sendiri sembari kakinya perlahan turun pada undakan anak tangga.
Wushhhhhhhh
Saat kakinya berhasil menapaki lantai, angin dingin menerpa tengkuknya tapi tak digubris oleh Lira, ia melihat ada tirai yang diduganya jendela.
Sretttt
“Wah kan tambah terang juga kalau kena sinar matahari.” Lira pun membuka jendela agar udara lembab bisa berganti dengan udara segar.
Lira menelusuri ruangan bawah tanah yang benar-benar kosong itu, langkahnya pelan meneliti sampai ia memasuki ruangan kecil di sana. “Ini kamar mandi?” tanyanya
“Ini ruangan apa ya, kok kosong ya.” ia melihat ruangan di sebelah kamar mandi yang tidak berfungsi.
Wushhhhhh
Kembali ia merasakan angin mengenai tengkuknya, bahkan ia juga merinding kali ini. “Kok dingin banget ya rasanya.” Ujarnya lalu menolak langkahnya keluar dengan tetap tidak memperdulikan lagi.
Dan seharian ini, Lira memilih membereskan barang yang tidak berguna ke ruang bawah tanah, ia yang memilih berpikir logis pun mengabaikan rasa aneh setiap ia berada di ruangan bawah tanah.
“Lira!!!!” satu suara merangsek masuk ke telinga Lira yang baru saja menutup pintu ruang bawah tanah setelah menyelesaikan beres-beresnya.
“Lira!!!” kembali suara halus itu terdengar oleh Lira dan ia menyusuri segala penjuru mencari suara yang memanggilnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments