Keesokan harinya....
Bel berdering membuat langkah Ara segera mendekati arah pintu depan.
“Yeee belum mandi ini anak.” Gabby yang tepat berdiri di depan pintu mengomentari tampilan Ara yang masih mengenakan piyama tidur.
“Aku capek banget tau, ini aja kok badan aku belum juga berasa enakan padahal biasanya kalo udah tidur pasti besoknya agak segeran.” Ujar Ara memberi alasan ia belum membersihkan diri.
“Ayo semua pada masuk.” Gabby mengajak 3 orang lagi yang memang berjanjian berkumpul di apartemen Ara dan mempersiapkan keperluan mereka ke rumah Angsana lagi keesokan harinya sesuai jadwal.
Hendy, Roni dan Raisa menyusul satu persatu memasuki hunian mewah milik Ara.
“Kamu gak enak badan?” Hendy terlihat khawatir melihat penampilan Ara
“Gak, tapi lesu aja.” Jawab Ara menenangkan Hendy.
“Pada mau makan apa nih, aku pesenin.” Ara bertanya pada teman-temannya ingin menyantap apa pagi ini.
“Biar aku aja yang urus, kamu bersih-bersih aja.” Hendy menyentuh lengan Ara, mengambil alih apa yang diucapkan Ara tadi dan menyuruh kekasihnya menyegarkan diri saja.
“Oh ya udah kalo gitu, makasih ya.” Ara tersenyum akan perhatian Hendy padanya, ia bersyukur sekali.
Ara masuk ke dalam kamar untuk membersihkan dirinya.
2 jam setelah mereka menyelesaikan sarapan dan aktifitas santai lainnya, sekarang mereka berkumpul di balkon dekat ruang tengah yang memiliki sofa santai di sana.
“Jadi malam ini kita semua nginep di sini kan? Karena kita akan membahas sedikit soal rumah itu sesuai cerita yang dikasih mang Ujun.” Hendy membuka suara dan 4 orang lainnya memperhatikan lamat-lamat setiap ucapannya.
“Memang ada yang aneh dengan cerita mang Ujun?” Raisa yang bertanya
“Bukan begitu, kita hanya ingin memastikan benar gak sih, siapa tahu kita dikacangin doang sama itu orang.” Ujar Roni menjawabnya
“Kau itu bisa gak sih hormat dikit sama mang Ujun, perasaan naik darah mulu kalo ketemu.” Raisa menasihati Roni agar tidak bertingkah kurang sopan pada yang lebih tua.
“Iya, iya, yang perhatian banget sama mamangnya.” Roni memang mengiyakan, tapi dengan sikapnya yang songong.
“Ntar kalo ada apa-apa gak malu minta bantuan orang, makanya kudu sopan.” Maksud Gabby yang harus dipahami oleh Roni. Apalagi mereka memasuki wilayah orang yang tidak mereka kenali seluk beluknya.
“He ehmmm, iya. Pada cerewet deh.” Kan, sikap Roni tetap saja ngeyel, batu.
“Sudah, sudah, kita kan mau bahas soal rumah Angsana nomor 10 itu, bukannya sibuk berantem gak jelas.” Ara menengahi perdebatan 2 orang itu. Pada dasarnya sih 3 orang perempuan di sana selalu bersenggolan dengan Roni yang tengil orangnya.
“Ok, skip soal mang Ujun.” Roni menyilangkan kedua tangannya pertanda tidak mau membahas etika kesopanan lagi.
“Aku yang akan menjelaskan soal cerita mang Ujun.” Lanjut Roni
“Sesuai obrolan kami berdua setelah kita pulang dari rumah Angsana nomor 10 itu, Hendy dan aku sama-sama bertugas mencari kebenaran cerita yang disampaikan mang Ujun.” Sambungnya lagi.
Semua telinga mendengarkan ucapan Roni dengan serius.
“Terus gimana ceritanya, bener?” tanya Ara dengan raut wajah penasarannya.
Roni melirik Hendy dan mengangguk.
“Kami sudah mencari cerita yang kita dengar dari mang Ujun, memang ada, tapi....” Hendy memutus kalimatnya.
“Tapi...?” Raisa, Ara serta Gabby serempak mengucapkan kata yang sama.
“Tapi tidak terlalu gamblang berita mengenai nama-nama yang disebutkan mang Ujun itu.” Roni yang menjawab.
“Maksudnya?” Raisa yang menyerobot bertanya.
“Maksudnya seperti tidak ada yang spesial dari kematian penghuni rumah itu.” Sambar Hendy
“Kematian? Jadi semua penghuni rumah itu mati?” Gabby gantian bertanya.
“Berita yang disampaikan tidak gamblang, gak denger deh yang diomongin tadi.” Roni menggerutu
“Bukan begitu, gamblang aja gak jelas apa maksudnya.” Gabby membalas Roni
“Tidak ada berita yang spesifik menceritakan kasus rumah Angsana nomor 10 itu.” Hendy membantu menjawab lagi.
“Jadi?” kompak lagi 3 perempuan di sana menyerukan tanya
“Seolah kisah rumah Angsana itu tidak menarik perhatian sama sekali, padahal yang menghuninya bukan dari kalangan orang biasa semua.” Hendy dengan tampang serius memberi tahu fakta konyol di rumah itu.
Yakni, jika benar apa yang diceritakan mang Ujun, harusnya ada kegemparan di negeri ini kala itu. Mereka dari kalangan ternama meregang nyawa di hunian mereka sendiri.
“Jadi menurut kalian yang diceritakan mang Ujun itu dilebih-lebihkan atau gimana?” ujar Raisa bertanya
“Kita harus mengetahui lebih banyak lagi cerita di sana, termasuk kapan mang Ujun mulai menjaga rumah itu.” Jawab Hendy
“Tapi kan nanti kita melakukan siaran langsung sebagai pembuktian cerita atau kebenaran kisah horor rumahnya.” Ara berkomentar
“Betul juga, jadi kalo cerita yang diberikan oleh mang Ujun adalah bohong atau berlebihan, kita akan tahu pas siaran nanti, bener gaknya sih orang takut tinggal di sana.” Gabby menimpali
“Kalian denger kan dari mang Ujun, kayaknya kunci dari kehororan rumah itu ada di ruang bawah tanah atau rubanahnya.” Hendy mengingatkan semuanya
“Iya, jadi ruangan itu yang menjadi topik utama kita nanti ketika siaran langsung.” Gabby menyetujui.
“Tapi, gimana kalo nanti hantu yang ada di rumah itu bener-bener memiliki aura jahat?” Ara mempertanyakan hal itu, karena ia merasa ada yang janggal seolah menyesakkannya ketika pertama menginjakkan kaki di lantai rumah itu.
“Tidak ada hantu yang bisa membunuh manusia, itu hanya karangan cerita aja. Kalo memang ada, sudah banyak yang mati karena mereka.” Roni menepis keraguan Ara.
Semua mengangguk lalu diam...
Tiba malam harinya... mereka sudah selesai merapikan barang-barang untuk di bawa besok dan sudah disusun di pojokan ruang tamu.
Roni dan Hendy tidur di kamar tamu, sementara Gabby dan Raisa tidur di kamar milik Ara.
“Seger banget ya berdiri di sini kalo lagi penat atau gak bisa tidur.” Gabby merentangkan kedua tangannya dengan mata memandang suasana malam di balkon kamar Ara.
“Yap, ini sudut favoritku di apartemen ini.” Angguk Ara membenarkan.
“Ara!!!!” Ara mendengar lagi suara yang sudah beberapa kali ia tangkap di telinganya, dan selalu hanya suara.
“Eh kalian denger sesuatu gak?” tanya Ara pada Gabby dan Raisa
“Denger apaan, Ra?” Gabby balik bertanya pada Ara
“Kayak ada yang manggil nama aku loh.” Jawab Ara dengan kening berkerut lalu kepalanya berputar memandang sekitar.
“Gak ada, orang hanya kita bertiga aja di sini.” Kekeh Raisa menepuk punggung Ara
“Beneran, sama persis kayak suara di rumah Angsana itu. Dan... dan juga malam setelah sampai ke apartemen, aku juga denger suara itu pas buka pintu, dan.....”
Brak!
Mereka sama-sama dikejutkan oleh suara keras dari arah belakang mereka
Pintu balkon yang tadi terbuka lebar, terbanting keras menutup padahal tidak ada angin deras menerpa mereka.
“Kita tidak diikutin kan?” duga Ara yang merasa tengkuknya dingin serta meremang seketika pasca pintu balkonnya tertutup dan kini terbuka lagi tapi separoh, persis jika terkena angin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments