“Kita diikuti?” beo Gabby dan Raisa bersamaan
“Heum.” Angguk Ara membenarkan
“Perasaan kamu aja, Ra. Tapi gak tahu juga kalo Raisa, aku sih aman aja gak ada sih yang aneh-aneh.” Gabby menolak dugaan konyol Ara perihal diikuti oleh makhluk rumah Angsana
Raisa menggeleng, “Sama, gak ada sama sekali.” Jawab Raisa
Ara berpikir sendiri, apa benar hanya perasaannya saja. “Tapi aku ngerasa kayak ada yang merhatiin aku loh, apalagi kalo lagi sendiri.” Ara memberi tahu apa yang menimpanya pasca mengunjungi rumah tersebut.
“Wajar kayak gitu neng, kita kan ngedatengin rumah yang rumornya angker, jadi hawa-hawa berasa horor gitu memang kadang kebawa-bawa.” Raisa memberikan alasan Ara yang berpikiran demikian, ia menganggapnya bisa saja karena faktor tersebut.
Dan Ara diam, ia mencerna. “ Mungkin kali ya, karena ini adalah konten pertama kita menyangkut horor.” Ara menerima ucapan Raisa.
“Yaph, selama ini kita buat konten yang happy semua, kalau pun serius itu tentang materi pengetahuan, jadi kali ini kita mencoba buat sesuatu yang laen buat penonton kita.” Gabby ikut bersuara.
“Jadi, jangan terlalu dibawa sampai pikiran, kata orang, kalo kita terlalu memikirkan sesuatu, maka bisa jadi kenyataan.” Ujar Gabby lagi.
“Iya, lagian lihatlah, kami gak ada yang cerita kayak kamu kan, artinya aku dan Gabby aman-aman aja pasca dari rumah itu.” Raisa juga menimpali.
“Hmm, baiklah kalo memang begitu.” Ara menyetujui perkataan dua temannya.
Keesokan harinya....
Mereka berlima sudah duduk manis di rumah Angsana nomor 10 dan mang Ujun pun juga ikut ambil bagian dalam barisan duduk itu.
“Melihat kalian kembali datang kemari, artinya kalian memang memiliki keingintahuan besar terhadap rumah ini.” mang Ujun membuka suara selepas keheningan sapaan ketika menyambut 5 orang menjadi tamu di rumah itu.
“Kami memang serius ingin mengetahui benar tidaknya isu keangkeran rumah ini, mang Ujun. Apalagi kata mamang waktu itu, yang artinya rumah ini berisi tragedi semua.” Hendy menjawab.
Mang Ujun mengerutkan keningnya yang sudah keriput. “Jadi kalian ingin tahu cerita pemilik rumah berikutnya?” tanya mang Ujun dan diangguki kelima mahasiswa itu bersamaan.
Mang Ujun diam sejenak...
“Pemilik rumah berikutnya adalah seorang seniman patung asal Bali.” Awal cerita mulai dibentuk oleh pria berusia 60 tahunan yang menjaga rumah Angsana.
Kadek Wisnu, seorang seniman patung berusia 36 tahun yang sukses akan karyanya bertema ‘Wanita dan Sisi Gelapnya’ membawanya mampu mendulang nama besar dan dikenal banyak orang di penjuru negeri.
Sebagai seorang seniman, ia menyukai rumah Angsana 10 dari info properti ketika dirinya pertama kali menjejaki kota Jakarta. Arsitektur detail yang ditampakkan rumah itu menarik perhatiannya.
“Saya mau rumah ini, kesan sombongnya memikat hati saya hanya dengan melihat gambarnya saja.” Ujarnya pada agen properti.
3 hari setelah obrolan di perusahaan properti, Wisnu bisa menyentuh rumah itu dan ia sudah menduga, jika rumah ini sesuai ekspektasinya.
“Baiklah, karena bapak menyetujui untuk membeli rumah ini, kita akan langsung melakukan transaksi dan penyerahan kunci serta tanda kepemilikannya hari ini di rumah ini saja. Saya sudah membawa semua berkas yang diperlukan.” Agen properti bernama Aksa yang mendampingi Wisnu dalam tour rumah.
“Ok, lebih cepat lebih bagus.” Wisnu menyambut baiknya, ia sudah tidak sabar menempati rumah yang menurutnya memiliki daya tarik kuat itu.
Satu minggu kemudian, Wisnu bersama jasa ekspedisi melakukan pindahan ke rumah Angsana. Antusiasnya begitu terlihat, bahkan saking tak sabarnya, ia ikut membawa barang-barangnya bersama para kurir.
“Tolong hati-hati dengan kotak itu, karena akan salah satu karya saya.” Ucapnya pada dua orang pria yang membawa kotak dengan kayu dibeberapa bagiannya.
“Baik pak.” Jawab mereka.
Langkah Wisnu menuju salah satu ruangan yang menurut informasi adalah ruang bawah tanah, tapi saat menggapai handel pintu, malah tak bisa terbuka.
“Apa terkunci? Lah gimana ini.” ia melirik gantungan yang ditunjuk agen properti sebagai tempat menaruh anak kunci berdasarkan merk ruangan, dan hanya ruang bawah tanah saja yang tidak ada di sana.
Mengambil ponsel, ia menghubungi Aksa.
“Siang pak, saya mau menanyakan kunci ruang bawah tanah tidak anda taruh kah?” tanya Wisnu
“Maaf pak, kunci ruang bawah tanah sepertinya lupa kami ganti pak karena hilang oleh pemilik rumah lama. Nanti kami buatkan yang baru saja.” Aksa meminta maaf atas kelalaian mereka yang lupa mengganti kunci baru.
“Oh begitu, baiklah, kabari saja jika akan diantarkan.” Sahut Wisnu dan panggilan diakhiri.
Wisnu menelusuri setiap bagian rumah yang tempo hari hanya sekilas saja ia lihat. Di tiap ruang atau lekuk rumah Angsana yang dibelinya itu, tak berhenti decak kagum keluar dari mulutnya memuji rumah itu.
“Yang menciptakan rumah ini memiliki selera yang baik, apakah ia juga dari kalangan seniman?” monolognya sendiri.
“Shaila pasti akan menyukai rumah ini, nafas seni kami berdua akan menghidupkan rumah ini ditiap bagiannya.” Ujarnya menyebut nama kekasihnya.
2 hari kemudian,..
“Aku sudah sampai, sayang.” Seorang wanita tinggi semampai, mengenakan flatshoes berwarna kuning gading dan gaun berwarna hitam tampak berdiri di luar gerbang memandang rumah megang bertuliskan Angsana nomor 10 di sebelah mobilnya.
“Baiklah, aku akan langsung masuk saja.” Lanjutnya menjawab ucapan orang diseberang sana.
Tak lama seorang perempuan tua membukakan pintu untuknya, “Selamat datang nona Shaila. Saya adalah mbok Ina yang mengurus rumah ini.”
“Terima kasih mbok, sudah tahu dari Wisnu kan saya siapa?” tanya Shaila yang diangguki pelan penuh patuh dari asisten rumah tangga itu.
Baru saja mereka berdua hendak memasuki ruang tengah, suara bel menyentak telinga mereka berdua., sigap mbokj Ina kembali lagi untuk membuka pintu.
Seorang pria mendekati Shaila dan memberi hormat, “ Saya adalah orang yang akan mengganti kunci pintu ruang bawah tanah, nona.” Pria itu memperkenalkan dirinya pada Shaila.
“Silahkan.” Shaila mempersilahkan orang itu melaksanakan pekerjaannya sementara dirinya memperhatikan dari kursi makan dengan hidangan camilan dan teh melati dari mbok Ina.
“Memangnya Wisnu gak periksa dulu apa itu pintu waktu membelinya.” Tanya Shaila pada mbok Ina yang duduk tak jauh darinya.
“Kata mas Wisnu waktu awal tour rumah tidak memeriksa ruangan itu, kelupaan kata mas-nya.” Jawab mbok Ina yang ia dengar dari Wisnu kala itu.
“Ooh begitu, kok bisa pelupa. Biasanya Wisnu itu teliti banget jadi orang.” Ujar Shaila terkekeh lucu.
Tak butuh waktu lama, pria tadi selesai dengan cepat, orang hanya memastikan kunci baru doang. Ia pun berpamitan dengan Shaila selaku kekasih pemilik rumah.
“Oh jadi ini ruangannya.” Shaila sudah menuruni undakan tangga ruang bawah tanah, sementara mbok Ina berdiri di belakangnya mendampingi.
“Kok serem ya rasanya, non. Kayak ada yang memperhatikan mbok Ina.” Cetus asisten rumah tangga itu membuat Shaila menoleh pada satu sudut, karena sebelum mbok Ina berkata, ia sudah mendengar suara memanggil namanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments