Tetaplah Bersamaku

Ben kembali ke kamar lalu duduk di tepi ranjang sambil memperhatikan wajah Adeline yang terlelap. Menatap wajah polos Adeline membuatnya teringat lagi tujuan awal dirinya mencari gadis untuk berada di sisinya saat ia membutuhkan. Saat itu dia sama sekali tidak berharap banyak. Ben yang cenderung introvert tak banyak pengalaman dengan wanita. Meski rumor yang beredar justru sebaliknya. Dia diberitakan sering bergonta-ganti pasangan. Padahal itu sama sekali tidak benar.

Nolan membawa Adeline, memperkenalkan gadis itu pertama kali padanya. Melihat kepolosan Adeline membuat hati Ben tersentuh. Gadis itu hanya punya satu tujuan, yaitu membiayai hidup dan kuliah untuk masa depan. Seorang perawan yang tidak pernah berpacaran. Bukankah itu langka di zaman sekarang. Itu yang ada di pikiran Ben.

Kata Nolan, Adeline juga tidak mau berhubungan dengan pria beristri, karena itu akan melukai hati wanita lain. Hal itu juga menjadi salah satu daya tarik Adeline di mata Ben. Dia memang tidak berniat untuk memiliki istri. Jadi, dia memutuskan untuk membiarkan Adeline berada di sisinya.

Ben merasa memiliki keterikatan sendiri dengan Adeline. Sampai saat ini Ben tidak pernah mengira, jika dia akan sejauh ini dengan Adeline. Ben tidak mau Adeline terluka sedikit saja. Segala hal demi Adeline dia lakukan. Hanya saja ada ketakutan yang bersarang di hati Ben. Dia sebisa mungkin tidak ingin jatuh cinta pada Adeline.

"Tetaplah bersamaku, di sampingku, Adeline."

"Entah itu sementara sekalipun, aku hanya ingin kau di dekatku. Salahkah? Apa aku tidak boleh menginginkan itu?" ucapnya sambil memperhatikan wajah lelap Adeline.

Beberapa bulan belakangan Adeline sukses menjadi obat bagi insomnia yang di derita Ben. Tak terkecuali malam ini, Ben kembali terlelap sambil memeluk Adeline. Tubuh lemah itu terasa dingin.

"Aku akan menghangatkan mu."

***

Terngiang-ngiang perkataan Ben. Dion merasa amat emosional dibuatnya. Begitu sampai rumah ia langsung menemui orang tuanya. Tujuannya menceritakan tentang perlakuan Ben pada Adeline. Namun Dion sama sekali tidak berpikir panjang, dan baru kepikiran sewaktu dia sudah berada di depan pintu ruang kerja sang ayah.

Tidak boleh. Dion memutuskan untuk mengurungkan niatnya. Dia harus tetap menjaga nama Adeline di depan keluarganya.

"Ini bisa membahayakan Adeline. Tidak ada yang boleh tahu tentang ini," gumamnya kemudian berbalik.

Akan tetapi pintu malah terbuka. Ayahnya muncul dan tersentak melihat Dion berdiri di depan pintu.

"Dion, sedang apa kamu di sini?" tanya Benjamin.

"Ayah."

"Masuk kalau kamu mau bicara?"

"E-enggak, Yah, Dion hanya—"

"Masuklah, ayah baru akan mencari mu. Ini tentang Om kamu."

Dion meremas telapak tangan. Kenapa harus membahas tentang Ben. Ia jadi penasaran kan.

"Baik, Yah." Dion pun masuk.

"Duduklah Dion," ujar Benjamin.

"Ya, Ayah." Dion duduk di depan ayahnya.

"Begini, kamu sudah dengar kabar pembatalan pertunangan om mu kan?" tanya Benjamin.

Dion mengangguk. "Ya." Itu yang sangat dibenci Dion. Seharusnya om nya bersama dengan Kristin, gadis ular itu lebih pantas untuk Ben dibandingkan Adeline.

"Padahal kami berharap Ben bisa segera menikah." Benjamin mengatakan apa yang menjadi keresahannya pada Dion.

"Lalu apa hubungannya dengan Dion, Yah?"

Benjamin menatap serius putranya. "Dion, ayah melihat om kamu tertarik pada gadis yang waktu itu kamu bawa ke rumah."

"Gadis yang mana?" jawab Dion tidak paham.

"Siapa, ya, namanya ... ah, ayah agak .... lupa." Benjamin mengingat lagi. "Oh, kalau tidak salah namanya Adeline."

Mata Dion membulat sempurna mendengar ayahnya menyebut nama Adeline. "Maksud ayah apa berkata begitu?"

"Kamu bisa tolong kenalkan Adeline pada om kamu? Siapa tahu om kamu bisa segera menemukan kembali gadis yang cocok."

Tidak mungkin! Dion tidak percaya ayahnya akan meminta dia menjadi mak comblang antara Ben dan Adeline. Dion bersumpah tidak akan melakukannya sampai kapanpun.

"Kenapa Dion? Apa kamu keberatan dengan permintaan Ayah?"

"Ayah, kenapa Ayah tidak peka sama sekali."

"Maksud kamu?"

"Aku yang menyukai Adeline. Bisa-bisanya ayah meminta aku mendekatkan Adeline dengan om Ben?"

***

"Selamat pagi, Baby."

Adeline menyipitkan mata melihat Ben yang tengah duduk di sampingnya. Ia lalu bangun tersenyum ke arah Ben. "Pagi."

"Kau tidur sangat nyenyak, Baby."

"Benarkah? Maafkan aku, ya, Daddy. Aku pasti menyusahkan kamu."

"Tidak sama sekali. Justru aku merasa tenang kau dekat denganku."

Adeline menunduk. Dia jadi makin sulit menetralkan perasaannya terhadap Ben. Tidak bisa, Adeline justru makin menyukai Ben kalau sudah begini. Tapi kemudian dia teringat tentang Kristin dan segala macam masalah yang sedang dihadapinya di kampus. Dia mendapatkan surat DO dari kampus kemarin. Artinya dia tidak bisa kuliah lagi. Pupus sudah, padahal Adeline hanya punya cita-cita itu saja. Dan sekarang dia tak berani bermimpi lagi.

"Baby, semua selesai dengan baik. Kau tidak perlu sedih lagi ya."

Adeline mengangkat wajahnya menatap Ben. "Apa maksud kamu, Daddy?"

"Semuanya." Ben menarik Adeline ke pelukannya. "Semua selesai. Kau tidak perlu menangis lagi. Mereka akan membayar setiap penderitaan yang kamu rasakan kemarin, Baby."

Adeline tidak tahu apa maksud Ben berbicara begitu. Namun satu yang dia yakini, pelukan Ben ibarat penyembuh baginya. Dia tidak masalah menghadapi persoalan seberat apa pun asalkan Ben selalu ada disampingnya.

"Terima kasih karena ada di sampingku, Daddy."

"Aku lega sekali karena ada kamu," lanjut Adeline.

"Hem, aku akan begitu." Ben tersenyum tak kalah lega dengan Adeline.

Adeline menangisi keadaan tersebut. Meskipun itu sementara. Kebersamaannya dengan Ben. Tidak lama, karena semua berbatas waktu. Dia akan berpisah dari Ben. Kecuali jika Ben memperpanjang kontraknya.

Ya, Ben bilang bisa saja kontrak diperpanjang. Itu semua tergantung Adeline. Ben tahu diri, Adeline masih muda, tentu punya masa depan yang ingin dikejar. Seperti menikah, Ben berpikir mungkin suatu saat Adeline ingin menjalin hubungan semacam itu. Jika itu terjadi, Ben harus melepaskan Adeline. Dia bukan orang yang memikirkan hal semacam itu.

Menikah bukan menjadi tujuan Ben. Tidak ada komitmen tentang itu sama sekali dalam kamusnya.

"Daddy gimana dengan pernikahanmu dengan Kristin?"

"Sstt jangan sebut nama busuk dia dengan mulut manismu."

"Tapi Dad, kamu akan tetap menikahinya, kan?"

"Apa kau ingin aku begitu?"

Adeline menggeleng. "Bukan, aku tidak begitu."

Ben tersenyum. "Pernikahan itu sudah dibatalkan, Baby."

Adeline tidak percaya itu terjadi. Bagaimana bisa?

"Gimana bisa begitu, Dad?" tanya Adeline kaget.

"Setiap manusia pasti punya aib. Siapa yang membongkar aib orang lain, maka aib nya sendiri otomatis akan terbuka. Itu yang dijalaninya. Dia sedang menerima hukuman atas tindakannya."

Perkataan Ben membuat Adeline bingung. "Apa maksudnya itu, Ben?"

"Tidak perlu kau pikirkan, Sayang. Hari ini aku akan mengajakmu jalan-jalan. Gimana kalau kita kencan?"

"Kencan?"

"Ya, jalan seperti pasangan pada umumnya. Nonton film, makan, atau apa pun yang kau inginkan. Kita akan lakukan."

Bukankah Ben tidak mau hal semacam itu terjadi. Kencan di tempat umum adalah kegiatan yang mustahil Ben lakukan dengan Adeline.

"Di tempat privat?" tanya Adeline. Bodoh, sudah pasti iya. Karna Ben tidak akan pergi ke tempat umum.

"Kita bisa melakukannya di tempat umum, Sayang. Bukankah kau menyukainya?"

Hal itu mengejutkan. "Beneran, Dad?"

"Ya, tentu. Kau senang?"

Adeline menatap Ben ragu. "Itu bisa jadi masalah, kan?"

Ben lagi-lagi tersenyum. "Aku akan menyamar."

"Menyamar?"

Ini hal yang selalu Ben hindari. Dia selama ini bertemu dengan Adeline secara privat. Tidak pernah sekalipun mengajak Adeline jalan-jalan ke tempat umum. Tapi dia sadar Adeline mungkin membutuhkan hal itu. Seusia Adeline memang biasanya masih suka bermain dengan teman-teman. Tapi sayang sekali teman Adeline saat ini hanya Ben seorang.

"Hem, bisa pakai topi, kacamata, atau apa pun. Orang tidak akan curiga," jelas Ben.

Rupanya begitu. Ben tidak mungkin tampil di depan publik bersama Adeline dengan menunjukkan dirinya. Ya, bodoh sekali karna Adeline pikir Ben akan melakukannya.

Namun apakah Adeline pantas berharap mungkin suatu saat nanti, Ben akan memperkenalkan dirinya sebagai kekasih resmi, bukan sekedar simpanan.

"Baby, kenapa kamu malah murung?"

"Tidak kok, Dad," jawab Adeline lalu senyum.

"Jadi, setuju untuk kencan hari ini?"

Satu anggukan Adeline membuat Ben tersenyum bahagia. "Oke, kita akan bersenang-senang."

Terpopuler

Comments

🌞Aline☀️

🌞Aline☀️

yakinlah sebentar lg ben akan merasa kehilangan adeline n menyesal 🙈

2023-10-04

1

Hana Kim

Hana Kim

Tulisannya rapi dan gak ada typo 👍🏻

2023-10-04

0

Hana Kim

Hana Kim

😂😂😂 adeline di rebutin om dan ponaknnya

2023-10-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!