"Masuklah dan istirahat."
"Daddy tidak ikut masuk?"
"Tidak. Aku masih ada urusan."
Baru kali ini Adeline melihat Ben sangat dingin padanya. Maklum, tiga bulan bersama, tak pernah sekalipun Ben memasang raut wajah dingin semacam itu dihadapan Adeline.
"Baik, aku—"
Ben mengecup pipi Adeline pelan, lalu membuka pintu mobilnya untuk Adeline. Kontan Adeline yang terkaget menerima kecupan itu pun tersipu.
"Terima kasih sudah mengantarku, Daddy."
"Ya, Baby."
Setelah Adeline keluar dari mobilnya, Ben kembali melajukan kendaraannya pergi dari tempat parkir apartemen sang kekasih. Adeline sedikit lega karena Ben masih mau menciumnya dan juga memanggilnya Baby. Itu tandanya Ben tidak marah padanya.
"Mungkin mood nya sedang kurang baik, tapi semoga bukan karena masalah Dion," gumam Adeline.
Hal terpenting sekarang adalah mengistirahatkan diri setelah situasi tegang terjadi di rumah Dion tadi. Bukan hanya terkejut saja, Adeline masih belum percaya ada benang merah antara dirinya, Dion, dan Ben, sugar daddy-nya. Belum lagi, Dion mengenalnya sebagai gadis yang polos. Bagaimana jika akhirnya Dion tahu, ada hubungan rahasia antara dirinya dengan Ben—Om Dion.
"Adel, kamu baru pulang?" Kristin, lagi-lagi dia yang berdiri di depan kamar apartemen Adeline. Kali ini Kristin membawa bungkusan paper bag berwarna pink, entah apa isinya.
"Kris, kamu mau apa kesini?" tanya Adeline.
"Tadi kebetulan lewat, aku mau ajak kamu ke pesta minggu depan. Kamu ada acara nggak?"
"Pesta? Minggu depan?"
Jadwal bertemu dengan Ben masih beberapa hari lagi. Seharusnya Adeline free pada minggu depan. Tapi mendadak Adeline teringat ucapan tante Desya yang mengatakan tentang pesta ulang tahun Om Dion.
Itu hari ulang tahun, Ben?
"Adel, kok kamu malah bengong?" tanya Kristin.
"M-Maaf, Kris, sepertinya minggu depan aku ada acara," pungkas Adeline.
"Yah! Sayang banget, ya, tapi gapapa deh. Kalau gitu aku jalan sendiri aja. Padahal tadinya aku mau kenalin kamu sama calon tunanganku lho."
"Tunangan? Wow, kamu mau tunangan, Kris?"
Adeline tampak senang, akhirnya temannya itu tidak lagi menjomblo, Kristin punya kekasih.
"Iya, biasalah, dikenalin sama orang tua," ujar Kristin.
"Tapi kayaknya kamu happy. Pasti kamu suka, kan?"
Kristin mengekeh. "Ya, lumayan, lah."
***
Tunangan setelah itu ke jenjang yang lebih serius lagi—pernikahan. Hal yang diimpikan banyak gadis, membangun rumah tangga bersama orang yang dicintai. Namun impian itu sudah lama Adeline kubur dalam-dalam. Wanita seperti dirinya tidak pantas diajak serius, apalagi berumah tangga.
Senyum getir terlukis di bibir Adeline. Dia menyalakan shower air hangat untuk membasahi tubuhnya. Mulai dan ujung kepala hingga kaki dia biarkan basah terkena air mengalir untuk sekedar membuat rileks dan membersihkan badan setelah seharian beraktifitas.
Tak lama kemudian terdengar suara pintu apartemen terbuka. "Daddy, tapi ini jam berapa," gumamnya segera mengambil kimono mandi kemudian mengenakannya.
"B-Baby." Ben muncul dengan wajah yang pucat, bibirnya memutih dan kelihatan lemah.
"Dad, are you okay?"
"No." Ben lalu berjalan menghampiri Adeline dengan langkahnya yang lambat. Adeline yang menyadari kondisi Ben sedang tidak baik-baik saja langsung berlari menghampiri Ben.
"Daddy, kamu sakit?" tanya Adeline kemudian benar saja, Ben jatuh di pelukan Adeline.
"Dad!!"
Setelah dibaringkan ke tempat tidur, Ben kelihatan sangat mengkhawatirkan. Adeline masih mondar-mandir menelepon dokter yang biasa menangani kalau ia sakit. Ini sudah pukul dua puluh dua malam, jadi mungkin dokter itu sudah tidak di rumah sakit lagi.
"Astaga daddy, bagaimana ini demam mu sangat tinggi." Dilihatnya termometer yang menunjukkan angka 39°c.
"Baby, aku baik-baik saja," lirih Ben.
"Daddy, kamu udah bangun? Kamu demam tinggi, kita harus ke rumah sakit."
"Tidak apa, Baby, aku hanya ingin dengan mu di sini." Ben lalu menarik Adeline ke pelukannya. Posisi keduanya sekarang sama-sama berbaring. Adeline yang cemas langsung memeluk erat Ben.
"Kamu kelihatan sangat lemah. Padahal tadi sore kamu baik-baik saja. Kenapa bisa begini, Dad?"
Ben menggeleng. "Tidak tahu, mungkin karena aku terlalu banyak beraktifitas hari ini. Sibuk sekali, Baby," jawabnya.
"Tidak minum vitamin? Padahal aku seringkali bilang padamu, jangan lupa vitaminnya," kata Adeline menatap mata Ben dengan cemas. "Sekarang kamu sakit begini, aku jadi sedih."
"Hem, hanya kamu yang sedih ketika aku sakit, Sayang." Ben mengelus pipi Adeline kemudian terpejam. "Seandainya mereka perhatian seperti kamu."
"Mereka, siapa maksud daddy?"
Ben menggeleng. "Bukan siapa-siapa, aku punya kau, seharusnya aku bahagia."
Aneh. Akan tetapi Adeline merasa Ben sedang menyembunyikan sesuatu. Namun dia tidak mau menggali apa yang membuat Ben menjadi seperti itu. Kembali lagi, hubungannya dengan Ben hanya sebatas saling memberi kesenangan dan keuntungan satu sama lain.
"Baby, minggu depan aku ingin mengajakmu pergi ke suatu tempat," ucap Ben.
"Minggu depan? Bukannya itu hari ulang tahunmu?"
"Ulang tahun, ya." Ben mendesah panjang. "Itu sama sekali tidak penting."
"Daddy, tapi keluargamu, mereka membuatkan pesta. Kenapa kamu malah pergi, bagaimana kalau mereka—"
"Sstt ... keluarga, aku tidak punya itu, Baby," potong Ben.
Saat suhu tubuh Ben makin meninggi, pria itu malah mencium Adeline. "Dingin sekali," ucapnya.
"Daddy kedinginan?"
"Hem, hangatkan aku, Baby."
***
Sekujur tubuh Adeline dihiasi jejak merah (Kiss Mark / Neck Hickey) yang cukup jelas. Kalau sudah begitu, dia tidak bisa mengenakan pakaian yang sedikit terbuka besok ke kampusnya.
"Kenapa dia malah pergi, hanya karena demamnya sudah turun. Daddy, padahal aku ingin merawat mu."
Hubungan semacam itu—suami-istri. Apakah Adeline bisa merasakannya juga? Selama menjadi wanita penghibur untuk daddy-nya, Adeline tidak pernah memikirkan hal itu. Tapi entah kenapa saat ini Adeline mulai memikirkan ingin menjalin hubungan resmi— menjadi seorang istri.
Daddy : Maafkan aku, Baby. Minggu depan aku tetap harus menghadiri pesta tidak berguna itu.
Adeline menghela napas panjang. "Kamu memang harus datang, Dad, itu adalah pesta yang dibuat untukmu. Kamu beruntung punya keluarga, tak tahu rasanya sepertiku yang tidak pernah merasakan hari ulang tahunnya dirayakan. Mungkin ibuku sendiri lupa pernah melahirkanku."
Sudahlah, Adeline tidak punya waktu untuk meratapi kesedihan karena hal semacam itu. Apa yang dia jalani sekarang merupakan kebahagiaan yang bisa dia nikmati. Meskipun jika ketahuan oleh orang-orang yang dikenalnya, maka dia pasti akan dipandang sebagai perempuan rendahan.
Dion : Del, kamu bisa datang, kan, Minggu depan? Ke pesta omku.
Adeline tidak mungkin pergi bersama Dion. Tapi dia juga ingin menghadiri pesta itu, karena itu adalah hari ulang tahun pria pujaannya.
"Apa sebaiknya aku tanya daddy saja?"
Akhirnya Adeline menanyakannya pada Ben.
Adeline: Daddy, apa aku boleh datang ke pestamu?
Tak butuh waktu lama, Ben langsung memberikan balasan pesan dari Adeline.
Daddy : Datang dengan Dion?
Adeline memejamkan mata sebentar. Kalau dia bilang bersama Dion, pasti Ben tak akan mengizinkan.
Adeline : Aku akan datang sendiri, meski dengan alasan memenuhi undangan tante Desya.
Daddy : Okey, boleh, Baby. Aku pasti senang melihatmu hadir nanti.
Senyum Adeline terlukis manis. "Aku boleh datang. Sebaiknya aku menyiapkan hadiah. Semoga saja Dion dan keluarganya tidak curiga."
Adeline tidak mau berpikir terlalu rumit. Meski sempat kepikiran juga, kalau sampai keluarga Dion tahu hubungannya dengan Ben seperti apa. Anggapan orang tua Dion, termasuk Dion, pasti akan langsung berubah padanya.
"Seandainya ... aku juga ingin bersanding dengan kamu, Daddy. Tapi apa aku pantas?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Q.M.19
curiga Kristin tunangan Ama ben
2023-10-03
0
Attaya Zahro
Waahh..jangan² doubel acara,ulang tahun ma tunangan n yang tunangan Ben ma Kristin 🤔🤔
Kalo sampe itu terjadi,hancur sudah hati adeline 😔😔
2023-09-27
0
🌞Aline☀️
jgn sampe kris ini tunangan ben
2023-09-27
0