Pria Terbaik Untuk Adeline

Kristin masih ingat sewaktu pertama kali mengenal Adeline. Waktu itu Kristin sangat tertarik berteman dengan Adeline karena Adeline cukup populer di kalangan pria. Kristin berpikir dia cocok berteman dengan Adeline. Bahkan ketika Adeline kekurangan uang untuk kuliah dan harus berhenti kuliah, Kristin sempat menawarkan bantuan. Tapi Adeline menolaknya.

Adeline bilang dia akan menyelesaikan masalah keuangannya sendiri. Hingga tidak lama Adeline kembali ke kampus, dia bilang punya pekerjaan yang bisa mencukupi kebutuhannya. Saat itu Kristin merasa curiga, tapi tetap mendukung Adeline. Rupanya pekerjaan Adeline berhubungan dengan pria. Adeline melakukan hal yang rahasia. Kristin tahu itu setelah menyelidikinya sedikit, tanpa tahu siapa pria yang bersama Adeline tersebut.

"Kamu sama sekali gak pantas buat dia, Del! Kamu tahu aku dan Ben akan menikah!"

Adeline tidak bergerak di posisinya. Beberapa detik kemudian Adeline masuk ke dalam apartemen kemudian mengunci pintu.

"Gak mungkin, kenapa semuanya berantakan." Yang Adeline takutkan benar-benar terjadi. Dia tidak mungkin meninggalkan Ben seperti apa yang Kristin inginkan.

"Adeline! Kamu harus meninggalkan Ben!" teriak Kristin di depan apartemen Adeline.

Adeline secepatnya menghubungi Ben, pria itu harus tahu semua kekacauan yang terjadi.

"Halo, Daddy, ini gawat!"

"Ada apa, hem?"

"Kristin, dia memergoki kita tadi," ucap Adeline dengan suara gemetaran.

"Apa? Dari mana dia tahu apartemen mu?" tanya Ben kaget.

"Dia tahu, Daddy, aku pernah memberitahu waktu itu."

"Astaga. Lalu wanita itu sekarang masih di sana? Kau gapapa?"

"Aku gapapa, tapi dia marah." Adeline mengintip ke luar pintu dari monitor. Kristin sudah pergi.

"Aku akan mengurusnya, Baby. Tetap di dalam kamar, jangan kemana-mana. Tenang, ya, ada aku."

***

Kristin mencoba menelepon Ben tapi nomor yang dituju sedang sibuk. Kemarahannya membuncah, dia takkan tinggal diam. Pria itu miliknya, Ben adalah milik Kristin dan bukan Adeline! Ia menegaskan hal itu dengan perasaan marsh luar biasa.

"Kenapa gak diterima sih!" Kristin kesal, padahal dia sudah menghubungi Ben sampai sepuluh kali.

"Halo, Ben?" Akhirnya Ben menerima panggilan darinya. "Bisa kita bertemu sekarang?"

Kristin merasa lega, Ben mengiyakan ajakannya. Ben bilang dia juga memang ingin bertemu.

"Baik, kita bertemu di tempat kemarin. Aku ke sana sekarang."

Kristin benar-benar tidak memercayai apa yang dia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Jadi, selama ini Adeline menjadi wanita simpanan Ben? Awalnya Kristin tak peduli dengan hal itu sama sekali. Karena menurutnya setiap orang punya alasan tersendiri kenapa dia melakukan sesuatu. Termasuk pada Adeline yang memilih pekerjaan tidak lumrah tersebut demi mendapatkan uang. Tapi kali ini dia tidak mungkin diam saja. Pria yang ada di dalam pelukan Adeline merupakan pria impiannya.

Benedict Gevariel, kenapa dari sekian banyaknya wanita, harus Adeline?

"Aku gak bisa diam aja. Kalau Adel gak mau meninggalkan Ben, terpaksa aku yang harus melakukan sesuatu." Kristin buru-buru pergi menuju ke tempatnya janjian dengan Ben. Ini sudah saatnya dia bernegosiasi.

"Ben."

"Duduklah." Ben kelihatan sangat santai, duduk dengan menyilangkan kaki sambil menunggu Kristin.

Kristin pun duduk di depan Ben. "Kamu udah tau kan kenapa aku ajak kamu ketemu?"

"Jangan ganggu dia." Ben berkata tegas.

"Kenapa? Dia cuman wanita baya—"

"Tutup mulut kamu." Ben tidak mengeraskan suaranya, hanya dari tatapan mata tajam Ben membuat Kristin mengartikan kemarahan pria itu.

"Dia memang hanya wanita yang dibayar oleh kamu, kan? Takkan sulit untuk kamu meninggalkan dia!" tegas Kristin.

"Kau pikir kau siapa?" Ben masih berusaha tetap tenang.

"Apa?"

"Kau tak berhak mengaturku. Kita tidak menikah, dan aku takkan mau di atur oleh siapapun," tegas Ben.

"Tapi, Ben, aku dan wanita itu sama sekali berbeda!" Kristin mulai terpancing.

"Ya, jelas kalian berbeda. Di hatiku dia memiliki tempat. Sedangkan kau tidak."

Kristin menggeram. "Kamu tega banget, Ben. Kamu gak tau apa yang bisa aku lakukan untuk menyingkirkan dia!"

"Coba saja," ujar Ben. "Aku juga tidak akan diam."

"Kenapa kamu bela dia terus sih? Apa bagusnya dia!" teriak Kristin.

"Pelankan suaramu," kata Ben sambil melirik sekitar.

"Aku gak mungkin biarin kamu sama dia terus, Ben. Jelas aku tau kualitasnya sangat jauh dariku."

Ben mengekeh geli. "Kualitas?"

Pria itu menggeleng heran. "Bicara apa sih? Intinya aku akan menjaganya, dia milikku, tidak boleh ada yang mengusiknya termasuk kau!"

"Ta-tapi, Ben—"

"Ini sudah selesai." Ben kemudian berdiri. "Aku pergi."

"Ben kamu gak bisa pergi gitu aja dong! Kamu ingat aku ini tunangan kamu!"

Ben sama sekali tidak peduli, dia pergi meninggalkan Kristin setelah menyampaikan apa yang ingin dia sampaikan.

Selama di mobil, Ben sama sekali tidak dapat tenang. Ingatan tentang pertemuan pertama kali dengan Adeline selalu terbayang. Wanita itu, dia berbeda dengan wanita yang pernah ia temui sebelumnya. Wanita kebanyakan yang hanya menginginkan uang. Adeline juga membutuhkan uang, tapi hal yang mendasari Adeline butuh uang itulah yang membuatnya tersentuh.

"Aku tidak punya orang tua," ucap Adeline ketika pertama kali Ben bertanya tentang asal-usul nya.

"Kemana orang tuamu, Baby?" tanya Ben penasaran.

"Ayahku meninggal beberapa bulan yang lalu." Adeline menunduk pilu.

"Dia sakit?"

Adeline tersenyum pahit. "Mungkin bisa dibilang dia putus asa dan menyerah dengan hidupnya," jawabnya.

"Kenapa?"

"Ayah banyak utang, dia terlilit banyak sekali utang karena judi online," terang Adeline.

Mendengar itu membuat Ben jadi kasihan pada Adeline. Gadis itu masih sangat polos.

"Ibumu?" tanya Ben.

Adeline menatap Ben ragu. "Dia kabur," jawabnya.

"Kabur?"

"Kata ayah dia mencari laki-laki kaya raya karena tidak tahan hidup miskin," ringis Adeline.

Ben bertambah kasihan pada Adeline. Gadis itu bisa membuat Ben yang sering dibilang orang sebagai pria berhati dingin bisa merasa tersentuh dengan cerita hidup orang lain.

"Baby, aku mengerti ini pasti sulit untukmu," kata Ben lalu memeluk Adeline dengan lembut. Ben bisa merasakan tubuh Adeline yang gemetaran. Apa mungkin Adeline takut padanya?

"Tenanglah, aku akan menjagamu. Aku bisa jadi orang tuamu, temanmu, sahabatmu, saudaramu, kekasihmu, atau apa pun yang kau butuhkan."

Adeline mendongak, menatap Ben dengan matanya yang sayu.

"Jangan takut padaku, aku akan menjadi pria terbaik untukmu."

Membayangkannya kembali membuat Ben merasa sedih. Dia takkan membiarkan ada orang yang mengusik miliknya, apalagi membuat orangnya menangis.

Saat tengah fokus menyetir, ada telepon masuk untuknya.

"Ya, Halo."

Ben melepaskan earphone dari telinganya sambil menahan geram, tak lama ia memasang alat tersebut lagi. "Ya, aku akan pulang sekarang."

Hal yang paling tidak Ben sukai adalah pulang ke rumah ayahnya. Kalau tidak terpaksa, Ben tidak akan mau menginjakkan kakinya ke rumah tersebut.

Namun barusan ayahnya marah dan meminta ia segera pulang ke rumah. Dia tahu, pasti Kristin ada di balik semuanya.

Terpopuler

Comments

Q.M.19

Q.M.19

tanpa sadar kalau Ben sebenarnya udah rasa Ama Adeline tp dia selalu menyangkal.

2023-10-04

0

Kartika Sari

Kartika Sari

smoga Ben sm Adeline bs bersatu ❤
Lanjut Kak Cherry

2023-09-30

1

Zahra Icha

Zahra Icha

ayo Ben lindungi adeline 🥹

2023-09-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!