Pria itu tidak tersenyum ketika sedang berurusan dengan pekerjaan. Ben langsung berubah seratus delapan puluh derajat ketika bersama dengan Adeline. Sehingga wanita itu terbiasa menatap wajah lembut Ben yang memabukkan itu dibandingkan wajah seriusnya.
Kini di depan Kristin, Ben memasang raut yang sangat datar. Berbeda dengan yang Ben tunjukkan pada Kristin saat malam pertunangan mereka.
"Ben, apa kamu merasa terpaksa datang ke sini?" tanya Kristin.
"Lakukan saja sesukamu, selesai makan aku akan pergi," jawab Ben dingin.
"Em, aku gak peduli meskipun kamu terpaksa datang kesini, nyatanya aku sangat menyukaimu," ujar Kristin.
Ben berdecih. "Hidupmu sangat menyedihkan."
"Apa?" Kristin tidak mengerti apa maksud Ben berkata begitu padanya.
"Aku tidak suka acara perjodohan. Bahkan aku juga tidak ada niat menikah." Ben menyeruput kopi di mejanya.
"T-tapi kamu menerima perjodohan ini?" Kristin makin tak paham.
"Aku tidak suka hal yang merepotkan. Menolak keras hanya akan membuatku susah. Jadi, kuharap dari pihakmu menyerah saja, ini takkan berhasil."
"Tidak. Aku ingin ini diteruskan, Ben."
"Haah. Bahkan meski aku takkan memberikanmu apa pun? Kau tahu, aku tidak akan melakukan apa-apa padamu. Aku juga tidak berniat ... kau tahu, semacam hubungan yang bisa disebut romantis. Lebih baik kau bersama pria yang bisa memperlakukan kau dengan romantis."
"Ben kamu belum mencobanya, aku yakin—"
"Lupakan saja, aku ada wanita yang bisa memenuhi kebutuhanku. Sama sekali tidak butuh kau, Kristin."
Kristin menggertakkan gigi. Bagaimana bisa Ben seterbuka itu padanya. Itu bisa saja menyinggung perasaannya. Tapi apa dia harus menyerah secepat itu?
"Maka lupakan wanita itu, aku pasti lebih baik darinya," kata Kristin dengan percaya diri.
Ben terkekeh. "Dia yang terbaik. Maaf, aku sangat terus terang. Tapi aku hanya akan berlaku romantis pada satu wanita yang kupilih. Dan padamu ku pastikan, aku tidak bisa melakukannya."
Kristin kontan berdiri. "Maka berusahalah untuk berubah, Ben. Karena aku takkan menyerahkan kamu pada wanita lain, termasuk wanita spesial yang kamu sebutkan itu. Aku akan membuat kamu berpisah darinya!"
Ben menghela napas berat. "Kau lebih gigih dari yang kubayangkan. Maka lakukan sesukamu, karena aku pun akan melakukan apa-apa yang sesukaku. Aku harus pergi, selesaikan makannya, selamat malam."
Sambil meremas telapak tangan, Kristin menggeram tertahan. Dia tidak menyangka jika Ben akan melakukan hal yang tidak menyenangkan. Lidahnya setajam silet. Amat menyayat dan terus terang. Jadi, siapa wanita yang Ben bicarakan itu, Kristin tak akan tinggal diam.
"Adel, kenapa dia gak balas pesanku dari kemarin, ya?" gumam Kristin.
"Dia juga pergi buru-buru padahal waktu itu pesta belum selesai," tambahnya sambil berpikir.
"Apa Adeline juga menyukai Ben diam-diam? Ah tapi wanita seperti Adeline, rasanya dia takkan berani. Aku cukup tahu bahwa dia tidak punya keberanian untuk itu. Apalagi aku tahu, apa pekerjaannya di luar sana."
Kristin mencoba menelepon Adeline, tapi panggilannya tidak tersambung. "Apa dia memblokir ku? Gak mungkin! Kenapa dia harus begitu?"
**
"Tunangan kamu itu teman kuliahku, Daddy," ungkap Adeline pada Ben.
"Oh ya." Ben kelihatan tidak tertarik membahasnya.
"Iya, kalau dia sampai tahu hubungan kita, gimana?" ujar Adeline cemas.
"Kamu terlalu meremehkan aku, Baby." Ben sibuk memainkan ponselnya. Sepertinya ada yang serius yang sedang ia urus.
Hubungannya dengan Kristin tidak pernah punya masalah. Adeline tidak mengira jika dia dan Kristin akan dihadapkan pada situasi yang rumit begini. Padahal dia tidak ingin Kristin mengetahui rahasia tentang dirinya. Kalau begini, dia benar-benar harus menjauh dari Kristin.
"Baby."
Ben menatap Adeline yang kelihatan murung. "Kenapa murung begitu?"
Aku lelah, aku lelah menyembunyikan semuanya. Aku ingin Kristin tahu kebersamaannya dengan Ben. Aku ingin bisa jadi wanitamu yang sebenarnya, bukan hanya simpanan. Itulah isi hati Adeline yang tak bisa dia ungkapkan pada Ben.
"Tidak kok, aku hanya merasa agak bosan," ucap Adeline berbohong.
"Hem, bosan? Biasanya kau sering belanja. Beli apa pun yang kau inginkan, Sayang."
Adeline menghela napas panjang. Sayangnya dia sedang tidak mood belanja.
"Aku boleh beli mobil, Dad?"
Ben mengernyitkan sebelah alis. "Kau mau menyetir?"
Adeline mengangguk. "Boleh?"
Ben menggeleng. "No, aku cemas kalau kau menyetir sendiri."
Adeline ingat Kristin menyetir sendiri ke kampus. Sejak mengetahui Kristin ditunangkan dengan Ben, Adeline jadi terus kepikiran melakukan hal-hal seperti yang dilakukan oleh Kristin.
"Tapi tunanganmu pakai mobil, apa aku gak bisa melakukannya juga?"
Ben menyentuh dagu Adeline. "Apa dia memengaruhi mu, Baby? Kau berbeda dengannya, kau harus dijaga dengan baik. Aku tidak mau kau menanggung resiko di jalanan kalau menyetir sendirian."
"Kamu sangat perhatian." Adeline sangat tersanjung karena Ben memperhatikannya sampai segitu.
Ben tersenyum. "Hanya aku yang boleh memperhatikanmu. Tidak pria lain. Termasuk Dion, aku tidak suka kamu dekat dengannya."
"Kamu tahu aku dan Dion sangat tidak mungkin," geleng Adeline.
"Kenapa tidak mungkin, Baby? Dia sudah menyatakan perasaannya dari sikap yang dia tunjukkan padamu. Maka jangan berpura-pura tidak tahu."
Namun Adeline memang tidak berpikir begitu. "Tidak, kamu hanya salah paham, Dad," gelengnya pada Ben.
"Aku pria, aku bisa menilai hanya dari tatapan matanya sewaktu melihat ke arahmu. Aku sangat tidak suka."
Menyedihkan. Sikap Ben yang bisa dibilang egois boleh ditujukkan semaunya. Sedangkan Adeline tidak bisa sebebas itu terhadap Ben. Siapa saja wanita yang ditemui Ben saja Adeline tidak pernah tahu. Adeline juga tidak boleh turut campur tentang hubungan pertunangan Ben dengan Kristin.
"Baik, Daddy, aku akan lebih berhati-hati ke depannya," pungkas Adeline sambil memeluk Ben.
"Good girl. Aku menyukaimu, Baby."
Adeline tersenyum lalu mengecup singkat bibir Ben. "Aku lebih menyukaimu, Daddy."
Hari itu Ben hanya sebentar mengunjungi Adeline, dia harus mengurus beberapa keperluan pekerjaan. Kegiatannya terlalu padat setiap harinya, tapi Ben selalu menyempatkan waktu untuk Adeline.
Adeline melambaikan tangan pada Ben yang baru saja meninggalkan apartemen Adeline. Sewaktu Adeline hendak masuk kembali, dia dikejutkan dengan wanita yang berdiri jarak dua meter darinya.
"K-Kristin?"
Perasaan takut menyergapnya. Jangan-jangan Kristin barusan melihat Ben?
"Kamu ada hubungan apa dengannya, Del?" Mata Kristin melotot. Adeline yakin sekarang bahwa Kristin sudah melihat Ben.
"Jawab!!" tekan Kristin.
"Kris—"
"Aku gak sangka, Del, aku tahu pekerjaan kamu selama ini. Tapi kenapa harus Ben??!"
"Kristin kamu salah paham!" tegas Adeline.
Apa itu tadi? Kristin bilang sudah tahu pekerjaannya? Jadi, selama ini Kristin hanya pura-pura tidak tahu?
"Aku tahu kamu gak punya kemampuan untuk mendapatkan banyak uang! Jadi kamu melakukan hal yang tidak pantas begini demi membiayai kebutuhan kamu, kan Del! Aku gak masalah, tapi Ben? Kamu gak pantas sama sekali!!!"
Air mata Adeline luruh. Dia sangat sakit mendengar perkataan Kristin.
"Tinggalkan Ben! Tolong tahu diri!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Q.M.19
yg ada di hati Ben malah Adeline ko
2023-10-04
0
🌞Aline☀️
gk tega liat Adeline
2023-09-29
0
JianXu_Gege
klo adel gak mau terus lo mau apa? ✌️😚
2023-09-29
0