Calista terus mengendarai motor Scoopy yang dibelikan Marya padanya saat ia berulang tahun diumur yang ke 17 tahun sekarang.
Ia berjalan menyusuri jalan yang penuh kendaraan berlalu lalang, tanpa tujuan ingin kemana padangannya lurus kedepan terlihat fokus berkendara namun sejuta pikirannya menumpuk diotak.
Sementara Jhon menyetir mobilnya dibalik kemudi, ia telah membuat janji kepada sahabat lamanya tujuannya untuk memperkenalkan Calista dengan anak sahabatnya itu agar bisa saling mengenal dan bisa menikahkan mereka nantinya.
Calista berhenti disebuah jembatan panjang yang sudah sangat jauh di kota, ia memarkir motornya ditepi jalan jembatan itu.
Ia turun kebawah jembatan yang memang ada tempat untuk duduk untuk sekedar bersantai atau berteduh.
Ia duduk termenung disana berbicara sendiri dengan pikirannya, entah apa yang sedang ia pikirkan air matanya yang sedari penuh dikelopak matanya akhirnya penuh dan tumpah.
Pipinya yang masih memerah bekas tamparan Jhon terasa perih saat air mata membasahinya.
"Ya Tuhan kenapa engkau membiarkanku terlahir di dunia ini jika kesedihan dan penderitaan yang ku alami, mengapa Tuhan?" batin Calista menagis tersedu sedu.
Pandangan yang terarah di sungai yang begitu panjang dan mengalir tiada henti, ibarat penderitaan yang ia alami saat ini.
"Sakit sekali Tuhan aku mohon berikan aku sehari saja kebahagiaan tolong," ucapnya memegang dadanya berasa perih seperti tersayat pisau yang baru ditaburi garam.
Ia semakin teriksa tangis dibawah kolom jembatan sendirian tanpa ada seseorang yang mendengar curhatannya yang sangat menyedihkan itu.
Selama ini Calista selalu memendam jika ia punya masalah kepada Bokapnya, disekolah nya ia tidak mempunyai sahabat selain teman sekelas ia lebih sering sendiri dan pendiam.
Selain kakaknya Glenka yang ada setiap waktu. Menemaninya tak ada satupun orang lain yang memberi semangat atau menenangkan hatinya saat rapuh seperti ini.
...----------------...
...----------------...
TING-TING-TING!!
(Dering ponselnya seketika berbunyi)
Saat ia melamun dengan tangisan yang sangat haru ia disadarkan dengan suara ponselnya.
Ia membuka tasnya dan meraih ponsel ia melihat nama yang memanggil ternyata itu dari Kakaknya.
Kakak ku terhebat
Memanggil..
Ia segera mengangkat telepon dari kakaknya sambil mengusap usap pipinya menghapus air matanya.
"Halo kak," suara Calista pelan namun terdengar serak, ia tidak bisa menyembunyikan jika ia sedang menangis.
"Kamu ada dimana List?" tanya Glenka yang bisa menebak jika adiknya tengah menangis lagi.
"Ahm Calista tidak tau kak," balasnya melihat sekelilingmya dan memang ia tidak tau ia sedang berada dimana sekarang.
"Apa kamu sudah jauh dari Kota Calista?" tanya Glenka terdengar cemas kepada adiknya.
"Sudah kak malah jauh sekali, Calista lagi berhenti disebuah jembatan panjang," jawabnya menjelaskan kepada kakaknya.
"Pulang Calista Mamah dirumah mengkhawatirkanmu, dengar kakak kamu pulang sekarang," Glenka semakin mencemaskan adiknya, keadaannya yang tengah jauh di Kota, perasaannya tidak enak bagaimana jika disana Calista diganggu oleh preman preman.
"Calista tidak mau kak," ucapnya makin keras kepala terkadang ia tidak mendengar Glenka meskipun begitu Glenka masih sabar padanya.
"Kenapa List?" tanya kakaknya bingung, apa lagi yang terjadi dengan adiknya itu.
"Calista malas pulang dirumah kak, aku benci," seru Calista seketika tangisnya pecah.
Glenka yang mendengarnya semakin cemas dan kasihan ia tidak tega mendengar adiknya terus menangis dan sedih, takutnya Calista kehilangan akal sehat bisa bisa ia bunuh diri.
Itu yang terlintas dipikiran Glenka.
"List kirimkan lokasimu untuk kakak, aku akan menyusul mu," ucap Glenka membujuk Calista agar ia mau mengirim letak lokasinya kepada kakaknya.
"Ya sudah," jawab Calista selalu mengalah dan nurut kepada kakaknya.
...----------------...
...----------------...
Glenka yang sangat cemas akan adiknya ia segera bergegas pergi dari kampusnya, sebenarnya mata kuliahnya masih berlanjut dalam 30 menit kedepan, namun baginya keselamatan Calista yang terpenting itu satu satunya.
Ia mengendarai motor R15 miliknya dengan kecepatan tertinggi, Glenka terus melewati Kota yang sangat padat walau pun begitu ia mampu melewati dengan ligat.
1 jam dalam perjalanannya berhasil meninggalkan Kota yang sangat ramai ia sampai pada titik lokasi yang dikirimkan Calista padanya.
Glenka mematikan mesin motornya seraya memandangi jembatan yang lumayan panjang dan indah, ia melihat disana motor milik Calista yang terparkir dipinggir jembatan, tapi sosok Calista tidak terlihat disana.
Perlahan ia menuruni motor terkeren miliknya dan mencari keberadaan adiknya.
Ia menyelusuri dibawah kolom jembatan itu karena Glenka yakin Calista pasti berada dibawah sana.
"Calista," Glenka memanggil Calista saat ia melihat Calista tengah duduk bersilang kaki dibawah kolom jembatan itu.
Calista menoleh kearah sumber suara itu yang ternyata itu adalah kakaknya Glenka.
"Kak Glen," sahut Calista sedikit tenang melihat Glenka datang menemaninya disana.
"Mau ngapain disini hah?" tanya Glenka ikut mendudukan tubuhnya didekat Calista.
"Calista ingin menyendiri saja kak, melihat air yang terus mengalir ini hati Calista adem," jawabnya tersenyum sembari melempar kerikil batu kedalam air sungai.
"Kamu bikin kakak cemas Calista," balas kakaknya menoleh kearah adik kesayangannya.
"Lagian kakak ngapain mencariku?"balik Calista bertanya mengerutkan keningnya.
"Iyah kakak khawatir lah, sebagai kakak yang baik tidak membiarkan adik perempuannya tersakiti terus," jawab Glenka mengusap kepala Calista.
Calista luluh dan tersenyum, perasaannya mulai tenang setidaknya ada kakaknya yang selalu saja ada untuknya, setiap detik, setiap menit, dan setiap hari.
"Terima kasih kak Glen, kamu adalah kakak yang paling terbaik didunia yang pernah Calista temui. Semoga Tuhan selalu menjaga mu untuk aku," ucap Calista menyandarkan kepalanya didalam dada bidang kakak tertampannya itu.
"Apa lagi masalahmu, tolong ceritakan sama kakak," ucapnya menarik cerita agar Calista menceritakan yang dilakukan Bokapnya lagi kepada adikngmya.
"Seperti yang kakak takutkan tadi, Papah memukuli ku karena permintaan Calista ingin pergi dari rumah," jelas Calista menceritakan yang terjadi padanya antara Papahnya.
"Hmm, kakak kecewa sama kamu List," ucap Glenka lesu mengedikkan kedua bahunya.
"Calista minta maaf kak tapi ini jalan terbaik menurutku," sela Calista saat kakaknya hendak berucap kata lagi.
"Lebih baik turuti apa kata kakak," balasnya pelan mengelus rambut Calista yang tengah bersandar di dadanya, mereka terlihat seperti sepasang kekasih bukan antara adik dan kakak.
"Apa iyah kalau aku turuti ini semua penderitaanku berakhir?" tanya Calista memperbaiki posisinya menghadap kearah kakaknya.
"Mungkin, tapi tergantung sikapmu. Jika kamu terus nurut kepada Papah mungkin semuanya baik baik saja, " balas Glenka menaikan sebelah alisnya.
Calista terdiam kembali menghadap sungai yang terus mengalir itu, ia meresapi kata kata kakaknya apa masuk akalnya atau tidak.
"Biarkan aku memikirkannya lebih dalam lagi kak," ucapnya setelah keheningan.
"Baiklah, kakak selalu menunggu apa tanggapanmu," jawab Glenka tersenyum kearah adiknya.
Glenka meraih tas yang berada dibelakang punggungnya dan membukanya.
Ia sengaja membawa dua botol minuman kaleng dan beberapa cemilan untuknya dan Calista.
"Wah, kakak bawa apa?" tanya Calista tersenyum meraih minuman itu.
"Cemilan dan minuman agar beban pikiranmu hilang sebaiknya nikmati ini," jawab Glenka menyodorkan itu semua pada adiknya.
Seketika Calista berubah mood ia kembali memancarkan senyum dan kebahagiaan itu semua berkat kakaknya yang selalu setia padanya.
Calista meraih cemilan dan minuman itu dengan cepat ia menyantapnya.
Perasaan Glenka terasa aman setiap perilaku baiknya kepada Calista.
"Lupakan masalahmu lebih baik kita bersantai dulu," Glenka juga merasa nyaman melihat air yang begitu dangkal jauh ia merasa ketenangan dan adem.
Calista mengangguk angguk dan segera mencicipi cemilannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments