Bab 4 Dimulai
Hujan merah darah masih terus mengguyur bumi. Terhitung dua jam telah berlalu semenjak hujan mulai mengguyur semua yang ada dibawah langit membentang.
Satu jam kemudian hujan perlahan mulai mereda meninggalkan penampakan yang mengerikan.
Bagaimana tidak?
Setiap rumah, pohon, sungai dan apapun itu terlihat begitu mengerikan dengan warna merah, meninggalkan jejak warna darah disetiap sudut bumi yang terkena air hujan, seolah bumi baru saja dicuci dengan darah.
Apakah Tuhan marah pada umat manusia?
Yahh... mungkin saja!
Mungkin saja tuhan marah dengan manusia tamak yang merusak lingkungan alam, yang dulunya begitu asri dengan hutannya namun kini telah berganti dengan gedung tinggi ataupun perkebunan, hingga menyebabkan hilangnya rumah bagi sebagian penghuni bumi selain manusia. Belum lagi dengan asap dan polusi lingkungan, entah itu limbah atau apapun itu namanya.
Bencana ini seperti ajang seleksi manusia. Bagaimana cara umat manusia bertahan hidup dalam kekacauan dengan menggunakan segala topeng pada diri mereka untuk menginjak satu sama lainnya.
Bencana ini juga akan menunjukkan sifat sejati manusia entah itu mereka yang benar benar baik, licik, ataupun penuh akan tipuan.
Pada siang harinya setelah makan siang, Rena dan orang tuanya masih menghabiskan waktu mereka di depan televisi, sebab tidak berselera melakukan aktivitas di luar rumah setelah hujan pagi tadi. Mereka lebih tertarik menyaksikan berita di televisi yang masih menayangkan mengenai hujan merah tadi pagi yang ternyata terjadi secara menyeluruh disetiap negara.
"kok jadi serem gini ya, Yah! Seluruh negara loh hujannya warna merah." Dengan raut wajah yang terkejut mendengar berita yang ada di televisi.
"Benar Bu! Kok aneh ya!" jawab Ayah Rena dengan kening mengkerut seperti sedang berfikir.
"apa jangan jangan bakal ada wabah ya, Yah!
Gak biasanya loh kayak gini." Balas ibuk dengan panik.
"ah, Ibu ini ada ada aja! Dulukan juga ada hujan merah gini di Negara X dan gak terjadi apa apa dinegara tersebut buk." jawab Ayah Rena mencoba menenangkan kekawatiran istrinya tersebut.
"Ya kan itu cuman ada di satu Daerah saja Yah, bukan di setiap daerah yang ada di Negara X. Lah ini merata loh yah semua Negara!." Bukannya tambah tenang ibu malah semakin panik dengan apa yang di katakannya itu.
"yasudah lah Bu, kita tunggu saja berita dari pemerintah jika nanti terjadi wabah pasti nanti akan diumumkan." jawab Ayah sekenanya saja tanpa menunjukkan kekawatiran di wajahnya agar Istrinya tidak semakin panik, padahal dalam kepalanya sedang berfikir keras setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Istrinya tersebut.
"Ayah ini gimana sih, ibuk saja kawatir sampai panik gini loh!" sewot ibu melihat suaminya tenang tenang saja.
"ya mau gimana lagi buk, kalaupun nanti ada wabah kita hanya harus bersiap dengan segala yang kita punya." kata Ayah Rena.
Mendengar itu Ibu jadi terfikirkan air bersih apabila benar benar terjadi wabah nantinya apalagi air hujan berwarna merah bisa saja menyebabkan penyakit.
Jika Rena tau apa yang sedang difikirkan ibunya itu mungkin saja dia akan terkejut dengan pemikiran Ibunya itu.
"Yah, gimana kalau kita menampung banyak air saja, mumpung air hujan belum benar benar terserap ke dalam tanah." Usul Ibu Rena.
"Ibu gak mau mandi pake air yang nantinya kita tidak tau apakah tetap jernih atau malah ikut jadi warna merah setelah hujan ini. Akan mengerikan nanti mandi dengan air seperti darah." lanjut Ibu Rena sambil begidik ngeri.
Mendengar itu Ayah Rena pun membenarkan perkataan istrinya, apalagi sumber air dirumah ini yang memang hanya berasal dari sumur saja.
"ibu benar! Ayo kita tampung air sebanyak banyaknya. Rena ayo bantu ayah dan ibu menyediakan tempat untuk menampung air." Ajak sang ayah kepada Rena.
Mendengar percakapan orang tuanya serta ajakan ayahnya, Rena tiba-tiba tersadar telah melewatkan satu hal yang penting yakni sumber air. Dia merutuki kebodohannya itu dalam hatinya, bagaimana dia bisa lupa akan sesuatu hal sepenting ini.
Dirinya dulu memang memiliki kemampuan air namun belum tentu dia masih akan sama memiliki kemampuan tersebut di kehidupan keduanya ini.
"Baiklah ayah ayo kita menampung banyak air." Rena kemudian mengikuti orang tuanya ke bagian belakang dimana terdapat sebuah sumur yang memang ada didalam rumah tersebut.
Keluarga kecil yang terdiri dari tiga orang itu kemudian secara bergotong royong menampung air menggunakan apa yang ada di rumah tersebut, entah itu didalam bak mandi, ember, ataupun baskom besar.
Untungnya air masih jernih saat ini, jika saja mereka menampung air pada sore hari maka air tidak akan memiliki warna yang sejernih ini. Seingat Rena memang air sumur masih dapat dikonsumsi pada siang harinya namun pada sore harinya air akan berubah warna.
Setelah urusan tampung menampung air selesai, keluarga kecil itu kemudian pergi beristirahat ke dalam kamarnya masing masing.
Pada sore harinya ketika Ayah dan Ibu Rena tengah melihat air hujan yang telah mengering di depan rumah mereka, mereka dikejutkan dengan keributan yang terjadi sebuah rumah yang berjarak tiga rumah dari rumahnya.
Setelah dicari tau ternyata ada Anak yang mengalami flu dan demam yang tinggi hingga menyebabkan Anak tersebut kejang kejang di rumah tersebut.
Namun yang mengejutkan adalah munculnya tiga ambulan ke desa tersebut, yang ternyata untuk membawa beberapa anak yang mengalami penyakit yang serupa ke rumah sakit terdekat.
Setelah pulang kerumah, Ayah dan Ibunya melihat putri mereka yang tengah menyimpan sapu sebab Dia baru saja menyapu ruangan keluarga dan kemudian orang tuanya menceritakan apa yang baru saja terjadi di rumah tetangganya tersebut. Mendengar itu Rena langung saja mengambil remot televisi dan langsung saja menghidupkannya.
Melihat kelakuan putrinya itu Ibu Rena ingin menegurnya karena dia tidak menanggapi apa yang mereka ceritakan, namun sebelum Dia mulai berkata berita di televisi membuat orang tuanya tertegun sebab berita yang tengah mereka dengar, yang mengatakan bahwa telah terjadi wabah flu disertai demam tinggi yang menyebabkan kejang di semua daerah.
Mendengar berita itu, keluarga kecil itu saling pandang tanpa berucap satu kata pun, mereka sibuk dengan pemikirannya masing masing sambil terus melihat berita yang menunjukkan menumpuknya pasien rumah sakit akibat penyakit tersebut, yang didominasi oleh pasien anak anak dan orang dewasa.
Tidak lama setelah berita tersebut, muncul pula berita lainnya yang menyatakan bahwa air hujan yang terjadi tadi pagi mengandung bakteri berbahaya yang menyebabkan penyakit flu dan demam tinggi.
Kondisi tersebut membuat kepanikan dalam masyarakat setelah disusulnya pernyataan tambahan yang mengatakan bahwa menipisnya pasokan air bersih di seluruh kota sebab terkena air hujan tadi pagi yang pastinya akan berdampak sangat buruk bagi kesehatan masyarakat.
Masyarakat yang memiliki sumur juga dihimbau agar tidak menggunakan air dari sumur sebab dikawatirkan air hujan yang telah meresap ke dalam tanah juga telah terkontaminasi oleh bakteri berbahaya.
Keluarga kecil itu saling pandang setelah berbagai berita yang mereka dengar.
"Untung saja tadi Ibu kepikiran untuk menampung air." kata Ayah Rena menatap sang istri dan anaknya.
"Benar, Ayah! Tidak sia sia kepanikan dan kekawatiran ibu tadi." kata Rena menimpali perkataan ayahnya.
"Tuh kan Yah, Ren kecemasan Ibu benar. Untung kita masih sempat tadi sebelum air hujan itu meresap ke dalam tanah." balas Ibu sambil bernafas lega.
Entah bagaimana jadinya bila mereka terlambat menampung air tadi.
Pada malam harinya mereka mencoba menghidupkan pompa air yang ada dirumah mereka untuk melihat air sumur.
Setelah air mulai keluar dari pipa, terlihatlah air yang tadinya jernih telah berubah warna menjadi kemerahan. Melihat itu ayah rena langsung mematikan pompa air tersebut karena takutnya nanti akan menyebabkan penyakit.
Melihat air kemerahan yang berada dalam ember yang hanya terisi setengah itu langsung saja Ayah Rena membuang air itu ke dalam selokan.
Ketika mereka sedang berkumpul di ruang keluarga Rena mengusulkan kepada ayahnya untuk membeli dua galon air sebab banyak warga masyarakat yang juga melakukan hal tersebut untuk persediaan air bersih mereka. Akan sangat mencurigakan nanti apa bila mereka tidak mengikuti setiap arus yang sedang terjadi bisa bisa pesediaan merekalah yang akan dirampas nantinya.
Mendengar apa yang dikatakan oleh anaknya tersebut orang tua Rena saling pandang dan membenarkan apa yang dikatakan anaknya tersebut. Ibu Rena juga akan ikut dengan ayahnya untuk membeli galon, sebab Rena juga mengatakan kepada Ibunya untuk segera membeli bumbu dapur dan makanan instan, karena mungkin saja nanti benda benda itu akan sangat langka apabila wabah ini berlangsung dalam waktu lama.
Beberapa saat setelah orang tuanya pergi Rena memasuki kamarnya kemudian dia mencari botol spay yang akan diisinya dengan air hujan merah darah. Setelah menemukannya Rena bergegas menuju kamar mandinya untuk mengisi air hujan kedalam botol spray tersebut dan langsung saja Dia menyemprotkannya ke atas sehingga membentuk embun yang akan mengenai dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
fatliqa
benar..bahkan aku merindukan hutan di masalalu /Scowl/
2024-08-04
1