Teja mengernyitkan dahinya melihat penampilan Luna. Sampai di rumah, dia langsung minta Bibi menyiapkan makan malam dan memanggil Luna. Setelah kejadian bertemu di café, Teja penasaran dengan respon Luna. Ingin menjelaskan, tapi ego masih meraja.
Bibi pun sudah pamit pulang saat pasangan itu asyik dengan piringnya masing-masing dan Teja masih heran dengan gaya pakaian Luna. Gadis itu mengenakan celana training dan jaket hoodie. Ingin bertanya, tapi bibirnya berat untuk membuka suara.
“Udah selesai belum?”
Teja menyeka bibirnya dengan tisu dan hanya berdehem menjawab pertanyaan Luna, gadis itu akan membereskan meja.
“Aku butuh kopi, bisa kamu buatkan.”
“hm.”
Teja menuju kamarnya, suasana rumah masih terasa sepi dan berbeda karena ulah istri bar-barnya yang mendadak jadi pendiam. Seperti ada yang hilang, karena Luna biasa cerewet. Dengan piyama tidur, Teja keluar kamar. Minta kopi pada Luna hanya ide agar bisa berinteraksi dengan gadis itu. Berharap Luna menyerah dan kembali dengan kebiasaannya.
Namun, kenyataan tidak sesuai harapan. Cangkir dengan isi kopi yang masih mengeluarkan asap sudah tersaji di meja makan dan gadis itu sudah tidak terlihat di sudut manapun, tentu saja sudah berada di kamar.
...***...
“Kenapa?” tanya Teja, ternyata sang istri belum beragkat masih berdiri di samping motornya.
Bibi bilang kalau gadis itu sudah berangkat, ternyata ide Teja berhasil. Ban motor yang dia kempeskan semalam membuat Luna berkendala untuk berangkat pagi ini.
“Kempes,” sahut Luna menendang ban motornya karena kesal.
“Ayo, aku antar,” ajak Teja, dengan wajah datar seperti biasa. Padahal dalam hati ia ingin bersorak karena rencananya berhasil, berhasil hore.
“Berangkat gampang, bisa naik ojek. Pulangnya yang ribet, hari ini aku harus ke lokasi cek progress project.”
“Aku jemput, tinggal share loc saja. Nanti motormu biar diurus satpam. Ayolah, nanti kesiangan."
Luna mengalah, membuka pintu mobil lalu masuk dan memakai seatbelt. Teja berusaha menahan senyum, perlahan meninggalkan rumah menuju kantor istrinya.
Sudah beberapa hari Luna bungkam, mungkin merajuk. Kini mereka berada dalam satu mobil, meski tidak ada percakapan apapun paling tidak menjadi awal yang baik untuk perbaikan hubungan mereka.
“Jangan lupa share loc.”
“Iya,” sahut Luna lalu melepaskan seatbelt. “Salim,” ujarnya mengulurkan tangan, Teja pun memberikan tangannya ikhlas untuk dicium dengan takzim. Pandangan Teja tidak lepas dari Luna yang mulai menjauh dan menghilang memasuki lobby kantornya.
Sampai di kubikel, Luna menyiapkan berkas yang harus dibawa untuk ke lapangan. Ada beberapa titik lokasi yang harus dia kroscek.
“Luna, Pak Doddy tadi cari kamu.”
“Hah, kapan?”
“Belum lama deh.”
Luna berdecak pelan, untuk apa sepagi ini Doddy mencarinya. Saat membuka ponsel ada pesan dari pria itu, mengatakan kalau dia mencari karena ingin mengajak sarapan.
“Kayaknya modus deh, apa coba pagi-pagi begini nyariin aku Cuma mau ajak sarapan,” gumam Luna kemudian membalas pesan Doddy.
Beruntung Pak Arta mengajak para senior untuk rapat, jadi Luna bebas keluar tanpa ditemani pria itu. Karena tidak membawa kendaraan, akhirnya mendatangi lokasi menggunakan ojek dan taksi. Tergantung wilayah yang dituju.
Lokasi terakhir berada di area sekolah, yang mana sore dan malam sudah pasti sepi. Luna sudah mengirimkan lokasi pada Teja. Sudah lewat jam lima sore dan langit sudah gelap seperti akan turun hujan, gadis itu bergegas meninggalkan lokasi dan menunggu Teja di halte tidak jauh dari titik yang dikirim pada suaminya.
“Kemana sih, udah gerimis begini,” keluh Luna.
Menghubungi kontak Teja, tapi tidak dijawab padahal tersambung. Hujan pun turun, bahkan cukup deras. Luna berkali-kali menghubungi kontak suaminya, lagi-lagi tidak ada jawaban. Mulai kesal dan emosi, sepertinya dia tidak bisa mengandalkan Suteja. Lagi-lagi pria itu membuatnya kecewa.
Luna memesan taksi online, tapi driver membatalkan karena ban mobilnya kempes. Ketika memesan ulang, ada motor berhenti dan dua orang pengendaranya turun lalu ikut berteduh. Sempat merasa takut karena gerak-gerik orang itu mencurigakan.
“Nunggu siapa Mbak?” tanya salah seorang yang sudah duduk tidak jauh dari Luna.
“Suami saya,” sahutnya menatap layar ponsel karena orderan belum ada yang mengambil. Sempat melirik sekitar dan sepi karena hujan deras.
“Suaminya di mana?”
“Dua blok lagi sampe, tadi habis razia narkoba makanya telat jemput,” tutur Luna berdusta bahwa suaminya adalah petugas kepolisian.
“Masa?”
“Hm.”
“Dingin ya mbak, mau kita hangatkan nggak. Sepi kok di sini, nggak akan ada yang lihat.”
Nyali Luna menciut, apalagi mereka berdua dan laki-laki. Alarm tubuhnya sudah meraung-raung pertanda kalau dia dalam bahaya. Otaknya langsung berpikir bagaimana cara menghindar tanpa ada kekerasan, karena salah langkah Luna pasti kalah.
“Emang situ bawa kompor, pake mau ngangetin,” canda Luna seakan tidak takut.
Dari ujung mata dia bisa lihat orang yang satunya berjalan ke arah dia duduk, semakin bahaya. Luna pun langsung berdiri dan berlari di bawah deras hujan. Kedua orang tadi sempat berteriak.
“Lo tunggu aja, bentar lagi ada polisi datang mau nangkap lo berdua,” teriak Luna dan kembali berlari. Tanpa terasa air matanya mengalir bersama air hujan yang membasahi wajahnya. Melihat ada pos security, Luna mempercepat langkahnya.
...***...
“Terima kasih pak,” ujar Luna sambil menyerahkan lembaran rupiah
“Mbak, ini kelebihan.”
“Ambil aja kembaliannya.”
Pagar rumah dibuka oleh petugas keamanan, Luna berlari kecil menuju beranda karena masih ada rintik hujan.
“Mbak Luna, kenapa hujan-hujanan,” pekik Bibi melihatku lepek dan basah seperti anak ayam kecebur sungai.
“Nggak ada taksi Bik, jadi naik ojek.”
Luna menatap ke arah garasi, tidak ada mobil Teja di sana, gadis itu menghela nafasnya merasa bodoh karena sudah mempercayai Suteja dan berakhir kecewa. Bibi memapah Luna menuju kamarnya dan mengarahkan untuk segera mandi air hangat.
Keluar dari kamar mandi, bibi membawakan teh manis hangat serta semangkuk mie rebus sesuai permintaan gadis itu.
“Pak Teja kemana Bik?” tanya Luna menyerahkan mangkuk yang sudah kosong.
“Sore sudah pulang, sekitar jam tigaan tapi nggak lama berangkat lagi. Terburu-buru, katanya ada teman yang sakit.”
Temen apa demen, batin Luna.
Esok hari, Teja bangun terlambat karena semalam pulang cukup larut. Tidak mendapati Luna di meja makan.
“Bik, Luna sudah berangkat?”
“Eh, iya. Bibi belum lihat. Di cek dulu deh ke kamarnya, takut kesiangan. Semalam Mbak Luna pulang basah kuyup kehujanan naik ojek.”
“Kehujanan,” gumam Teja dan dia baru ingat kalau kemarin janji menjemput gadis itu. Apalagi ponselnya tertinggal dan baru sadar ada banyak pesan dan panggilan dari Luna.
“Pak Teja,” teriak Bibi dari depan kamar Luna.
“Kenapa Bik?”
“Mbak Luna, pingsan.”
“Hah!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Lilis Wn
tejoooo mah gitu ga tanggung jawab jd laki 😡
2024-02-25
0
Lina Suwanti
kok kayak tagline Dora sm Boots yaa😂
2024-01-10
2
farida
jangan lama" thor upnya penasaran nich uhhhhh pengen Ngegeplak teja tuh
2023-10-07
0