“Mbak Luna mau makan sekarang?”
“Nanti aja Bik, tunggu suami saya. Bibi kalau mau pulang, nggak apa.”
Luna sudah tiba di rumah sebelum maghrib, sudah bertekad akan menjadi istri yang baik dan berusaha membuat Teja menerimanya. Meskipun masih ragu apa mungkin Teja bisa mencintainya. Sedangkan pesan yang dikirimkan tadi pagi masih belum dijawab hanya dibaca saja. Bahkan pesan baru yang isinya Luna akan menunggu Teja pulang untuk makan malam malah belum dibaca sama sekali.
Setengah delapan malam terdengar deru mesin mobil, ternyata Teja yang datang. Luna menyambut pria itu dan direspon dengan dahi berkerut. Teja bingung dengan Luna yang menyambut bahkan dengan ceria dan menawarkan minum juga makan malam.
“Jadi gimana Pak, Mau makan dulu atau mandi dulu?”
“Bibi ke mana?”
“Sudah pulang, Pak Teja yang buat peraturan bibi nggak boleh menginap di sini setelah kita menikah. Aku tahu maksudnya, biar nggak ada yang tahu kalau malam aktivitas kita kayak gimana ya. Pak Teja mesum ih." Luna bertutur sambil terbahak lalu memukul pelan lengan Teja.
“Siapa yang mesum? Otak kamu yang mesum. Kamu habis minum atau gimana? Aneh banget.”
“Kita makan dulu ya Pak, laper nih.”
Teja pun menuju meja makan, bukan karena ajakan Luna. Namun, perutnya memang sudah berteriak minta diisi. Kesibukannya hari ini membuat dia melewatkan makan siang. Luna berperan bak istri yang baik di meja makan, seperti yang Indah lakukan pada Amar.
“Silahkah dinikmati suamiku.”
Teja tidak memperdulikan sikap Luna dan fokus pada makan malamnya. Teringat isi pesan Luna pagi tadi kalau dia tidak ingin jadi janda tapi perawan.
“Apa Luna memang masih perawan,” batin Teja. Tiba-tiba terbersit keinginan membuktikan sendiri hal itu, tapi otaknya kembali normal lalu menghapus rasa penasaran itu. Walaupun mereka harus berakhir, Teja ingin melepas Luna dalam keadaan tidak ia sentuh.
“Sudah selesai?” tanya Luna.
Teja mengangguk pelan lalu meninggalkan meja makan.
“Pak Teja mau mandi ya, perlu saya siapkan air hangatnya? Atau perlu ditemenin mandi? Teman tidur mungkin?” Luna mencecar pertanyaan yang isinya penawaran, meskipun dalam hati gadis itu terbahak menertawakan gayanya mirip istri kurang dibelai.
“Nggak usah aneh-aneh,” seru Teja sebelum membuka pintu kamarnya, bahkan tanpa Luna tahu pria itu mengunci dari dalam. Khawatir kalau Luna memaksa masuk ke dalam kamarnya.
...***...
Esoknya, Teja kembali dihadapi dengan sikap Luna yang berlagak bagai seorang istri sungguhan. Menawarkan yang biasa Teja lakukan, seperti kopi di pagi hari juga mengantar sampai mobil sedangkan dia sendiri juga harus berangkat kerja.
“Hati-hati di jalan ya Pak, nggak apa kok kalau Pak Teja kangen. Aku on call untuk Bapak, nanti aku langsung cuss pulang,” tutur Luna membuat Teja bergidik ngeri. Antara mabuk dan kerasukan, pendapat Teja menilai sikap Luna.
Sudah beberapa hari dihadapkan dengan sikap Luna yang berusaha mendapatkan perhatian darinya, malam ini Teja dikejutkan dengan Luna yang acuh. Gadis itu duduk di sofa menonton televisi hanya melirik sekilas ketika Teja pulang.
“Bibi ke mana? Aku lapar,” seru Teja.
“Sudah pulang, makan malam sudah di meja. Pak Teja makan sendiri ya, saya lagi malas akting jadi istri yang baik. Nggak dapat piala citra, dilirik juga nggak.” Luna menatap layar tv sambil dengan toples cemilan di tangannya.
Teja berdecak mendengar ucapan istrinya. Pria itu menggulung lengan kemejanya nya sampai siku lalu menoleh dan terkejut dengan penampilan Luna yang memakai kaos tanpa lengan dan legging pendek. Meskipun tidak terlalu seksi dan menggoda, tapi pria dewasa seperti Teja bisa teg@ng hanya disuguhkan hal seperti itu.
“Luna, pakaianmu ….”
“Kenapa?”
“Ck, apa tidak ada pakaian yang lebih sopan lagi?”
Luna menggaruk kepalanya setelah meletakan toples ke atas meja. Gadis itu berdiri dan menunduk melihat apa yang dikenakan.
“Memang ini kurang sopan pak? Perasaan biasa aja deh, lagian Pak Teja juga nggak tertarik ‘kan?” Ia menduga kalau Teja tidak berselera dengan perempuan, makanya menjadi bujang lapuk. Ditambah Teja tidak tergugah sedikitpun dengan usaha Luna beberapa hari kemarin.
“Mulutmu, aku ini pria normal.”
“Nggak mungkinlah, Pak Teja nggak bakalan ngiler meskipun saya polos. Sudah sana makan dulu.”
Bukannya beranjak, Teja malah mengambil remote mematikan TV membuat Luna protes.
“Ingat kata-kata ini. Aku pria normal dan aku bisa berc!nta tanpa rasa cinta, jangan pancing aku dengan ide mesum di kepalamu itu.”
“Idih, kepedean. Pak Teja tuh nyebelin, sok jual mahal padahal diobral juga belum tentu aku mau. Ingat ya kita menikah karena perjodohan dan sepakat akan saling menerima, tapi aku ngerasa kita nggak ada usaha untuk itu.”
Luna pun beranjak dari sofa menuju kamarnya.
“Kalau udah makan, beresin sendiri. Aku lagi mode ngambek.” Teja hanya menggelengkan kepala mendengar teriakan Luna sebelum masuk kamar.
Esok pagi, karena weekend Luna bangun lebih lambat. mendapati rumah yang sepi, walaupun memang biasanya sangat sepi. Gadis itu menuju dapur dan menanyakan di mana Teja pada si Bibi.
“Joging Mbak. Pak Teja kalau weekend gini biasa jogging, nanti jam sembilan atau jam sepuluh baru pulang.”
Luna meninggalkan dapur, menguap lalu menoleh ke kamar Teja. Entah bisikan setan dari mana, gadis itu penasaran dengan kepribadian suaminya. Menoleh kiri dan kanan memastikan situasi aman, ia pun menuju kamar Teja.
“Wow, maskulin banget,” ujar Luna menatap kamar Teja yang hanya didominasi warna putih dan hitam. Cat tembok putih dan di beberapa bagian berwarna hitam termasuk list jendela. Ranjang dengan sprei juga berwarna putih, ada juga sofa dan perlengkapan lain berwarna hitam.
“Kayak papan catur,” ujar Luna lalu terkekeh.
Gadis itu berjinjit menuju ruang ganti dan kembali tercengang dengan kondisi ruangan yang begitu rapi. Semua jenis pakaian dan aksesoris tertata sesuai jenis dan warna.
“Wajar aku bilang Pak Teja belok, lihat aja isi lemarinya. Aku yang cewek aja berantakan.”
Luna tidak mendapatkan foto atau apapun yang menunjukan bahwa Teja memiliki kekasih atau wanita di luar sana. Pandanganya tertuju pada kotak di atas lemari. Ia menarik kursi untuk mengambil kotak tersebut dan membukanya.
“Ini apa?”
Ada dua kecil di dalam kotak tersebut dan sebuah amplop coklat. Kotak pertama Luna buka, isinya beberapa lembar foto.
“Ini kayaknya Pak Teja waktu masih muda, mirip siapa ya? Imut,” seru gadis itu. Lembaran foto Teja dan seorang wanita seusianya. “Juli,” ucap Luna membaca tulisan di belakang foto. Ada selembar kertas ternyata isinya surat, Luna membaca sambil mengerutkan dahinya.
“Oh My God, dia selingkuh.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Lilis Wn
ayok lun trus cari tau masa lalu tejooo 😂
2024-02-24
1
Defi
keren Lun 👍👍, biar Teja bisa mikir mau sampai kapan dia hidup di masa lalu
2023-10-01
3
Defi
kapok ya Lun, tapi bagus juga tarik ulur begitu biar Teja merasa kehilangan setelah sebelumnya merasa risih 😂🤣
2023-10-01
0