Pukul tujuh malam, Teja sudah tiba di rumah. Sempat melihat sekeliling mencari keberadaan Luna, apalagi rumahnya tampak sepi seperti biasa.
“Bik.”
“Eh, sudah pulang Pak? Mau makan malam sekarang?”
“Luna belum pulang?”
“Sudah Pak, sore tadi. Malah sudah makan malam duluan, saya pikir Bapak pulang lebih malam. Mau saya siapkan makan malam?”
“Iya.”
Teja menatap ke arah kamar istrinya sambil menunggu makanan dihidangkan oleh si bibi. Teringat pertemuan siang tadi, di mana Luna bersikap formal dan … dewasa. Penampilan gadis itu juga berbeda, tidak seperti di rumah, apalagi saat pertama mereka bertemu.
Makanannya baru habis sebagian ketika Teja mendengar senandung dari gadis yang tadi dia cari. Kembali cuek dan terus mengunyah.
“Eh, Pak Teja sudah datang. Tau gitu tadi kita makan bareng aja.” Luna menuju lemari es, mengambil botol air mineral.
Teja menatap penampilan Luna yang mengenakan piyama doraemon dan rambut yang digulung asal. Setelah meneguk airnya, gadis itu menuju meja makan dan duduk berhadapan dengan Teja yang mengalihkan pandangannya.
“Aku sudah belanja bulanan, nggak tahu deh sudah lengkap atau belum. Tapi belanja sesuai list dari Bibi.”
“Hm.”
Luna akan beranjak, tapi urung karena Teja memintanya duduk lagi. menunggu suaminya selesai makan, gadis itu menyangga wajahnya dengan tangan kanan sedangkan jemari tangan kiri dia ketuk-ketuk ke atas meja.
Teja meletakan tisu kotor bekas lap mulutnya.
"Kantormu tidak tahu kamu sudah menikah?"
“Hm.”
“Kenapa?” tanya Teja dengan wajah serius menatap Luna.
“Aku akan sampaikan kalau sudah waktunya, lagipula pernikahan ini juga tidak jelas akan dibawa kemana. Oh iya, Pak Teja harus profesional ya karena aku sudah berusaha profesional. Kerjasama dengan Seloka Design jangan bawa-bawa hubungan kita, jangan karena aku yang bertanggung jawab dengan design lalu kerjasama dibatalkan atau malah sengaja ngerjain aku dengan merubah total rancangan.”
“Tidak usah khawatir, aku bukan pria seperti itu.”
“Ya sudah.” Luna sudah melangkah menuju kamarnya, tapi terhenti karena Teja kembali memanggilnya.
“Bereskan ini!” titah Teja.
“Hah, itu ‘kan tugasnya bibi.”
“Beliau sudah pulang. Setelah kita menikah Bik Ida tidak tidur di sini.”
Luna menghentakan kakinya karena kesal, dia tidak pernah melakukan pekerjaan rumah dan saat ini rasa kantuk sudah mendera. Luna termasuk manusia yang tidak bisa tidur larut malam, kecuali ada masalah yang menjadi beban pikiran membuat otaknya terus bekerja.
"Chuaks."
...***...
Pagi ini Teja melewatkan sarapan, bergegas karena harus ke luar kota ada janji urusan bisnis. Sampai di beranda rumah, dia melihat Luna berdiri di samping motor sedang menatap layar ponselnya. Pria itu sampai mengernyitkan dahinya memastikan kalau perempuan yang dia tatap adalah Luna.
“Luna."
Gadis itu menoleh.
“Kamu mau ke mana?”
“Kerja Pak, masa mau ngamen.”
“Tapi ini masih pagi, mana ada jam kerja kantor sepagi ini.”
Luna menghela nafasnya, memang sekarang baru jam enam pagi. Meskipun judulnya dia akan ke kantor, tapi Luna akan mampir ke rumah Surya. Gadis itu merindukan Eyangnya, biasa bertemu dan bercengkrama tapi kini mereka terpisah walaupun dalam konteks memenuhi permintaan pria itu.
“A-aku kangen Eyang,” ujar Luna dengan suara lirih dan mata yang berembun.
Teja memahami kondisi istrinya, dia mendengar kalau Luna tinggal dan dibesarkan oleh Kakeknya. Sedangkan Teja, tidak terlalu dekat dengan ayahnya karena hanya anak dari istri kedua.
“Lain kali beritahu aku ke mana kamu akan pergi selain ke kantor.”
“Iya.”
Luna sudah berada di atas motor dan memakai helmnya, tapi kembali turun dan menghampiri Teja.
“Salim,” ujar gadis itu sambil mengulurkan tangan. Teja sempat heran lalu mengulurkan tanganya, dia kira Luna akan mengajak salaman ternyata gadis itu mencium punggung tangannya lalu kembali ke motornya. Bahkan sempat membunyikan klakson sebelum kendaraan roda dua itu perlahan meninggalkan kediaman Teja Dewangga.
Teja akan menemui calon rekan bisnisnya di daerah Bogor, karena itulah dia berangkat sepagi mungkin karena janji temunya jam sembilan pagi. Berangkat lebih pagi untuk menghindari kemacetan dan pria itu tiba beberapa menit lebih awal.
Sudah ada teman sekaligus rekan bisnis yang menyambut kedatangan Teja.
“Gue pikir lo bakal telat. Pesan dulu deh, lo pasti belum sarapan.”
Pertemuan diadakan di salah satu resto sebuah hotel, rekanan Teja bersama sekretarisnya. Mereka berbincang ringan sambil sarapan, sampai akhirnya diskusi mengenai kerjasama. Teja memiliki software house yang dia bangun sejak kuliah, awalnya hanya start up tapi sudah berkembang menjadi software house. Tentu saja dengan modal awal dibantu oleh Adam -- ayahnya.
Pertemuan kali ini karena kerjasama pembuatan software untuk perusahaan baru. Selain itu Teja juga ada usaha jual beli dan sewa apartemen, serta rencana membuka café.
“Secara teknis, prototype system yang lo usulkan gue udah oke. Urusan kontrak kerjasama nanti komunikasi aja sama sekretaris gue. Siapa tahu kalian bisa lebih dekat dan cocok bukan cuma urusan kerja.”
Wanita yang dimaksud tersenyum malu, sedangkan Teja malah berdecak.
“Gue udah nikah.”
“Hah serius?”
Teja menunjukkan jarinya di mana tersemat sebuah cincin.
“Akhirnya temen gue ini laku juga, tapi lo serius ‘kan menikah bukan Cuma ….”
“Sudahlah, itu urusan gue.”
“Teja, lo harus move on. Juli sudah bahagia dengan keluarganya, Andin sudah meninggal masa sampai sekarang lo nggak bisa sembuh juga.”
Teja hanya diam mendengar nasehat temannya yang mengetahui dengan jelas masa lalunya.
“Gue dengar sepupu Andin sekarang di Jakarta, kemungkinan kalian bertemu sangat kecil. Secara Jakarta kota besar dan populasi penduduknya tinggi, tapi kalau sampai kalian bertemu jangan lagi lo usik masa lalu. Percuma karena hanya lo yang bakal rugi. Andin nggak akan hidup lagi sedangkan lo bisa terpuruk di jeruji besi.”
Teja memijat dahinya pelan, bagaimana mungkin dia bisa move on sedangkan bayang-bayang masa lalunya seakan tidak hilang. Emosi yang dia rasakan saat itu kala mengetahui kekasihnya menghabisi nyawanya sendiri dan pelaku pelecehan ternyata masih ada hubungan saudara malah bebas berkeliaran seakan masih terasa.
“Gue penasaran dengan istri lo? Apa dia teman kita juga atau ….”
“Bukan. Dia jauh di bawah kita, umurnya baru dua puluh lima.”
“Hah, serius? Kampr3t juga lo, bisa dapetin daun muda. Kayak sugar daddy aja.”
Dalam hati Teja menyetujui istilah itu, dia dan Luna memang bagaikan sugar daddy dan sugar baby. Di situasi tertentu malah seperti tom and jerry.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Mebang Huyang M
ceritanya bagus thor.
2024-03-16
2
Lilis Wn
move on kang , masih aj tersesat masa lalu 😂
2024-02-24
0
Hasbi Asidiqi
kang mas teja yakin gak bakal jatuh cinta secarabluna itu paket komplit.....
2023-12-16
1