Obrolan dengan Teja mengenai pernikahan mereka ke depan seakan terus mengiang di telinga Luna. Gadis itu terus bergumam sambil berjalan mondar mandir, tentu saja menggumamkan sikap dan ulah Teja. Sebenarnya Luna pun belum menyukai Teja, tapi dia akan mencoba membuka hatinya.
“Dipikir dia siapa? Kalau bukan karena Eyang, nggak mungkin juga aku terima perjodohan ini. Meskipun aku jomblo bukan berarti aku nggak laku, bukan kayak dia bujang lapuk pasti karena tidak ada perempuan yang mau.”
“Kalau aku sampai cerai, Eyang pasti sedih.”
“Aku akan buat Teja Dewangga jatuh cinta denganku, itu harus. Kaluna Zena, tunjukkan pesonamu.”
Luna pun menuju pintu kaca menuju kolam renang. Sengaja memilih kamar itu untuk dia tempati. Cukup strategis dan mengarah langsung ke taman serta kolam renang.
“Hahh.” Luna menghela nafasnya lalu menguap. “Kayaknya tidur siang enak nih. Di mana-mana habis nikah tuh honeymoon, atau liburan kek. Ini malah ngerem di kamar.” Mulut gadis itu masih terus mengoceh sambil menuju ke ranjang dan berbaring di sana.
Entah berapa lama Luna tertidur, ia terjaga mendengar ketukan pintu.
“Sebentar,” sahut Luna sambil beranjak dari ranjang dan berjalan gontai menuju pintu. Ternyata si Bibi yang sudah berdiri di depan pintu.
“Maaf Mbak, untuk makan malam sudah ada di meja. Kalau mau hangat bisa pakai microwave. Untuk bahan makanan sudah menipis, memang waktunya belanja.”
Kaluna menggaruk kepalanya tidak mengerti maksud Bibi menyampaikan hal itu untuknya, seharusnya disampaikan pada Teja atau karena mereka sudah menikah dan dianggap Luna sebagai Nyonya rumah.
“Oh,” ucap Luna.
“Saya permisi pulang ya Mbak.”
“Eh, kenapa pulang?”
Bibi pun mejelaskan kalau Teja tidak mengharuskan si Bibi menginap setelah mereka menikah.
“Hah, terus kalau malam aku atau Pak Teja butuh sesuatu gimana?”
“Bapak bilang ada Mbak Luna yang mengurus.”
“Pak Teja di mana Bik?”
“Tadi pergi Mbak, makanya saya pamit sama Mbak,” ujar Bibi lalu benar-benar pamit dan meninggalkan rumah. Luna menahan geram mendengar Teja malah pergi.
“Dasar nggak tanggung jawab, ke mana tu lakik,” cetus Luna. “Suteja,” teriaknya lagi.
...***...
Entah jam berapa Teja pulang, Luna tidak biasa tidur larut tidak menunggu sampai pria itu datang. Bahkan pagi ini Luna sudah berada di meja makan, sesekali melirik pintu kamar Teja yang masih rapat.
“Jadi curiga, semalam dia kemana? Jangan-jangan ketemu cewek atau cowok?” Luna bergidik membayangkan hal yang tidak-tidak.
“Fokus Luna, fokus untuk membuat suami kamu jatuh cinta,” ujar gadis itu pelan.
“Bapak mau kopi?” tanya Bibi.
“Hm.”
Luna menoleh, ternyata Kang Mas sudah keluar dari kamar dan menuju meja makan. Pria itu mengernyitkan dahinya melihat wajah garang sang istri.
“Setelah wajah kamu memang kayak gitu?”
“Ini mode marah Pak.”
“Pagi-pagi sudah marah, cepat tua kamu. Belum lagi darah tinggi, kena stroke lalu meninggal.”
“Astaga, mulutnya. Pagi-pagi udah ngajak adu mekanik. Pak Teja ….”
“Sstt, jangan berisik. Jangan buat pagi hariku bising,” cetus pria itu lalu menyesap kopi yang diletakan bibi di hadapannya. “Kamu boleh beraktivitas, tapi tahu diri. Kita suami dan istri, tolong jaga kehormatan kamu dan keluarga kita. Jangan pulang lewat dari jam sembilan, karena tidak ada kantor yang lembur sampai tengah malam.”
“Itu berlaku juga untuk Pak Teja ‘kan? Karena semalam ….”
“Beda. Aku laki-laki, urusanku lebih banyak.” Teja pun berdiri dan mengeluarkan salah satu kartu dari dompetnya lalu memberikan pada istrinya. “Aku akan transfer nafkah untukmu termasuk urusan belanja bulanan. Untuk operasional rumah dan gaji pekerja, aku sendiri yang urus.”
“Tunggu, ini maksudnya aku harus belanja bulanan?”
“Bukan, Om kamu atau bos kamu saja,” ujar Teja lalu meninggalkan Luna yang masih terbengong heran.
“Nyebelin banget sih. Mana garing jokes-nya," gerutu Luna.
Menyadari motornya masih berada di rumah Eyang, Luna pun menggunakan taksi menuju kantor dan menyempatkan menghubungi Tante Indah agar ada yang mengantarkan motor ke tempat tinggalnya sekarang.
Luna tidak menceritakan bahwa ia telah menikah pada rekan-rekan kerjanya, termasuk Astri. Pernikahannya berlangsung di weekend dan sekarang gadis itu sudah tiba di kantor.
“Morning,” sapa Doddy yang sudah berdiri di samping kubikel Luna, padahal penghuninya baru datang bahkan komputernya pun belum dihidupkan.
“Morning juga, sayangku eh Kak Doddy,” sahut Luna yang sempat terhipnotis dengan senyum ceria dari pria itu.
“Semoga senin kamu menyenangkan ya. Jam sembilan, bagaimana kalau kita berdiskusi tentang project pertamu ku,” ajak Doddy.
“Siap Kak, apa sih yang nggak buat Kak Doddy Arnold.”
Doddy terkekeh. “Aku tunggu ya,” ujar pria itu lalu berbalik dan pergi. Luna bahkan sampai melongokkan kepala menatap tubuh sempurna yang perlahan menjauh.
“Woi, masih pagi tahu,” seru Astri.
“Justru itu, pagi ini aku dapat mood booster yang bikin hati berdebar dan hidung kembang kempis.”
Beda banget sama yang di rumah, selalu bikin naik darah. Yang di sini bikin diabetes yang di sana bikin TBC, batin Luna.
Bukan hanya Luna dan Doddy yang berdiskusi, ada Arta juga. Usulan rancangan untuk klien baru yang akan diurus oleh Doddy dan Luna pun sudah selesai, bahkan Arta setuju dengan rancangan tersebut.
“Oke, siang ini kalian temui orangnya. Saya sudah buatkan janji, jam dua di café X.”
“Permisi Pak,” seru Astri menginterupsi. “Satu jam lagi saya harus bertemu klien, tapi Bu Linda hari ini cuti. Jadi gimana pak?”
Arta terlihat berpikir, urusan klien baru dan klien lama yang dimaksud Astri sama pentingnya. Pria itu akhirnya memutuskan kalau pertemuan dengan klien baru Luna bersama dengannya, sedangkan Doddy menemani Astri.
Saat ini Luna dan Arta sudah berada di tempat dan waktu pertemuan, menunggu kedatangan klien mereka. Arta berdiri dan tersenyum, sepertinya orang yang mereka tunggu sudah datang. Luna pun ikut berdiri.
“Maaf saya terlambat.”
Luna mengenal suara itu, karena posisinya membelakangi arah masuk dia pun menoleh dan terkejut dengan kehadiran pria di sampingnya.
“Pak Teja tepat waktu kok, kami saja yang datang lebih awal,” ujar Arta setelah bersalaman.
Teja menoleh dan sama terkejutnya dengan Luna. Keduanya sempat terdiam sampai Arta mengatakan kalau rancangan pesanan Teja akan diurus oleh Luna.
Melihat Luna yang terdiam seakan tidak mengenali dirinya, Teja pun ikut permainan itu sama-sama berpura-pura kalau mereka memang tidak saling mengenal.
“Bagaimana PaK?” tanya Arta setelah Luna menjelaskan usulan desainnya.
Teja sejak tadi hanya diam memastikan berkas pengajuan rancangan interior café dan apartemen yang dia minta. Bukan karena masalah Luna, tapi rancangan itu menarik hatinya sesuai dengan apa yang dia inginkan.
“Saya cocok dengan usulan ini, ada sedikit yang harus disesuaikan tapi bukan merubah konsep. Nanti saya akan sampaikan mana bagian yang harus disesuaikan,” tutur Teja.
“Jadi kita bisa lanjutkan dengan kontrak kerja sama ya?” tanya Arta lagi.
“Bisa, tentu saja bisa.”
Teja heran dengan Luna yang bicara hanya seperlunya saja, gadis itu terlihat sangat profesional. Tidak seperti ketika berada di rumah, yang selalu berteriak bahkan ucapan yang keluar dari mulutnya lebih banyak tidak ramah di telinga.
Sampai pertemuan berakhir dan mereka meninggalkan café, Luna masih bersikap formal.
“Apa dia benar Luna yang kemarin aku nikahi? Sepertinya perempuan itu memiliki kepribadian ganda,” seru Teja yang sudah berada di dalam mobil sambil mencengkram kemudi dan memperhatikan Luna yang masuk ke dalam mobil Arta lalu perlahan mobil itu meninggalkan café.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Alanna Th
hmm, bagus luna, tetap tegar /Kiss//Ok//Good//Heart/
2024-11-29
1
Sabaku No Gaara
keqx bayikk jatuh cinta ma karakter luna
2024-03-31
0
Shyfa Andira Rahmi
astagaaa🤣🤣🤣
2024-03-26
0