Luna sempat membersihkan diri dan berganti pakaian yang dibawakan Indah. Meski hanya celana jeans dan kaos kebesaran, tapi lebih baik dibandingkan piyama tidur bergambar keropi. Rambut masih tidak tertata dengan baik, apalagi bedak atau lipstik yang dioles di wajah … tidak.
Indah dan Amar tidak sempat menilai penampilan keponakannya, karena sibuk mempersiapkan kedatangan sahabat Surya menjelang waktu makan siang. Bukan mempersiapkan hidangan atau apapun, tapi memastikan Surya bisa menerima tamu selain keluarga termasuk juga memastikan kesehatan pria itu.
Yang ditunggu pun akhirnya datang juga. Amar dan Indah menyambut kehadiran pria berumur hampir sama dengan Surya. Pria tua itu ditemani orang seorang pria tampan yang memapah langkah dan membantu duduk.
“Surya, kondisi sedang tidak baik,” seru Adam yang disambut kekehan oleh Surya.
Luna mendorong kursi roda Surya dan bergabung di sofa. Sempat melirik sekilas pria yang datang bersama Pak Adam -- sahabat Surya. “Ini siapanya pak Adam, ganteng amat. Perawat pribadi kali ya,” gumam Luna. Wanita itu sempat menatap ke pintu menunggu kehadiran pria yang akan dinikahkan dengannya.
Basa basi yang membosankan pun dimulai, Adam dan Surya mulai berbincang. Terkadang Amar ikut menimpali. Luna menunggu sambil memainkan kuku jemari tangannya. Indah sempat menyenggol kaki Luna agar tidak melakukan hal yang tidak sopan di depan para tamu.
Tanpa diduga saat Luna menatap ke depan, perawat Pak Adam sedang menatapnya. Membuat hati Luna kebat kebit. Bagaimana tidak, pria yang terlihat dewasa, tampan dengan tubuh lumayan tinggi dan gagah memperhatikannya. Gadis itu pun mengumpat dalam hati, karena tidak patuh pada tante Indah agar berpenampilan lebih baik.
“Mana cucumu yang akan menikah dengan putraku?”
“Oh, ada. Luna, Kaluna Zena,” panggil Surya.
“Iya, eyang.” Luna pun berpindah duduk dengan Indah agar lebih dekat dengan Surya.
“Wah, cucumu cantik. Putraku pasti bahagia menjadi suaminya.”
“Pak Adam please deh! Pasti gue cantiklah dan pantas jadi menantu Bapak, tapi anak Bapak nggak pantes jadi suami gue,” batin Luna.
“Ternyata Tuhan meridhoi rencana kita untuk berbesan, meskipun sempat terhalang karena anak-anak kita ternyata laki-laki,” seru Pak Adam.
“Mana putramu, biar berkenalan dengan Luna,” ujar Surya.
“Iya Pak Adam, keponakan saya ini sudah tidak sabar ingin bertemu calon suaminya,” ujar Amar sambil melirik Luna yang menatap sinis.
Adam terkekeh lalu menoleh ke samping. “Teja, perkenalkan dirimu.”
“Eh,” pekik Luna. “Tunggu, maksudnya anak Pak Adam … dia,” batin Luna sambil mengernyitkan dahi melirik pria di samping Pak Adam, lagi-lagi dia mengumpat karena terlalu percaya omongan Amar.
“Perkenalkan saya Teja Dewangga, putra bungsu Pak Adam,” seru pria tampan yang Luna pikir adalah perawat pribadi Pak Adam.
“Teja ini putra bungsu saya dari istri kedua. Memang sudah dewasa dan lebih tua dari Nak Luna, tapi dia masih bujangan. Harapan saya sebelum menutup usia, bisa melihatnya menikah,” tutur Adam dan situasi pun hening.
“Pak ….” Teja menegur Adam. Sepertinya Teja tidak suka dengan ucapan Adam, sama seperti Luna yang tidak bisa membayangkan kalau surya akan meninggalkannya.
“Luna, perkenalkan dirimu,” titah Surya.
“Aku Luna, saat ini aku bekerja sebagai junior designer di salah satu perusahaan jasa design. Demi Eyang aku terima perjodohan ini, tapi tolong biarkan aku tetap bekerja,” tutur Luna.
“Bagaimana Teja, cantik bukan wanita pilihan Bapak?”
Teja berdehem setelah sejak tadi menatap Luna yang memperkenalkan diri. Entah karena terpesona atau merasa aneh dan menyesal menerima perjodohan itu karena penampilan Luna di luar ekspektasinya.
Obrolan pun berlanjut, termasuk juga memutuskan pernikahan akan diadakan minggu depan. Hanya akad nikah, untuk resepsi akan dibicarakan lain kali. Teja dan Luna pun diminta bertemu lagi untuk membicarakan persiapan dan mengakrabkan diri.
“Surya, kita harus sehat agar bisa menyaksikan pernikahan Luna dan Teja,” ujar Adam sebelum pamit undur diri.
Eyang Surya sudah kembali berbaring di ranjang, setelah Adam dan putranya pulang. Luna langsung mengambil bantal sofa dan memukulkan pada Amar, Indah hanya menggelengkan kepala melihat interaksi suami dan keponakannya.
“Om Amar sengaja bikin aku malu ya. Mana pria tua, gendut dan perut buncit, aku ‘kan malu kesan pertama bukan menggoda tapi jadi bencana. Ya emang nggak seimut Lee Min Ho, tapi kalau tahu calon suami aku tampannya kayak gitu harusnya aku pake baju yang lebih elegan bahkan mungkin panggil MUA buat make up.”
Amar lagi-lagi terkekeh, mendengar Luna yang mengoceh kesal. Teja Dewangga, pria yang akan dijodohkan dengan Luna, umurnya tiga puluh empat tahun. Pria itu putra dari istri kedua Adam.
“Justru dengan penampilan alami kamu begini, Teja jadi tahu seperti apa calon istrinya bukan cantik hasil make over,” tutur Amar. “Lagi pula Om memang belum pernah bertemu dengan pria itu, jadi gambaran yang Om sampaikan hanya perkiraan saja.”
“Jadi kamu terima Teja sebagai suami?” tanya Amar.
“Gimana sih, ini ‘kan perjodohan bukan lamaran jadi mana bisa ditolak. Bujang lapuk juga nggak apa, asal ganteng,” seru Luna sambil terkekeh.
...***...
Luna terbangun karena alarm ponselnya. Rasanya masih ingin berlama di bantalnya yang nyaman, tapi dia terpaksa harus bangun. Sengaja menyetel alarm lebih awal, karena sebelum ke kantor dia harus mengantarkan sarapan dan perlengkapan untuk dibawa ke rumah sakit.
Semalam Amar minta Luna dan Indah istirahat di rumah, ada dirinya dan sang putra menjaga Surya di rumah sakit.
“Hoam.” Luna menguap sambil menggaruk kepalanya lalu beranjak dari ranjang dan bergegas ke toilet.
Sudah berpakaian rapi meski hanya celana panjang dan blouse yang dilapisi jaket, Luna membaca pesan dari Arta yang menyampaikan kalau rekanan yang harus ditemui merubah menjadi minggu depan. Luna pun menghela nafas lega, karena dia belum mengerjakan bahan untuk disampaikan pada calon rekanan perusahaan.
“halo,” sahut Luna menjawab telepon dari Amar.
….
“Iya, ini mau jalan.”
….
“Oke.”
Gadis itu mengambil tas kerja setelah mengakhiri panggilan telepon lalu keluar dari kamar. Saat menuruni anak tangga, Luna berteriak, “Tante Indah, mana yang harus aku bawa ke rumah sakit. Bik, mana sarapannya!”
“Luna, jangan teriak-teriak. Kamu mau menikah, coba lebih kalem jangan kayak lagi di hutan aja,” nasihat Indah yang baru saja keluar dari kamar membawa paper bag dan diserahkan pada Luna.
“Aku berangkat,” pamit Luna lalu mencium tangan Indah.
“Luna, jangan lupa hubungi Bundamu. Om Amar sudah pernah sampaikan tentang rencana perjodohan, tapi beliau juga harus dengar langsung dari kamu. Pastikan Bundamu hadir saat akad ya.”
Luna hanya manggut-manggut. Sampai di motor, ponselnya bergetar. Ada pesan masuk dari nomor tidak dikenal.
[Sore ini kita bertemu di café X]
“Siapa sih, sok kenal banget,” gumam Luna dan membalas pesan dengan menanyakan siapa orang itu. Tidak lama ada pesan balasan.
[Teja Dewangga]
“Demi Dewa, ternyata calon suami gue.” Luna menyimpan kontak tersebut dan munculah foto Teja Dewangga calon suaminya.
“Gila, ganteng banget si bujang lapuk.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Harith Hafis
usia lelaki sama kita beda jauh
nggak juga semua lelaki itu dibilang bujang lapuk
2024-08-12
0
Puji Rahayu
sama lun kek gue...
misua koh jg bujang lapuk...😃😃
wkt nikah dy 37 akoh 24 jd beda 13 thn..😄
2024-05-27
0
Lilis Wn
/Kiss//Kiss/
2024-02-24
0