Luna bicara mengenai kontrak kerja sama, sedangkan Teja dan Doddy sama-sama bungkam. Gadis itu tidak tahu apa yang terjadi diantara kedua pria yang sibuk dalam pikirannya masing-masing. Luna dan Teja tetap bersandiwara seakan di antara mereka tidak ada sesuatu atau hubungan apapun.
“Bagaimana Pak Teja?” tanya Luna dengan wajah cerianya.
“Tidak masalah, mana yang harus saya tanda tangan.”
Luna membuka map yang sudah dia siapkan dan menyerahkan lembaran kertas pada Teja. Setelah membubuhkan tanda tangan di atas lembaran bermaterai, Teja pun pamit ke belakang karena Doddy sudah lebih dulu meninggalkan meja.
Teja dan Doddy akhirnya bertemu di toilet, sengaja bertemu karena Teja harus memastikan sesuatu.
Brak.
Tubuh Doddy didorong ke dinding bahkan kerah kemeja pria itu dalam cekalan tangan Teja.
“Setelah ulahmu pada Andin, kamu masih bisa hidup bebas!”
“Lepaskan aku, seharusnya anda sadar. Kematian Andin sudah bertahun-tahun lalu dan dia meninggal karena ulahnya bukan salahku.”
“Bukan salahmu?”
“Aarggg.” Doddy menggeram kesakitan karena rahangnya dalam cengkraman Teja.
“Bangs4t! kamu sakiti Andin dan nodai dia. Bukan salahmu kau bilang. Di mana otakmu hah!”
“Apa ada bukti kalau kejadian itu memang salahku. Andin dan aku sama-sama mabuk dan kami lewati malam panas dalam keadaan tidak sadar, jangan hanya salahkan aku tapi salahkan dia juga.”
Perdebatan dan perselisihan itu dipisahkan oleh petugas kebersihan dan salah satu pengunjung restoran. Teja memperbaiki penampilannya lalu kembali ke meja menemui Luna.
“Ini pesanan Bapak sudah datang,” ujar Luna bersikap formal, apalagi Doddy sudah kembali bergabung.
Kedua pria itu bersikap acuh. Luna tampak menikmati makan siangnya, tidak menyadari kalau Teja dan Doddy dalam keadaan siaga. Ternyata Luna menuangkan sambal terlalu banyak pada sup miliknya, Doddy dengan sigap mendorong gelas minum Luna melihat gadis itu kepedasan.
Interaksi tersebut disaksikan oleh Teja dan menduga kalau rivalnya menaruh simpati pada Luna.
“Nona Luna, dengan siapa anda tinggal di Jakarta?”
“Hahh.” Luna terkejut dengan pertanyaan Teja. Pertanyaan yang cukup menjebak, dia bingung untuk mengakui jika dia tinggal dengan suaminya atau tidak.
“Sebaiknya kamu berhati-hati. Kadang orang yang terlihat dan bersikap baik punya rencana buruk. Jangan mudah percaya dengan orang yang baru dikenal.”
“Ah, iya pak. Terima kasih nasehatnya, akan saya ingat baik-baik.”
Doddy berdecak pelan karena ucapan Teja sudah pasti menyinggung dirinya.
“Jadi kamu tinggal dengan siapa?”
“Hm, keluargaku. Ada eyang, Om dan tante juga,” sahut Luna lirih.
Teja mendengus kesal, dia berharap Luna akan mengakui kalau dia tinggal dengan suaminya ternyata tidak. Pria itu akhirnya pamit dengan alasan masih ada pertemuan lain. Hanya Luna yang melepas dengan ramah, berbeda dengan Doddy yang bersikap seadanya.
“Kak kita balik ke kantor ya,” ajak Luna. Ia merasa tidak nyaman hanya berdua dengan Doddy meski di tempat umum.
***
Luna tiba di rumah lebih awal karena ingin menyambut kepulangan Teja. Gadis itu masih berusaha untuk mendapatkan hati Teja dan membuat pria itu jatuh cinta, apalagi kejadian kemarin di mana Teja menjemputnya seperti seorang pahlawan bagi Luna.
“Bik, makan malamnya hidangkan saja. Sebentar lagi Pak Teja pulang,” titah Luna.
Tanpa Luna tahu kalau Teja masih dongkol bertemu dengan Doddy. Rasa kehilangan dan kebencian itu kembali mendera ketika melihat pria itu. Saat tiba di rumah wajah Teja terlihat serius dan datar.
“Pak Teja mau makan dulu atau mandi dulu?” tanya Luna sambil tersenyum menyambut kedatangan suaminya.
Teja memilih makan malam dulu, setelah mandi dia ingin langsung istirahat. Luna melayani Teja, hasil pengamatan Indah yang melayani Amar. Teja sempat heran dengan tingkah Luna, apalagi gadis itu mendatangi kamarnya yabg baru selesai dengan urusan mandi.
“Kenapa?” tanya Teja bahkan sambil mengernyitkan dahinya melihat Luna memakai hot pants dan kaos tanpa lengan. Penampilan Luna memang menggoda, mendadak dia teringat ucapan Doddy kalau kejadian dengan Andin terjadi karena mabuk dan busana Andin yang selalu membuat mata terbelalak. Teja mengakui kalau Andin kerap memakai baju yang kurang bahan.
“Pak Teja, aku ingin nonton film horor. Temani ya,” pinta Luna.
Teja mendengus kesal dan menolak permintaan Luna.
“Please, temani saja. Pak Teja boleh tidur di sofa aku di lantai, yang penting temenin.” Luna bahkan memegang tangan Teja sambil merengek.
Gadis itu terkejut dengan respon Teja yang menghempas tangan lalu menatap sinis ke arahnya.
“Bersikap dewasalah, jangan jadi menyebalkan. Kalau kamu takut jangan nonton dan ganti pakaianmu. Gayamu seperti pel4cur,” tutur Teja dan cukup menohok hati Luna.
Gadis itu terdiam lalu meninggalkan Teja dan kembali ke kamarnya. Melihat respon Luna, Teja menyadari kalau ucapannya cukup menyakiti.
“Ah, kenapa malah begini sih,” cetus Teja sambil mengusap kasar wajahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Mebang Huyang M
astaga kata2 yg keluar dari mulut teja tejo kayak sampah istri yg diambil fgn doa yg baik serta sah dibilang pelacur....hedeeehhhh.....
2024-03-16
0
Lilis Wn
Tejo mah gitu nyakitin mulutnya 🙄
2024-02-25
0
maya ummu ihsan
di depan suami gpp kali
2024-02-11
1