Luna memandang dirinya di cermin, memastikan penampilan dan pakaian yang dia kenakan. Menurutnya tidak terlalu seksi, memang memperlihatkan kedua paha mulusnya. Namun, ia berada di rumah dan bersama suaminya. Jadi wajar saja kalau mengenakan pakaian seperti itu di rumah.
“Aku mirip pel4cur.”
Raut wajah gadis itu terlihat sendu, karena ucapan Teja. Sejak ditinggal oleh sang Bunda menikah lagi, Luna diasuh oleh Surya dan pengasuh. Bukan berarti ia tidak tahu sopan santun termasuk bagaimana berperilaku dan berbusana.
Kejadian itu membuat Luna enggan meneruskan usahanya menghadirkan cinta diantara dirinya dan Teja. Terserah pada Teja akan membawa ke mana pernikahan ini, yang jelas Luna akan berusaha baik-baik saja di depan Eyang Surya.
Esok pagi, Luna bangun lebih awal dan meninggalkan rumah sebelum Teja keluar dari kamar. Bahkan gadis itu memutuskan untuk tidak bertemu Teja dengan sengaja untuk sementara.
“Luna belum bangun?” tanya Teja sambil menatap ke arah kamar istrinya.
“Sudah berangkat, pak,” sahut Bibi setelah meletakan cangkir kopi di hadapan Teja.
“Sepagi ini?”
“Katanya buru-buru, sarapannya saja dijadikan bekal.”
Apa iya Luna sesibuk itu? atau karena kejadian semalam ya, batin Teja.
Serasa ada yang hilang, biasanya Luna akan menawarkan apapun untuk melayani Teja di meja makan. Termasuk mencium tangan suaminya sebelum meninggalkan rumah.
“Hah, punya istri ribet. Cinta belum, sudah bikin masalah.”
...***...
Teja sudah berada di café miliknya, makan siang sekaligus mengawasi dan memantau apa yang kurang dari fasilitas dan pelayanan. Hanya manager café yang tahu bahwa Teja adalah pemilik, tidak dengan para pekerja.
“Terima kasih,” ucap Teja ketika pelayan mengantarkan pesanannya.
“Mas Teja.”
Teja menoleh, seorang wanita berjalan ke arahnya. Moodnya sudah buruk karena urusan dengan Luna dan kini pria itu bertemu Juli.
Juli sebenarnya cantik, bahkan di umurnya sekarang masih terlihat cantik. Namun, Teja sudah hilang minat dengan wanita itu, setelah pengkhianatan yang dilakukannya.
“Kebetulan sekali kita bertemu di sini. Aku gabung ya,” ujar Juli langsung duduk di hadapan Teja tanpa mendengar jawaban pria itu. Teja pun tidak ada alasan untuk menolak, apalagi pesanannya baru diantar tidak mungkin dia pergi begitu saja.
“Aku dengar bisnis Mas Teja sedang butuh untuk iklan, aku bisa handle loh. Harga bisa dinego lah,” tutur Juli.
Teja acuh dan sibuk dengan makanan di hadapannya, ingin segera menghindar dari wanita itu. Melakukan kerjasama melibatkan Juli hanya akan membuka luka lama dan peluang untuk Juli mendekatinya. Dari gestur tubuh wanita itu, jelas terlihat kalau dia berusaha mendapatkan simpati Teja.
“Nanti aku kirim penawarannya, Mas Teja bisa cek dulu.”
Teja hanya manggut-manggut sambil mengunyah tanpa menatap Juli. Jam makan siang membuat tempat itu cukup ramai, ada dua orang perempuan yang diarahkan oleh pelayan menuju meja di sebelah Teja.
Pria itu hampir tersedak menyadari salah satu perempuan yang sudah duduk adalah Luna. Gadis itu menatap ke arahnya tanpa senyum seolah tidak saling mengenal dan beralih menatap Juli.
“Oh, sudah punya pacar. Kenapa malah terima menikah denganku,” batin Luna.
“Lun, mau pesan apa?” tanya Astri.
“Samakan saja,” sahut gadis itu.
Astri memanggil pelayan dan menyebutkan pesanannya, sedangkan Luna fokus pada ponsel di tangannya.
“Mas Teja, kamu bisa bantu aku?” tanya Juli lirih dan tidak bisa di dengar ke meja di mana Luna berada.
“Juli aku tidak bisa janji, kami ada tim marketing sendiri untuk periklanan.”
“Bukan itu Mas, ini tentang Arya,” sahut Juli masih dengan suara lirihnya.
Teja menghela nafasnya setelah melap mulutnya setelah makan dengan tisu dan meremmas tisu tersebut. Menghadapi Juli saja sudah bikin emosi dan kini wanita itu menyebut nama Arya, pasangan ketika berkhianat.
“Kami sudah cerai tapi akhir-akhir ini dia sering datang dan paksa aku untuk kembali dengannya. Kadang aku takut kalau dia … menggunakan kekerasan.”
“Kalian sudah pisah ‘kan?”
“Sejak tiga tahun lalu.”
“Buat laporan kalau ada ancaman apalagi sampai melakukan kekerasan. Kamu wanita dewasa dan seorang Ibu, gunakan instingmu untuk menyelamatkan diri dan menyelamatkan anakmu.”
“Mas Teja, kamu berubah.”
Teja mengusap wajahnya melirik ke arah Luna yang menopang wajah dengan tangan kanannya sambil berbincang dengan rekannya. Pria itu heran, mengapa Luna seakan tidak terganggu dengan kehadirannya.
“Dulu kamu peduli dan begitu hangat, tapi sekarang ….”
Teja terkekeh mendengar keluhan Juli tentang dirinya. Apa Juli berpikir Teja masih Teja yang dulu tergila-gila dan bucin dengan wanita itu setelah apa yang terjadi dan sekian tahun berlalu.
Luna menoleh mendengar Teja tertawa, tertawa karena muak dengan Juli.
“Bahagia sekali dia. Wanita itu pasti sangat dicintai, baru kali ini aku lihat Pak Teja tertawa,” ucap Luna dalam hati.
“Hampir lima belas tahun, kamu pikir aku masih dengan rasa yang sama. Kamu salah Juli. Saat itu pun rasaku sudah hilang, jangan kamu pikir aku masih pasang badan untukmu. Maaf, aku sibuk dan masih ada urusan. Kamu bisa teruskan makan siangmu, aku harus pergi. Tagihan sudah aku selesaikan.”
Teja berdiri kemudian berlalu, ternyata Juli ikut pergi.
“Mas Teja,” panggil Juli sambil menahan tangan pria itu.
Sedangkan dari arah Luna terlihat seperti sang wanita dan pria yang pergi bersama bahkan si wanita memegang tangan si pria.
“Hah, mesra sekali,” gumam Luna.
“Hah, kamu bilang apa?” tanya Astri.
“Eh. Nggak ada, ayo cepat dihabiskan. Ada lokasi yang harus aku cek.”
“Pasangan itu serasa banget ya, yang cowok ganteng dan manly banget. Yang cewek juga cantik,” tunjuk Astri pada Teja dan Juli yang mengantri di depan kasir.
Luna berdecak pelan, ingin sekali dia berteriak. “Woi Suteja, inget lo udah nikah dan gue istri lo.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Lilis Wn
tejoooooo kamu jahat 🤣
2024-02-25
1
Agustina Kusuma Dewi
woiii
ingettt
2023-12-28
2
Mystera11
bar2 skli km Luna...😂😂
2023-12-16
0