Perempuan itu bergegas pulang, namun lagi- lagi Aluna menahannya.
“Tunggu dulu, Kak Ega! Boleh aku minta tolong?” tanya Aluna pada perempuan itu.
“Ya?” jawab Ega singkat.
“Bisakah kakak membenahi tatanan rambutku lagi? Aku mau mengisi acara ulang tahun temanku,” pinta gadis cantik berkulit putih itu pada Ega. Penata rambut itu melongok ke arah arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, dan waktu menunjukkan pukul setengah sebelas malam.
“Selarut ini?” tanya Ega sedikit tak tega karena gadis yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri itu masih harus bernyanyi setelah selesai acara.
“Ini ulang tahun temanku kak, aku nggak enak kalau sampai nggak datang,” pungkas gadis itu. Mereka berdua lantas kembali memasuki ruang rias, dan Ega harus kembali mengeluarkan beberapa peralatan yang sudah ia simpan untuk menata rambut gadis cantik itu.
“Aku ingin tatanan rambut seperti punya kak Ega yang ini,” ujar gadis itu sembari menunjukkan foto Ega bersama sang suami yang ia unggah di media sosial. Foto itu adalah foto saat pertunangan mereka. Gadis itu benar- benar mengidolakan sosok Ega, kakak kelas yang selalu melindunginya sewaktu ia diganggu oleh teman- temannya.
“Kamu aneh,” ujar Ega sembari terkekeh kecil.
“Aneh? Kenapa?” tanya Aluna tak mengerti. Ega mulai membelai rambut indah gadis itu, dan menatanya seperti yang diinginkan oleh Aluna.
“Kamu yang jadi idola, tapi malah mengidolakan aku,” lanjut Ega sembari menarik perlahan geraian rambut Aluna dengan hair curler yang telah memanas. Gadis cantik itu tersenyum tipis seraya melirik Ega dari cermin yang ada di hadapannya.
“Kak Iko …” ujarnya terputus, “Aku merasa Kak Iko melihat kakak dengan cara berbeda,” lanjut gadis itu yang seketika membuat Ega menghentikan tangannya. Aluna tertunduk kemudian Ega perlahan mengangkat dagu gadis cantik itu hingga ia melihat bayangan dirinya di dalam cermin.
“Jadi karena itu kamu selalu ingin berpenampilan sepertiku?” tanya Ega pada gadis itu. Aluna terdiam sembari kembali menatap Ega dari cermin.
“Lihat dirimu di sana, Al. Kamu cantik. Kamu bersinar. Kamulah sang idola. Kamu hanya perlu menjadi dirimu sendiri,” tutur Ega pada gadis itu.
“Tapi …,” sanggah gadis itu berusaha membantah, yang seketika membuat Ega memutar kursi Aluna perlahan menghadapnya.
“Dengar aku. Iko, dia sangat mencintaimu. Aku yakin itu. Mungkin kamu menganggap dia melihatku secara berbeda, karena aku sempat bekerja padanya sehingga hubungan kami cukup dekat. Tapi percayalah, semua itu hanya hubungan kerja semata, tidak lebih. Mungkin dia belum terbiasa karena sekarang aku sudah tidak menanganinya lagi. Jangan berpikir berlebihan,okey?” pinta Ega berusaha menenangkan gadis yang mulai kehilangan kepercayaan diri itu. Gadis itu hanya terdiam, tak bergeming.
“Aku tak masalah jika kamu ingin meniru apapun sepertiku, asalkan itu membuatmu nyaman. Karena aku tahu pada akhirnya kamulah sang bintang. Kamu yang bersinar di antara ribuan cahaya. Kamu harus selalu percaya diri, mengerti?” Ega kembali berusaha memupuk kepercayaan diri gadis itu. Aluna hanya mengangguk kecil sembari tersenyum tipis dan memeluk Ega.
“Sekarang pergilah, sebelum terlalu larut. Iko mengantarmu, kan?” tanya Ega pada gadis itu.
“Kak Iko? Ah tidak, malam ini temanku akan menjemputku,” tutup Aluna sembari mengucapkan terima kasih dan berpamitan pada Ega.
...***...
Perempuan itu membenamkan tubuhnya di balik selimut tebal. Pekerjaan hari ini membuat seluruh tubuhnya terasa berat. Ditengoknya penanda waktu yang ada di ponselnya, dan angka menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Ega mulai khawatir karena sang suami tak kunjung pulang. Segera perempuan itu mencari nomor sang suami dan menghubunginya.
“Hun, masih lembur?” tanya perempuan itu pada sang suami setelah panggilannya terjawab.
“Iya, Sayang. Aku pulang terlambat. Mungkin satu jam lagi karena semua laporan harus dikirim sebelum jam dua belas . Kamu istirahat saja dulu, okey?” pinta suara di seberang.
“Hm,” jawab Ega singkat sebelum mengakhiri panggilan itu. Perempuan itu kembali meletakkan ponsel dan memiringkan tubuhnya ke kanan. Tatapan matanya terfokus pada lampu tidur yang bersinar meremang. Pikirannya kembali dikuasai oleh bayang- bayang kenangannya bersama Iko, sahabat putih abu- abu nya. Pertemuannya dengan Iko hari ini cukup menggagalkan usahanya untuk menjauh dari laki- laki itu.
“Maafkan aku, Ko,” lirih Ega sembari berusaha memejamkan matanya yang mulai berat.
Tak berapa lama ia tertidur lelap, suara langkah kaki perlahan memasuki kamar luas dengan cahaya lampu temaram itu. Seorang laki- laki dengan setelan kemeja putih dan celana khaki berjalan mendekati Ega yang tengah tertidur. Jas yang mengalung di lengan kanannya ia letakkan begitu saja di atas sofa yang terletak di salah satu sisi kamar itu. Laki- laki itu membelai lembut kening perempuan yang tengah terbaring pulas di atas ranjang, lantas perlahan mengecup keningnya. Kecupan yang justru membuat Ega kembali terbangun.
“Kamu sudah pulang?” tanya Ega dengan suara yang sudah mulai serak. Laki- laki itu mengangguk sembari tersenyum simpul menatap wajah mengantuk yang ada di hadapannya.
“Tidurlah, Sayang.” Pinta laki- laki itu seraya mengecup tipis bibir istrinya.
“Mau kubuatkan sesuatu?” tawar Ega pada suaminya. Laki- laki itu menggeleng.
“Tidak usah, lanjutkan tidurmu. Aku akan mandi dan beristirahat,” jawab laki- laki itu lembut sembari beranjak ke kama mandi. Ega yang setengah tersadar akhirnya memilih untuk kembali terlelap karena kantuk yang tak tertahan. Namun baru beberapa saat ia kembali terlelap, dering ponsel pintarnya membuat perempuan itu kembali terjaga. Dengan malas ia raih ponsel itu untuk memastikan siapa yang tengah menghubunginya malam- malam begini. Beberapa saat ia mengerjapkan mata karena rasa pedih terkena terpaan sinar layar, namun seketika matanya terbelalak begitu mengetahui siapa yang menghubunginya.
“Iko?” bisiknya terkejut. “Berani sekali dia menghubungiku malam- malam begini?” batin Ega sembari celingukan memastikan suaminya tak mendengarkan dering ponsel tersebut.
“Siapa yang telepon malam- malam begini, Yang?” tanya Evan yang baru saja keluar dari kamar mandi.
“Ah, ini … ehm,” Ega seketika terbata berusaha menjawab. Evan menatap lembut menunggu jawaban dari sang istri yang terlihat panik.
“Sarah, make up artist. Pasti ada barangnya yang tertinggal karena aku yang terakhir membereskannya,” Ega membohongi sang suami untuk menghindari perselisihan yang tak ia inginkan. Laki- laki itu tersenyum hangat, “Kenapa nggak diangkat?” pertanyaan yang muncul justru membuat Ega terlihat semakin kebingungan, sementara ponselnya masih terus saja berdering. Tanpa diduga Evan meraih ponsel itu dan seketika raut wajahnya berubah begitu mengetahui siapa yang tengah menghubungi istrinya. Laki- laki itu menatap Ega dengan tatapan yang sedikit kecewa. Diangkatnya panggilan itu, namun terputus sebelum ia sempat menyapa.
“Hun, aku bisa jelasin,” ujar perempuan itu sembari beranjak dari rebahnya dan berjalan menghampiri sang suami yang masih memegang ponselnya. Sorot mata laki- laki itu mengisyaratkan kekecewaan yang seketika membuat Ega diliputi rasa bersalah.
“Aku, aku tidak tahu kenapa dia menghubungiku malam- malam begini. Aku-
“Kenapa kamu harus berbohong, Yang?” tanya Evan dengan nada tegas. Seketika Ega meraih lengan laki- laki yang masih mematung di hadapannya itu.
“Hun aku minta maaf. Aku salah karena terpakasa berbohong. Aku hanya tidak ingin ada kesalahpahaman di antara kita tengah malam begini,” tutur Ega penuh penyesalan. Belum selesai pasangan suami- istri itu berselisih paham, ponsel Ega yang masih ada dalam genggaman Evan kembali berdering, dari penelepon yang sama. Ega menghela napas, berusaha membebaskan sesaknya. Sementara sang suami menatapnya tajam, sembari menyodorkan ponsel itu padanya.
“Angkat. Aku ingin dengar apa yang kalian bicarakan,” pinta Evan mencoba menahan emosi. Ega menggelengkan kepala perlahan menolak permintaan sang suami.
“Nggak, Hun. Kamu saja yang bicara padanya agar tak menghubungiku lagi,” tolaknya halus, meyakinkan sang suami bahwa memang tidak ada apa- apa antara dirinya dan Iko. Laki- laki itu lantas mengusap ke atas tombol penerima panggilan dalam layar tersebut dan mengencangkan pengeras suaranya.
“Halo?”
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments