BAB 14: THE FIVE HUNTERS

Perempuan cantik bermata cokelat itu tampak anggun dengan balutan blazer berwarna marun yang berpadu dengan celana bahan berwarna khaki. Langkahnya tegap penuh percaya diri dengan stiletto berwarna senada dengan celana yang ia kenakan. Hari ini, Ega berniat untuk berkunjung ke kantor La Lemonada tanpa sepengetahuan Evan. Perempuan itu hanya ingin memastikan apakah ada hal- hal mencurigakan yang tengah terjadi di kantor. Entah Amora atau Nindy, dua rekan seperjuangan itu menjadi sasaran kecurigaan Ega kali ini. Perempuan itu melepaskan kacamata hitamnya begitu memasuki area kantor, yang seketika disambut hangat oleh semua staff yang dilaluinya. Kedudukannya sebagai pemegang saham tertinggi sekaligus istri dari sang CEO perusahaan tersebut membuat semua orang yang ada di kantor menaruh hormat padanya. Meskipun demikian, Ega tetap memberikan penghormatan yang sama pada semua staff yang dilaluinya.

“Ega! Apa aku tidak salah lihat?” Sapa seseorang laki- laki dengan nada terkejut begitu mendapati Ega berjalan mendekat.

“Apa kabar kamu, Lukas?” tanya perempuan itu sembari mengulurkan tangannya pada laki- laki yang menyapanya.

“Semakin tua dan semakin lapuk,” candanya yang seketika disambut tawa ringan oleh Ega. Ya, Lukas memang belum menikah hingga usianya kini telah memasuki angka dua puluh tujuh. Masih angka yang wajar untuk seorang laki- laki yang belum menikah, namun Lukas merasa dirinya sudah terlalu tua untuk menyandang status perjaka.

“Kamu mau bertemu Evan?” tanya Lukas pada perempuan cantik bermata cokelat itu. Ega mengangguk.

“Apakah kebersamaan kalian di rumah masih belum cukup, hm?” goda Lukas pada Ega.

“Sebenarnya aku lebih merindukan kalian sehingga aku ingin berkunjung hari ini. Kebetulan hari ini artisku tidak ada jadwal show jadi aku bisa libur," jawab Ega sembari tersenyum.

“Kebetulan sekali. Bagaimana kalau nanti kita makan siang bersama? Sudah lama kita tidak melakukan itu semenjak kamu sibuk menjadi hairstylist,” tawar Lukas pada perempuan itu.

“Ide yang bagus. Baikla, aku akan menemui Evan dulu,” pungkas Ega sembari melambaikan tangan dan berjalan menuju ruangan Evan. Semakin mendekat langkah itu pada ruangan yang hendak ia tuju, aliran darah Ega berdesir semakin kencang. Perempuan itu khawatir jika ia belum siap menghadapi kejutan- kejutan yang mungkin menunggunya di depan mata. Perlahan Ega membuka pintu ruangan Evan tanpa mengetuk terlebih dahulu, dan satu kejutan benar- benar muncul di hadapannya. Dalam ruangan itu ada Evan dan Amora tengah duduk berhadapan. Entah apa yang sedang mereka bicarakan, yang jelas keduanya tampak terkejut begitu menyadari kehadiran Ega yang secara tiba- tiba memasuki ruangan itu.

“E …, Ega?” sapa Amora dengan suara sedikit bergetar karena terkejut. Ega berusaha untuk tersenyum sembari melangkah mendekati dua orang yang tengah duduk berhadapan itu.

“Apakah aku mengganggu kalian?” sapa Ega sembari menyambut Amora dengan pelukan hangat.

“Uhm, tentu tidak, Sayang. Tapi kedatanganmu membuatku terkejut. Mengapa tiba- tiba kamu datang kemari?” sahut Evan dengan nada yang sedikit terbata. Ega masih berusaha terlihat tenang meskipun hatinya semakin dipenuhi rasa curiga melihat gelagat aneh dua orang yang ada di hadapannya itu.

“Hari ini aku tidak ada pekerjaan, Hun. Entah mengapa aku tiba- tiba ingin datang kemari. Ah, tadi aku bertemu Lukas dan dia menawarkan makan siang bersama. Bukankah itu ide yang bagus?” tanya Ega sembari melirik ke arah Evan dan Amora secara bergantian. Amora yang masih terlihat tegang, mengangguk perlahan menyetujui ajakan tersebut.

“Aku …, aku kembali ke ruang kerjaku dulu,” tutur Amora sembari beranjak meninggalkan ruangan itu. Evan yang berusaha tenang kemudian melingkarkan lengannya pada punggung Ega dan segera memeluknya.

“Apa kamu merindukanku hingga kamu datang kemari, Sayang?” kata- kata yang biasa terdengar menyenangkan dari mulut Evan itu, entah mengapa seketika terdengar menjijikkan di telinga Ega. Perlahan Ega melepaskan pelukan itu dan hanya memberikan senyum simpul pada laki- laki yang ada di hadapannya. ‘Apa yang sedang mereka bicarakan sehingga terlihat begitu gugup ketika aku datang? Benarkah antara mereka berdua ada sesuatu?’ batin Ega kembali dipenuhi pertanyaan.

...***...

Waktu makan siang pun tiba. Kelima anggota The Five Hunters pada akhirnya berkumpul dalam satu meja setelah sekian lama Ega tak terlibat di dalamnya. Tak ada yang berubah dari kelima sahabat sekaligus rekan kerja itu, namun pandangan Ega terhadap Amora kini sedikit berbeda setelah pertemuannya beberapa saat yang lalu.

“Jadi kapan kalian akan memilki anak? Sudah satu tahun lebih dan kalian masih berdua saja,” tanya Nindy pada Ega yang duduk bersebelahan dengan Evan.

“Hei, Nin. Apa kamu lupa kalau mereka berdua ini masuk jajaran penganut childfree, hm?” seloroh Lukas sembari memasukkan sepotong daging tenderloin ke dalam mulutnya. Ega hanya tersenyum tipis mendengar itu, karena sebenarnya Evan lah yang belum siap untuk menjadi seorang ayah dengan alasan masih ingin menikmati masa- masa berdua.

“Kalian sendiri, kapan kalian akan menikah? Simpananku dan Evan sudah lebih dari cukup untuk memberikan hadiah terbaik di hari pernikahan kalian,” sanggah Ega yang seketika diikuti gelak tawa semua rekannya, kecuali Amora yang entah mengapa raut wajahnya tampak sedikit tertekan sejak awal ia duduk di meja makan itu.

“Apa kamu baik- baik saja, Ra?” tanya Ega yang seketika mengagetkan Amora yang setengah melamun.

“Ah, apa? Oh, ya. Aku baik- baik saja,” jawab Amora sedikit gugup. Dengan segera perempuan berperawakan kecil itu turut melahap potongan daging tenderloin yang ada di hadapannya dan mengunyahnya perlahan.

“Sering- seringlah datang kemari, agar kita bisa makan siang setiap hari dengan formasi lengkap seperti ini. Kalau perlu berhenti saja menjadi hairstylist dan bergabung bersama kembali seperti waktu merintis dulu,” tawar Nindy pada Ega.

“Sepertinya aku akan mempertimbangkan hal itu. Mengikuti tour para artis membuatku cukup kelelahan akhir- akhir ini,” pungkas Ega yang seketika membuat Evan dan Amora tersedak dan terbatuk hampir bersamaan karena terkejut.

“Hunny kamu tidak apa- apa? Minumlah,” pungkas Ega sembari menyodorkan segelas air putih pada suaminya. Sinyal- sinyal itu seolah membuat Ega semakin yakin bahwa memang ada sesuatu di antara mereka berdua. ‘Ada apa sebenarnya di antara kalian?’ batin perempuan cantik bermata cokelat itu. ‘Little Princess, kau kah itu?’

...****************...

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***