Yulan berjalan mendekati Alin, sesekali berdecih jika melihat penampilannya yang biasa saja.
"Eh sekolah disini juga, emangnya elu mampu nyekolahin anak di sekolah mahal ini?" cibir Yulan memandang remeh.
"Ya bersyukur deh Cik, Alin masih sanggup ngebiayain sekolah Yuan," balas Alin.
"Ya bagus deh, pasti capek banget ya jualan sayur mateng sama dagang sembako setiap hari?" tanya Yulan sekaligus menyindir.
"Ya capek, tapi itu lebih baik daripada diem aja di rumah. Nggandelin duit laki dari jualan nomor to-gel sama judi kartu," ucap Alin membalas sindirian Yulan.
Wanita paruh baya itu mendengus kesal. "Memangnya kenapa kalau laki gua jualan nomor to-gel sama main judi kartu? Elu keberatan? Asal elu tahu aja ya Lin, laki elu sebelas duabelas sama laki gua. Jadi, enggak usah deh lu nyindir-nyindir laki gua segala!"
"Siapa juga yang nyindir laki encik, orang Alin ngomong bener sih! Udah gitu, apa Alin ada bawa-bawa nama koh Ah Chin? Alin emang kagak mau ngandelin laki yang dapet duit dari hasil judi. Selain kagak berkah, judi itu dosa! Makanya, Alin milih nyari duit sendiri. Kagak apa-apa deh capek, yang penting duitnya halal!" balas Alin puas.
Yulan tentu gondok mendengarnya. "Dasar belagu amat si, sok suci lu Lin! Pantes aja laki elu benci sama elu, elu-nya aja kagak ada sadar-sadarnya. Harusnya punya laki itu disayang-sayang, pulang ke rumah dapet duit orang mah laki dimasakin makanan enak. Ini mah laki sampe makan diluar gegara bini sibuk sama urusan sendiri," cibirnya kembali.
"Alin juga sibuk nyari duit, bukannya jalan-jalan sama ngengosipin orang ke tetangga. Lagian mau laki Alin makan dimana itu hak dia dan bukan urusan encik!" ketus Alin.
Yulan kembali mendengus kesal. "Huh! Emang susah ngomong sama elu, kagak ada ngertinya!"
"Kalau susah ngomong sama Alin, kenapa atuh kesini ngajak ngobrol terus daritadi!" balas Alin.
Yulan mencebik, lalu pergi meninggalkan Alin sambil mengoceh tidak jelas. Sedangkan Alin hanya bisa geleng-geleng kepala, dan tidak mengerti kenapa ada manusia model Yulan yang suka sekali ikut campur masalah rumah tangga orang lain dan suka sekali menyindir kehidupannya.
...***...
Sepulang sekolah, Yuan tidak berhenti bercerita mengenai hari pertamanya di sekolah. Anak kecil itu bersemangat karena banyak hal-hal baru yang menarik perhatiannya.
Seperti fasilitas sekolah yang mewah namun sulit untuk digunakan dan ada taman bermain lebih besar daripada saat ia sekolah di taman kanak-kanak dulu. Serta adanya kolam renang didalam sekolah tersebut, membuat Yuan tidak henti-hentinya bercerita.
Selain itu, luasnya lapangan serta ruangan ber AC yang membuat Yuan menggigil kedinginan.
"Kokoh, di kelas kedinginan Mah." Yuan menunjukkan diirinya yang dipeluk oleh kedua lengannya sendiri.
Alin merasa lucu dengan cerita putranya, walay ia sedang sibuk bekerja. Namuan sebisa mu gkin, ia selalu mendengar cerita putranya itu.
"Kalau begitu besok Kokoh pakai jaket ya, biar tidak kedinginan lagi," balas Alin.
"Ya, besok Kokoh mau pakai jaket." Yuan dengan sigap pergi ke kamar dan mencari jaketnya untuk dibawa besok.
Alin merasa senang melihat Yuan yang sudah belajar mandiri dan hal tersebut membuat Alin tidak terlalu kerepotan mengurus hal lain, walau punya bayi serta mencari uang lebih.
Ia menatap jam yang sudah menunjukkan sore hari. "Sebentar lagi pasti koh Yudi pulang," gumamnya lalu pergi ke dapur untuk menyiapkan makan.
Dan tak lama setelah itu, Yudi menampakkan wujudnya dengan wajah berseri-seri. Sambil membawa jinjingan berisi makanan dalam genggaman tangannya.
"Bawa apa Koh?" tanya Alin ingin tahu.
"Bawa makanan buat makan malam," balas Yudi mengeluarkan isi makanan yang ada didalam kantong plastik. "Ada puyunghai, capcai, sama ayam goreng mentega!" ucapnya bangga.
"Kenapa Kokoh beli makanan di luar? Alin baru saja masak," balas Alin merasa masakannya sia-sia.
Yudi menatap makanan yang baru saja di masak Alin, lalu berdecih. "Cih! Masak begitu melulu, bosen gua!" tolaknya sambil menyingkirkan masakan Alin dari meja dan menggantinya dengan makanan yang ia beli di restoran chinese.
Alin menghela nafas panjang dan mengambil masakannya, lalu menaruh di dekat kompor agar tidak dikerumuni semut.
Sedangkan Yuan yang baru saja mencium aroma wangi dari makanan yang dibawa oleh Yudi pun, bergegas keluar kamar dan berlari menghampiri.
"Wah wangi banget, Mama masak apa?" tanya Yuan menengok isi meja makan.
"Mama elu masak ayam goreng noh! Ini mah Papa yang beli," serobot Yudi menyingkirkan lengan Yuan agar tidak asal comot.
Yuan menarik lengannya dan menatap Alin, lali berganti menatap makanan lezat yang dibawakan oleh ayahnya itu. Yuan meneguk ludahnya kasar dan tak sadar jika air liurnya mulai meleleh.
Yudi menyodorkan lebih dekat makanan yang dia beli. "Kalau mau makan sono ambil piringnya!"
Yuan nampak ragu dan menatap ibunya, seakan meminta ijin apakah boleh memakan makanan yang dibawakan oleh ayahnya. Karena ibunya selalu melarang memakan atau menerima apapun yang dibelikan oleh ayahnya itu.
"Kenapa diam aja? Cepetan, kalau kagak mau gua habisin ni!" sentak Yudi.
Alin mengangguk kecil dan Yuan tersenyum senang, ia segera mengambil piring dan meminta lauk dari ayahnya.
"Papa, Yuan mau puyunghai sama ayam goreng mentega," ucap Yuan dengan kedua matanya yang mendelik karena takut.
Yudi memberi Yuan potongan kecil dan juga sepotong ayam goreng mentega, lalu mengusirnya agar menjauh. "Udah sono! Gua mau makan," ucapnya.
"Makasih Papa," balas Yuan lalu duduk dilantai dan makan dengan lahap.
Alin menatap Yuan yang makan seperti orang kelaparan dan merasa teriris ketika Yuan menjilat bumbu kecap yang tersisa sedikit di piringnya.
"Enak banget!" seru Yuan.
"Ya udah pasti, makanya kalau Papa bawa makanan, dimakan aja kagak usah dengerin bacot Mama elu! Segala duit judi lah, duit haramlah. Yang penting mah makan makanan enak, perut kenyang!" ketus Yudi sambil menatap sinis Alin.
Yuan mengangguk semangat dan mulai teracuni pikirannya. "Ya Pah, Yuan juga seneng kalau makan makanan enak. Perut Yuan juga kenyang karena makannya banyak."
Yudi tersenyum miring dan memanggil putranya agar mendekat. "Sini duduk deket Papa, sekalian nambah lagi biar kenyang perutnya!"
Yuan menurut dan duduk di dekat ayahnya agar bisa menambah makanan enak. "Iya, Pa."
Alin tidak sanggup menahan itu semua, seketika pendiriannya runtuh. Ketika melihat Yuan begitu makan banyak dengan nafsu, ia hanya bisa menatap Yudi yang sama menatapnya juga.
"Lihat tuh si Yuan, makannya banyak karena makanannya enak. Udah mending besok gua aja yang kasih makan dia deh," ucap Yudi.
"Mana bisa begitu, mana mungkin Alin setuju dengan ide Kokoh. Kokoh beli makanan itu dari hasil jual nomor to-gel dan Alin enggak akan membiarkan kokoh meracuni Yuan dengan segala makanan enak atau benda lainnya dari hasil begituan!" balas Alin bersikukuh.
"Ya elah, jadi orang jangan munafik. Elu seneng kan kalau keperluan anak elu terpenuhi? Makanya terima aja deh duit dari gua, elu kagak usah pikir itu duit darimana. Mending elu rubah tuh penampilan elu yang kayak gembel, biar beningan dikit, biar enggak muak gua lihatnya!" ketus Yudi.
"Sampai kapanpun Alin tidak mau nerima uang dari kokoh, selama kokoh dapetin duit dari hasil judi atau jual nomor to-gel!" bersikeras Alin.
Yudi nampak geram mendengar Alin yang masih saja bersikeras tidak mau menerima uang darinya, lalu Yudi menarik Alin masuk ke dalam kamar dan melakukan kekerasan fisik serta kekerasan se-ksual didalam sana, saat anak mereka tengah asyik menyantap makan malam.
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Dewi Payang
5 iklan buat Yudi😆 dia kayanya sadarnyaa lambat, atau ga sama sekali😆
2024-01-10
0
Dewi Payang
Pendirian Alin teguh.
2024-01-10
0
Sena judifa
nov aku boleh nanya ngga? tuh yudi kapan mati?
2023-10-12
2