Keesokan harinya.
Sekolah.
Alin berjongkok dan menatap Yuan sambil menggenggam kedua bahu putranya itu sebelum melepasnya masuk ke dalam halaman sekolah.
"Kokoh sayang, maafin Mama ya kemarin Mama tidak sempat melihat PR Kokoh. Bagaimana kalau Mama periksa PR nya sekarang?" tawar Alin merasa tidak enak hati, ketika melihat putranya berubah murung akibat ia lupa memeriksa pekerjaan rumah anaknya itu.
"Tidak apa, kemarin Mama sibuk jadi enggak sempet lihat kasil karya Yuan. Biar Bu Hera saja yang periksa PR Yuan," balas Yuan enggan membuka tasnya.
"Begitu apa tidak apa-apa?" tanya Alin memastikan kembali.
Yuan mengangguk kecil. "Iya," balasnya singkat.
Alin tersenyum. "Baiklah kalau begitu, Mama tidak akan memaksa kokoh buat nunjukkin PR nya. Bentar lagi bel sekolah bunyi, kokoh masuk ya."
Yuan mengangguk patuh dan berbalik untuk pergi masuk ke dalam sekolah, sedangkan Alin kembali pulang ke rumah, untuk mengurus pekerjaan rumah tangga serta mencari uang hingga malam.
...***...
Kelas.
"Oke anak-anak, tugas kemarinnya tolong dikumpulkan ya. Dan kalau ada yang belum selesai, kalian selesaikan di kelas!" titah Bu Hera kepada murid-muridnya.
"Baik Bu," patuh semua murid dan berdiri untuk menyerahkan tugas mereka bagi yang sudah selesai.
Bu Hera nampak tersenyum senang ketika melihat hasil karangan murid-muridnya itu, walau bahasa mereka masih belum sempurna dan tulisan yang terbilang sulit untuk dibaca, namun bagi Bu Hera, itu merupakan suatu kebanggaan tersendiri baginya.
Bersamaan dengan hal tersebut, Bu Hera meminta satu persatu muridnya untuk maju ke depan dan menceritakan tugas yang telah mereka buat dihadapan teman-temannya.
"Oke, siapa yang berani maju ke depan dan mai menceritakan hasil karangannya ini?" tanya Bu Hera ingin tahu.
Semua murid nampak antusias mengangkat tangan mereka dan bersorak. "Saya Bu! Saya mau maju ke depan!"
"Ya semuanya harap diam ya, Ibu akan panggil satu-satu." ucap Bu Hera dan semua murid langsung duduk manis.
"Baik, yang maju pertama adalah Deri!" panggil Ibu Hera.
Deri berdiri dari tempat duduknya dan melangkah maju ke depan kelas, lalu menceritakan siapa sosok pahlawan yang sangat ia kagumi.
"Sosok pahlawan yang Deri kagumi adalah Bapak Ir. Soekarno, karena Bapak Ir. Soekarno adalah pahlawan negara sekaligus presiden pertama negara Indonesia kita tercinta ini," ucap Deri sebisa mungkin yang ia pelajari di rumah kemarin.
"Bagus sekali! Beri tepuk tangan untuk Deri!" pinta Bu Hera memberi hadiah sebagai tanda keberanian dari salah satu muridnya dan semua teman satu kelas Deri turut memberikan tepuk tangan mereka.
"Anak pintar! Silahkan duduk Deri, terima kasih karena kamu sudah mau maju kedepan!" seru Bu Hera kemudian.
"Sama-sama Ibu!" balas Deri senang.
"Baik, sekarang giliran Ani!" ucap Bu Hera menunjuk salah satu muridnya.
Ani mengangguk patuh dan maju ke depan kelas untuk menceritakan hasil mengarangnya. "Sosok pahlawan yang Ani kagumi adalah kakek Ani yang sudah tiada. Karena kakek Ani adalah pahlawan yang telah gugur dimedan perang demi kemerdekaan bangsa Indonesia tercinta," ucapnya sesuai dengan apa yang telah diberitahu oleh keluarganya.
Bu Hera bertepuk tangan dan meminta Ani duduk. "Bagus Ani! Silahkan duduk."
"Baik Bu," patuh Ani lalu berjalan kembali ke tempat duduknya.
"Anak-anak almarhum kakeknya Ani adalah seorang pejuang, beliau termasuk pahlawan yang telah berkorban untuk memerdekakan bangsa kita puluhan tahun yang lalu. Untuk itu kita harus menghormati jasa-jasa beliau dan juga jasa-jasa para pahlawan yang lainnya. Apa kalian mengerti?" tanya Bu Hera.
"Mengerti Ibu!" seru mereka kompak.
"Baik, sekarang siapa lagi yang mau maju ke depan?" tanya Bu Hera melanjutkan.
Semua anak kembali berisik, sambil mengangkat tangan mereka, sesekali berdiri dan melompat senang. Namun ada satu anak yang tidak ikut mengangkat tangannya kali ini dan anak itu adalah Yuan.
Yuan merasa malu dan tidak percaya diri dengan hasil karangannya setelah mendengar teman-temannya bercerita mengenai sosok pahlawan yang mereka ceritakan.
Begitu hebat dan sangat berjasa untuk bangsa.
Yuan hanya menunduk dan tidak mau menceritakan hasil pekerjaan rumahnya, karena takut di sindir oleh kawan-kawannya mengingat bukan tokoh pahlawan atau tokoh penting pengharum nama bangsa yang ia buat dalam tugasnya itu.
Bu Hera begitu senang melihat antusias para muridnya, namun pandangannya seketika tertuju kepada Yuan yang tiba-tiba berubah murung dan hanya terduduk diam di kursi.
"Yuan," panggil Bu Hera.
Yuan mengangkat wajah mungilnya, lalu tertunduk lagi. "Ya Bu," ucapnya tak bersemangat.
"Sekarang giliranmu, majulah!" pinta Bu Hera.
Yuan menggeleng. "Enggak mau Bu," balasnya tak mau.
"Kenapa tidak mau? Majulah ke depan, semua temanmu ingin mendengar ceritamu, Yuan." Bu Hera memberi semangat agar Yuan berani.
"Iya maju saja, aku sama Ani tadi sudah maju," ucap Deri.
"Iya, ayo maju Yuan!" pinta Ani menimpali.
Yuan akhirnya menurut, lalu maju ke depan jelas dan menghadap teman-temannya dengan raut tidak percaya diri.
"Sosok pahlawan yang Yuan kagumi adalah Mama Yuan sendiri," ucap Yuan ragu-ragu.
"Hah, Mi ama kamu?" tanya anak-anak tidak mengerti.
Bu Hera tersenyum dan mendekati Yuan. "Anak-anak, tolong dengarkan Ibu sebentar. Sosok pahlawan bukan hanya pahlawan yang telah gugur di medan perang atau pahlawan yang pernah melawan bangsa penjajah saja. Namun ada pahlawan lain di dunia ini yang berjasa, seperti contohnya adalah guru. Bahkan guru mendapat julukan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa."
"Begitu pula dengan sosok kedua orang tua kita, mereka juga adalah pahlawan yang berjasa dalam merawat dan membesarkan anak-anaknya, mendidik serta menyekolahkan kita agar pintar dan lain sebagainya," tutur Bu Hera menjelaskan.
"Oh begitu," ucap semua murid menjadi paham.
"Bagus! Sekarang coba Yuan jelaskan kepada teman-teman semua, kenapa Yuan memilih Mamanya Yuan sebagai sosok pahlawan yang Yuan kagumi?" ucap Bu Hera meminta sambil kembali duduk di kursinya.
Yuan mengangguk dan menatap semua teman-temannya. "Sosok pahlawan yang Yuan kagumi adalah Mama, karena Mama baik hati dan juga pekerja keras. Dia bangun pagi-pagi sekali untuk mengurus semua keluarga, sambil menjaga adik dan mencari uang. Setiap hari Mama dimarahi sama Papa, bahkan di pukul mukanya sampai Mama jatuh kebawah. Tapi Mama tidak pernah menangis dan selalu mengajarkan aku agar terus berbuat baik dan tidak meniru sikap Papa."
Semua anak-anak terdiam, bukannya mereka mengerti dengan perkataan Yuan, melainkan mereka diam karena mereka merasa bingung dengan apa yang disampaikan oleh teman sekelasnya itu.
"Mamaku di rumah sangat cerewet, tapi dia tidak pernah cari duit dan hanya bisa mengomel kalau aku nakal. Papa juga tidak pernah mukul Mama, malahan Mama yang selalu mukulin Papa sampai Papa meminta ampun," celetuk Deri.
"Benar, Mamaku juga kalau di rumah cuma duduk-duduk saja. Tapi Papaku setiap hari naik sepeda cari duit dan Papaku tidak galak," ucap Ani menimpali.
Bu Hera kembali menghampiri Yuan dan berdiri disisinya. "Anak-anak, apa yang telah Yuan ceritakan di depan adalah contoh bahwa seorang ibu selain berhati lembut, seorang ibu juga mampu menjadi kuat dan tegar sekokoh batu karang. Maka dari itu kita harus selalu menyayangi ibu kalian, menghormati serta berbakti kepadanya dan jangan buat hati ibu kalian bersedih. Apa kalian mengerti?"
"Mengerti Ibu!" seru semua anak-anak murid disana.
"Anak pintar! Cerita yang bagus Yuan, sekarang kembalilah ke tempat dudukmu," ucap Bu Hera tersenyum.
"Terima kasih Bu," balas Yuan mengangguk. Lalu kembali duduk di kursinya.
"Baik! Tugas kalian semua sudah Ibu baca dan hasilnya sangatlah bagus, Ibu sangat bangga dengan kalian semua. Senin depan kita akan memyambut hari ibu, jadi jadwal pelajaran hari ini kita akan latihan menyanyi," ucap Bu Hera.
"Baik Bu!" seru semua murid disana termasuk Yuan.
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
neng ade
Semoga kelak Yuan jadi anak yg sukses
2023-11-24
0
Dewi Payang
😀😀😀😀😀😀😀
2023-11-15
1
Dewi Payang
Yuan jujur. Jadi inget cerita adikku yg mengajar sekolah 3 bahasa, ada anak didiknya yg cerita mirip seperti Yuan, kalo ibunya sering dipukukin ayahnya.
2023-11-15
1