Awal bulan Januari.
Sesuai dengan janjinya, pada minggu pertama di bulan Januari, Alin mengajak Yuan ke salah satu pasar tradisional untuk membeli baju baru, sambil menggendong Marlina dalam dekapannya.
"Mama Kokoh mau baju itu!" seru Yuan menunjuk baju yang ia inginkan.
"Yuk kita lihat kesana," balas Alin menuntun Yuan ke toko yang menjajakan baju-baju berwarna merah edisi tahun baru imlek.
Dan setibanya disana, mereka disambut oleh encik penjual baju. "Ayo Cik mau baju yang mana? Banyak model nih tinggal pilih aja," tawar si encik penjual baju itu.
"Yang buat imlekan tahun ini Cik, kalau bisa ukuran untuk anak delapan tahun," ucap Alin seperti biasa melebihkan ukuran baju Yuan agar bisa dipakai lebih lama.
"Nih ukuran buat si Kokohnya," ucap encik penjual baju menunjukkan.
Alin tersenyum dan mengukurnya ke Yuan. "Kokoh mau baju ini?" tanyanya.
"Kokoh mau Mah!" seru Yuan semangat.
"Ya udah Cik, tolong yang ini di bungkus!" ucap Alin.
"Ya Cik," balas si penjual baju lalu menghitung total belanjaan Alin.
Hari itu Alin membelikan Yuan baju sebanyak dua pasang, begitu pula untuk Marlina. Dan rencananya baju tersebut akan dipakai oleh anak-anaknya itu pada saat malam Ce It atau malam sebelum tahun baru dan satu stel lagi akan dipakai pada saat hari besar imleknya.
"Dua stel aja ya Yuan," ucap Alin.
"Ya Ma," patuh Yuan mengerti.
"Sekarang kita cari sendal yuk!" ajak Alin kemudian.
"Ayuk!" seru Yuan semangat.
Lalu mereka berjalan kembali menuju toko sendal, membeli sendal baru untuk Yuan dan juga membeli sepatu bayi untuk Marlina.
"Mama, Kokoh mau sendal yang ada gambar superhero nya," tunjuk Yuan kepada sendal jepit dengan gambar superhero.
"Ya," Alin menuruti.
"Hore! Asyik!" seru Yuan merasa gembira, karena semua permintaannya telah dituruti oleh sang ibu.
Lalu anak itu berjalan dengan sukacita sambil menjinjing kantong kresek berisi barang-barang baru untuk dirinya.
"Mama, habis ini mau kemana?" tanya Yuan.
"Kita pulang ya," balas Alin.
"Mama enggak beli baju baru?" tanya Yuan bingung.
"Enggak, Mama tidak beli baju baru. Lagian di rumah banyak baju Mama yang masih bagus dan masih layak pakai," jawab Alin.
Karena bukan tanpa sebab, selain uang belanjanya yang tidak cukup jika membeli baju baru untuk dirinya sendiri, wanita itu berpikir harus lebih mengutamakan kepentingan anak-anaknya terlebih dahulu dibanding kepentingan pribadinya.
Dan hal itu merupakan salah satu contoh pengorbanan ibu yang sering dilakukan untuk anak-anaknya.
"Tapi tahun baru harus pakai baju baru," protes Yuan.
"Tidak apa, tahun baru tidak selamanya harus pakai baju baru. Yang terpenting ditahun baru ini kita meminta keberkahannya saja," balas Alin.
"Apa yang diminta? Keberkahan apa?" tanya Yuan ingin tahu.
"Ya misalnya kesehatan, rejeki, kebahagiaan dan lain-lain," jawab Alin.
Yuan membulatkan bibirnya dan ia melihat sebuah kelenteng di dekat pasar itu. "Mama kita sembahyang yuk! Yuan mau minta berkah disana," tunjuknya.
Alin menoleh dan ia setuju dengan keinginan Yuan. "Ayo, kebetulan Mama mau sembahyang juga disana."
Setibanya di kelenteng, Alin mengajari Yuan tata cara persembahyangan kepada Dewa dan Dewi. Mulai dari mencuci tangan, sampai bagaimana ia menancapkan dupa diatas altar.
Lalu setelah mereka selesai bersembahyang, Yuan menunjuk salah satu lagi tempat ibadah di dekat tempat itu.
"Mama, itu tempat apa?" tanya Yuan.
"Itu Vihara (Wihara)," jawab Alin.
"Bisa tidak kita kesana?" tanya Yuan.
"Tentu bisa," balas Alin menyetujui. Karena kebetulan di hari itu sedang ada kebaktian sekolah minggu.
"Mama, Yuan ingin doa disana juga!" ajak Yuan tertarik saat melihat ada banyak anak-anak di dalam Vihara.
"Ya, ayo kita masuk," balas Alin.
Mereka berdua disambut oleh pengurus dengan mengucapkan salam sambil ber-Anjali (sikap tangan saat mengucap salam, yaitu merangkapkan kedua tangan seperti kuncup bunga teratai didepan dada).
Suatu hal baru bagi Yuan sendiri dan Alin membiarkan anaknya itu belajar agama agar menjadi pribadi yang lebih baik.
"Mama, Kokoh mau ke Vihara lagi setiap minggu ya. Kokoh senang sekali, banyak teman baru!" seru Yuan setibanya di rumah.
"Ya sayang, setiap minggu Mama akan antar kamu ke Vihara ya," balas Alin senangmelihat semangat anaknya untuk belajar agama lebih dalam.
"Asyikk!" seru Yuan.
Akan tetapi setelah mengikuti kegiatan agama tersebut, mereka jadi pulang terlambat ke rumah. Hingga Yudi yang kala itu sudah kelaparan karena belum sarapan pagi sampai tengah hari pun, merasa marah kepada Alin yang baru saja tiba di rumah.
"Eh elu beli baju apa jalan-jalan hah! Udah tahu kagak ada makanan di rumah, harusnya pulang cepet. Jangan keluyuran!" tukas Yudi emosi.
"Alin enggak keluyuran Koh, Alin sama Yuan habis sembahyang di bio (kelenteng). Sama temenin Yuan kebaktian, dia mau ikut sekolah minggu di Vihara," balas Alin apa adanya dan disambut anggukan oleh Yuan.
"Alahh gua enggak percaya! Elu pasti habis memaen ke rumah orang kan? Terus elu ngobrol sampe lupa waktu dan ngabisin duit buat beli makan enak di luar!" tukas Yudi tidak percaya.
"Enggak Koh, Alin berani sumpah. Alin enggak keluyuran! Lagian Alin pikir Kokoh pasti beli makan diluar, soalnya Kokoh lagi pegang duit banyak habis menang judi," balas Alin.
"Duit gua udah habis buat beli baju baru sama sepatu kemarin, ngerti lu! Udah sono masak, perut gua udah lapar. Gua mau makan!" sentak Yudi tidak mau tahu.
Alin mengangguk dan segera ke dapur untuk memasak lauk setelah menaruh bayi Marlina di atas kasur, sedangkan Yuan membantu Alin dengan menjaga adiknya yang sedang tertidur, sambil mengipasinya agar nyaman.
Tak butuh waktu lama, lauk makan siang telah siap sedia. Yudi yang sudah kelaparan sejak dari tadi pagi, menghabiskan lauk tersebut tanpa ingat anak istri.
"Koh telur dadarnya jangan dihabisin, sisain buat Yuan!" tegur Alin.
"Berisik Lu, gua lagi lapar. Lagian telur masih banyak tuh di warung, masak lagi aja!" balas Yudi tidak peduli.
Alin hanya bisa geleng-geleng kepala dalam menghadapi sikap egois Yudi, tanpa mau banyak berdebat, wanita itu segera mengambil telur dan memasak kembali untuk Yuan yang mulai meminta makan siang padanya.
Lalu setelah semua perut anggota keluarganya telah terisi, seperti biasa Alin mencari uang dengan menjaga warung sembako. Banyak pembeli yang mulai berdatangan, untuk membeli sembako dan karena sebentar lagi akan menyambut tahun baru imlek.
Para pembeli sudah mulai menyetok bahan-bahan sembako yang diperlukan sebelum harga meranggak naik saat mendekati hari H, seperti gula pasir, minyak sayur, tepung terigu dan lain sebagainya.
Hal tersebut membuat Alin mengucap syukur, setidaknya bahan dagangan dalam warungnya tidak menumpuk dan bau tengik.
Selain itu ia masih bisa mendapat untung lebih di bulan ini, serta dapat merayakan tahun baru imlek bersama dengan keluarga kecilnya, walau tidak semewah seperti waktu masih gadis dulu.
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Dewi Payang
5🌹buat kak author
2023-12-13
0
Dewi Payang
Dih isi kepalanya jahat semua
2023-12-13
0
Lee
Jdi inget mamahku Lin, mmah dlu jg suka begini 😭
2023-12-10
0