Beberapa hari kemudian.
Hari demi hari silih berganti dan besok orang-orang Tionghoa akan merayakan perayaan tahun baru China atau yang sering disebut juga dengan hari raya Imlek (Festival musim semi).
Alin begitu sibuk memasak daging untuk persembahyangan leluhurnya pada jam sepuluh nanti, dan ia sudah menyicil membuat bumbunya dari jauh-jauh hari sebelumnya, karena ada sekitar 10 menu berbeda yang akan ia sajikan dihari besar tersebut agar tidak kewalahan saat waktunya sudah dekat.
Dan menu tersebut terdiri dari makanan yang mengandung unsur darat, udara dan juga air.
Selain membuat masakan rumit, Alin juga menggulung kertas agar berbentuk uang China pada jaman dahulu dan ia terus menggulung uang kertas itu hingga penuh satu kantong plastik besar, yang akan dibakar setelah sembahyang tahun baru imlek selesai dilakukan.
Bersamaan dengan hal tersebut, Melan mendatangi rumah Alin sambil membawa pesanan Alin, yaitu beberapa kue keranjang bulat dan juga dodol China berbentuk panjang.
"Lin," panggil Melan si tukang kue.
"Iya Cik, masuk saja!" sahut Alin dari dalam rumah.
Melan masuk ke dalam dan menghampiri Alin yang tengah sibuk di dapur. "Ini kue pesananmu Lin, kue cina sekilo sama dodol lapis sekilo ya. Kalau kue basah-nya (Kue mangkok, kue ku ketan, kue pisang dan kue bugis) nanti Encik anterin pas mau naik sembahyang ya," ucapnya sambil memberikan.
"Oh iya Cik! Makasih," balas Alin mengambil.
"Sama-sama," balas Melan. "Masak makanan buat sembahyang buat entar udah selesai?" tanyanya kemudian.
"Masih ngerebus daging, bentar lagi juga beres. Habis ini tinggal masak yang cepetnya Cik," balas Alin, sesekali mengusap peluh yang bercucuran di dahi dengan lengan bajunya.
"Oh syukur deh, kalau repot jangan sungkan panggil Encik ya," ucap Melan menawarkan dirinya memberikan bantuan.
"Ya Cik, terima kasih!" balas Alin mengangguk.
"Ya sudah kalau begitu Encik mau pergi antar kue pesanan orang lagi nih," ucap Melan.
"Ya Cik, hati-hati."
Beberapa saat kemudian, menu daging telah matang. Lalu Alin lanjut memasak menu yang mudah dan cepat dikerjakan. Selain untuk persembahan nanti sore, Alin juga memisahkannya untuk menu makan siang dan makan malam.
Yuan yang kala itu baru bangun dari tidur, segera menuju dapur setelah mencium ada aroma lezat dari dalam sana.
"Mama masak apa? Wangi banget," ucap Yuan sambil mengucek kedua matanya.
"Mama masak Ba Chin, pindang bandeng, bakso pare, sayur ba kut, ikan goreng, sambel godog, ada ayam goreng, mie goreng, sayur sop baso lohua, sama udang," jawab Alin membeberkan hasil masakannya.
"Banyak amat, Kokoh jadi bingung mau makan yang mana dulu. Kalau dimakan semua boleh?" tanya Yuan tidak bisa memilih karena terlalu banyak makanan dan ia ingin semua makanan itu.
"Makan yang kokoh mau lebih dulu ya, jangan semuanya. Nanti mubazir kalau enggak kemakan," balas Alin.
Yuan mengangguk patuh dan memiloh menu yang ingin ia makan. "Yuan mau makan ba chin aja kalau begitu," ucapnya kemudian.
"Ya," balas Alin lalu mengambil nasi dan menyendok lauk untuk Yuan.
"Nanti habis makan, Kokoh langsung mandi ya."
"Ya Ma, habis mandi pake baju baru ya?" tanya Yuan.
"Ya, pakai baju baru. Tapi sore ya," balas Alin.
"Hore!" seru Yuan semangat dan ia makan dengan cepat dan membantu ibunya sambil menunggu waktu sore, agar bisa pakai baju baru dan menunjukkannya kepada teman-teman sekitar rumah.
Merasa bosan Yuan akhirnya memutuskan untuk bermain bersama dengan teman-temannya ke tanah lapang.
"Mama, Kokoh main sama teman-teman dulu ya!" ucap Yuan meminta ijin.
"Ya Koh, tapi hati-hati. Jangan main jauh-jauh dan sebelum bedug Mahgrib Kokoh sudah harus pulang ya," balas Alin mengingatkan.
"Ya Ma," sahut Yuan sambil berlari.
Alin tersenyum dan kembali ke dalam dapur, untuk melanjutkan pekerjaannya yang belum selesai. Lalu bersamaan dengan hal tersebut, Yudi yang baru saja selesai dari kamar mandi, datang menghampiri Alin sambil menyombongkan dirinya.
"Lihat nih Lin, keren kan gua pakai baju baru."
Alin memutar bola matanya malas. "Ya keren," balasnya tanpa menoleh.
"Makanya jadi orang jangan sok suci, coba elu terima duit dari gua. Pasti sekarang ini elu pakai baju baru juga," sindir Yudi kepada Alin yang tidak punya baju baru.
"Tidak apa Alin tidak pakai baju baru juga, yang penting Alin enggak pakai baju dari uang hasil judi," balas Alin.
Yudi mencebik dan melempar Alin dengan gelas plastik hingga mengenai punggungnya. "Punya bacot jangan nyahut aja," geramnya.
Alin meringis sakit, sambil mengusap punggungnya yang terkena lemparan gelas. Lalu terdiam karena malas berdebat dengan suaminya yang tidak pernah mau mengalah itu.
"Entar gua mau pulang pagi, gua mau begadang sama si Ah Chin di rumah si Herman. Disono banyak makanan dan minuman enak kalau mau tahun baru, jadi elu jagain pintu ya. Awas lu kalau ketiduran!" ucap Yudi memberitahu.
"Sebelum pergi tolong bersihin meja abu Koh," pinta Alin baik-baik.
"Elu enggak lihat gua udah mandi, udah bersih dan udah wangi begini disuruh bebersih meja abu. Atuh kotor Alin!" balas Yudi tidak mau.
"Ya sudah," balas Alin lesu.
Lalu tak lama setelah itu Yudi meninggalkan rumah, sambil membawa beberapa botol minuman keras. Karena ingin berpesta malam tahun baru bersama dengan teman-temannya di rumah bandar judi.
Sedangkan Alin masih berkutat di dalam dapur, bertarung dengan banyaknya pekerjaan rumah, serta menjaga anak dalam waktu yang bersamaan. Dan Alin harus bergegas mengerjakan semua itu, agar semuanya selesai tepat waktu.
...***...
Beberapa saat kemudian, pekerjaan Alin akhirnya selesai juga. Ia segera membersihkan diri dan memakai baju daster seperti biasanya, banyak tetangga yang bertanya kenapa dirinya tidak memakai baju baru dimalam tahun baru.
"Kata orang tua dulu, pamali kalau tahun baru kita tidak pakai baju baru," ucap Yulan sedikit menyindir.
"Tidak apa kok Cik, yang penting kita berdoa minta keberkahannya saja sama Tuhan Yang Maha Esa dan memahami makna baik dari tahun baru imlek sendiri," balas Alin bijak.
"Tapi malam tahun baru tidak pakai baju baru itu bisa bawa sial, bisa makin sulit ekonominya," balas Yulan tidak mau mengalah.
"Cik Yulan, itu cuma mitos. Sial atau enggaknya seseorang itu tergantung dari karmanya sendiri, sulit atau lancarnya ekonomi juga itu tergantung dari usaha keras kita sendiri. Bukan dari kita pakai baju baru atau tidaknya saat malam tahun baru," balas Alin menjelaskan.
Yulan tentu mendengus. "Susah ngomong sama orang kayak elu Lin! Kalau dibilangin sama yang tua-an suka ngeyel!" cebiknya.
"Bukannya begitu Cik, Alin mah jujur memang enggak punya duit buat beli baju baru. Yang penting mah anak-anak aja yang make, biar pada seneng. Lagian Alin sudah puas ngerasaan pake baju baru tiap tahun waktu kecil, sekarang giliran anak Alin yang ngerasaain. Apalagi kita udah berumah tangga, udah enggak pantes bergaya. Yang penting mah enggak maksain diri sendiri, nanti malu sama tetangga, bisa bergaya tapi hidup kelilit hutang," balas Alin.
Yulan seakan tersindir dengan perkataan Alin, ia pun yang semula ingin menghina Alin, malah terhina dengan kenyataan tersebut. Dimana ia bisa bergaya elit, tapi bayar hutang sangatlah sulit.
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
💞Amie🍂🍃
Alin udah dewasa ya, salut bgt sama pemikirannya
2023-12-27
0
Dewi Payang
Cara pandang Alin tentang kehidupan.udah dewasa banget👍
2023-12-14
1
Dewi Payang
untung gelas.plastik😆
2023-12-14
1