Alin kembali menatap meja abu kedua orang tua serta kedua mertuanya itu, sambil menghela nafas berkali-kali akibat capek hati meladeni tingkah suaminya yang benar-benar tidak peduli dengan keluarganya.
Jangankan membantu, bertanya ingin dibantu apa juga tidak pernah sama sekali.
Ingin rasanya ia berteriak sekuat tenaga dan mengeluh serta menangis meratapi nasibnya saat ini. Akan tetapi Alin harus tetap waras, berusaha kerasa mencari nafkah demi kelangsungan hidup kedua anaknya.
...***...
Warung.
"Cik," sapa Alin kepada pelanggan yang baru saja datang. "Mau beli apa?" tanyanya kemudian.
"Beli beras seliter sama telur seperempat," balas si Encik bernama Yulan.
"Ya tunggu sebentar ya Cik," balas Alin lalu menimbang bahan-bahan tersebut dan menyerahkannya kepada sang pembeli.
"Makasih ya Alin, ini uangnya." Yulan memberikan uang belanjaan yang ternyata kurang dari perhitungan.
"Maaf Cik, duitnya kurang ceng go (seribu lima ratus rupiah)." Alin menunjukkan uang Yulan yang kurang.
"Ah masa sih, bukannya pas ya?" tanya Yulan sudah menghitung betul-betul belanjaannya.
"Ya ci, harga beras lagi naik seceng (seribu rupiah), telur juga naik gopek (lima ratus rupiah). Makanya kurang," balas Alin.
Yulan tentu mendengus kesal. "Kenapa sih tidak bilang daritadi, kan saya bisa kurangi belanjaannya."
"Itu ada catatannya dan sudah saya tempel disitu biar kelihatan Cik, semua bahan pokok sedang naik jadi mohon maaf," balas Alin menunjukkan kertas tempelan bertuliskan tangannya pada Yulan.
"Ya sudahlah, kalau begitu kekurangannya catat saja dibuku. Besok kalau belanja lagi kesini saya bayar," ucap Yulan.
Alin menghela nafas panjang dan mengangguk. "Ya sudah Cik, saya catat di buku. Tapi jangan lupa dibayar ya, buat modal lagi."
"Ya bawel, pantes laki elu galak. Lu jadi bini kebawelan sih!" sindir Yulan sebelum pergi dari warungnya.
Alin mematung mendengar kata-kata sindirian tersebut, namun ia berusaha agar tidak termakan emosi dan memilih mengucap kata pujian kepada sang pencipta.
Lalu ia kembali ke meja dan mencatat nama Yulan dalam buku daftar pembeli yang berhutang di toko sembakonya.
Alin mengecek kembali nama-nama dalam daftar buku tersebut, ada pembeli yang mau bayar atas kesadaran sendiri. Ada yang mau bayar setelah ditagih berkali-kali, bahkan tidak sedikit dari mereka yang tidak mau bayar.
Sampai Alin lupa dengan catatannya sendiri, karena tinta dalam buku itu telah hilang tergerus oleh waktu.
"Yulan, Senin tanggal 15 Desember 2003. Hutang ceng go," gumam Alin sambil mencatatnya dibuku. Lalu menaruhnya didalam laci berisi nota-nota penting.
Melihat jam telah menunjukkan waktu kepulangan Yuan dari sekolah, serta warungnya telah sepi dari pembeli. Ibu muda itu kembali menutup warungnya dan menjemput Yuan dengan membawa bayi Marlina dalam gendongan.
...----------------...
Taman Kanak-Kanak.
Alin menunggu di depan pintu gerbang sekolah dan ia tersenyum senang saat melihat Yuan telah keluar dari dalam kelas.
"Mama!" sapa Yuan semangat.
"Koh Yuan!" sahut Alin menyambutnya.
"Mama, dede Marlina," ucap Yuan mengecup adik bayinya itu.
"Bagaimana sekolah hari ini? Belajar apa saja?" tanya Alin seperti biasanya.
"Hari ini Kokoh bikin pesawat kertas sama mewarnai dapat juara 2," balas Yuan sambil menunjukkan jarinya yang berjumlah 3. "Eh salah ini 3," ucap Yuan segera meralat jarinya menjadi 2.
Alin terkekeh melihat kesalahan kecil nan manis itu. "Kokoh hebat kalau begitu, Mama senang dengernya," puji Alin sambil mengusap puncak kepala putranya.
"Ya dong, Yuan kan anak Mama," balas Yuan bangga pada dirinya sendiri.
Bersamaan dengan hal tersebut, seorang guru wali kelas Yuan menghampiri Alin. "Selamat pagi Mam," sapa halus guru Yuan bernama Hera.
"Pagi Bu," jawab Alin hormat.
Bu Hera tersenyum dan mengusap Yuan. "Yuan anaknya pintar Mam, dia juga aktif didalam kelas. Banyak bertanya dan selalu ingin tahu, hanya saja Yuan masih suka marah-marah di kelas dan selalu marah apabila dia tidak bisa menyelesaikan sesuatu dengan baik."
"Begitukah?" tanya Alin sambil menatap Yuan yang tertunduk.
"Tidak apa Mam, hal itu wajar kok. Karena emosi anak diusia seperti Yuan ini masih terbilang sering berubah-ubah, dia sedang meniru dari apa yang ia lihat di lingkungan sekitar dan bisa juga dari orang-orang terdekat Yuan sendiri. Karena rasa ingin tahu si anak jadi anak akan meniru hal tersebut dan terasa sangat menyenangkan baginya."
"Dan hal itu sering terjadi karena memang anak usia kecil seperti ini masih belum bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Jadi Mam, kebiasaan marah-marahnya Yuan masih bisa kita hilangkan. Yang terpenting terus bimbing Yuan di rumah dan jauhkan dia dari hal-hal yang tidak baik," ucap Bu Hera menjelaskan.
Alin memeluk Yuan dan menyadari jika sikap marah-marah putranya itu pasti akibat selalu melihat sikap kasar ayahnya di rumah. "Ya Bu, terima kasih atas perhatiannya."
"Sama-sama dan satu lagi Mam, senin depan sekolah akan mengadakan acara dalam rangka memperingati hari ibu dan kebetulan kelas kita akan menyumbang paduan suara. Nanti saya minta tolong sama Mama, bantu Yuan untuk hapalin liriknya di rumah ya," ucap Bu Hera memberitahu.
Alin mengangguk paham. "Baik Bu, saya akan mengingatnya. Terima kasih," balasnya.
"Sama-sama, kalau begitu saya tinggal ya. Hati-hati dijalan," ucap Bu Hera sambil melambaikan tangannya ke arah Yuan. "Dah Yuan. Belajar yang rajin ya!"
Yuan membalas lambaian tangan itu dan tersenyum kecil. "Dadah Bu," sahutnya.
Alin menuntun Yuan berjalan menuju parkiran motor. "Yuan, lain kali tidak boleh marah-marah ya. Apalagi marah sama ibu guru dan teman di kelas," ucapnya memberi nasihat.
"Tapi bukannya kata papa kalau marah-marah itu berarti kita sayang? Yuan sayang sama ibu guru dan teman, makanya Yuan marah," jawab Yuan polos.
Alin tercengang mendengarnya, ia begitu marah saat mengetahui jika Yudi mendidik putranya tidak benar. "Yuan, marah-marah itu adalah perbuatan tidak baik. Kokoh bisa dijauhi teman-teman kalau sering marah-marah," balasnya memberi pengertian.
"Tapi Papa bilang, kalau Yuan marah dan galak sama teman nanti teman tidak berani macam-macam sama Yuan," balas Yuan.
Alin semakin teriris hatinya. "Tidak Kokoh, itu tidak baik. Jangan dengarkan kata Papa ya, semua itu tidak benar. Kita harus bersikap baik, agar kita selalu disayang sama orang."
Yuan yang masih kecil tentulah tidak mengerti dengan semua yang dikatakan oleh ibunya itu, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan.
Dan hal tersebut merupakan PR bagi Alin sendiri dalam mendidik Yuan agar lebih mengarahkannya kejalan yang benar.
...----------------...
Rumah.
"Yuan, buka sepatunya dulu ya!" titah Alin kepada Yuan sebelum masuk rumah.
"Ya Mah," patuh Yuan lalu melaksanakan aturan yang sering diterapkan oleh Alin.
Sedangkan Alin segera menaruh bayinya ke tempat tidur, lalu membuka toko sembakonya kembali.
Pandangannya tertuju kepada suaminya yang sedang mengorek isi laci uang.
"Mau apa Koh?" tanya Alin.
"Duit mana?" balas Yudi bertanya.
"Enggak ada, belum dapat penglaris."
"Jangan bohong Lu! Masa belum ada yang beli dari tadi pagi?" balas Yudi tidak percaya.
"Ada, cuma duitnya Alin simpen buat nambahin setoran ke pak Marsan hari ini," balas Alin.
"Sini gua pakai dulu," pinta Yudi menadahkan tangannya.
"Enggak bisa Koh, kemarin aja setoran kita kurang. Masa mau kurang lagi, lagipula buat apa sih?" tanya Alin.
"Sudah lu jangan banyak cing cong! Gua mau beli minum buat entar malem," balas Yudi.
"Minum terus! Daripada kokoh habisin duit buat hal yang tidak berguna, kenapa kokoh enggak bantuin Alin buat cari uang. Biar Kokoh ngerasain susahnya cari uang! Hidup kita sudah susah Koh, jadi jangan ditambah susah dengan gaya hidup Kokoh yang tidak berguna!" sentak Alin kesal.
Yudi mengeram kesal dan merampas tas kecil yang ada di tangan Alin. "Hidup-hidup gua, lu enggak berhak ngatur!" balasnya lalu mengambil uang setoran.
"Koh! Jangan!" cegah Alin.
"Berisik lu!" Sergah Yudi sambil melayangkan tamparan untuk Alin hingga Alin tersungkur. Lalu pria itu pergi dengan senyum puasnya sambil memegang uang.
Alin menangis dan menatap Yudi dengan tatapan kesalnya. Sedangkan Yuan yang mengintip dari balik pintu toko, merasa gemetaran melihatnya.
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
💞Amie🍂🍃
iklan udah nemplok ya Thor, nyicil bacanya. Tetap saling dukung 🤭🤭
2023-12-21
0
💞Amie🍂🍃
Ibumu patut dicontoh, papamu abaikan aja
2023-12-21
0
Dewi Payang
Hehe, ya ampun udah bayar kurang pake ngatain lagi😁
2023-11-10
0