Benang Tanpa Ujung
Tengah malam.
Seorang ibu muda tengah berusaha menenangkan bayinya yang berusia tiga bulan dari tangisan, serta rewel akibat demam sehabis imunisasi.
"Sssh ... Ssshh ..." Alin berusaha menenangkan sang bayi, dengan terus menimang-nimangnya didalam gendongan.
Namun ayunan maupun indung-indung sayang, nyatanya tidak mampu menenangkan bayi mungil tersebut. Hingga pada akhirnya tangisan sang bayi kecil itu pun membangunkan salah satu penghuni rumah didalamnya.
"Mama, dede Marlina kenapa?" tanya Yuan, anak pertama Alin berusia 6 tahun.
"Dede demam sayang, kokoh Yuan tidur lagi ya. Besok kan kokoh sekolah," ucap Alin menggiring putranya kembali ke dalam kamar agar melanjutkan tidurnya.
"Tapi kokoh tidak bisa tidur kalau dede masih nangis," balas Yuan tidak dapat tidur, sesekali mengucek kedua mata lelahnya.
"Ya kokoh tutup matanya saja ya," ucap Alin mengelus dahi Yuan, sesekali menimang bayi Marlina yang masih rewel dalam dekapannya.
"Mama, dedenya sudah minum obat belum?" tanya Yuan peduli.
"Sudah, sebentar lagi juga panas dede Marlina bakalan turun kok. Kokoh bobo ya," pinta Alin sabar.
Namun Yuan malah pergi ke dapur, lalu kembali ke dalam kamar tidur, sambil membawakan segelas air minum untuk sang ibu. "Mama ini air diminum, mama pasti capek gendong dede."
Alin bergetar mendengarnya, ia segera mengambil air dari kedua tangan mungil Yuan dan meminum air pemberiannya itu. "Terima kasih, sayang."
"Sama-sama," jawab Yuan lalu merangkak naik keatas ranjang dan berusaha tidur sendiri. "Mama jaga dede Marlina saja, kokoh bisa tidur sendiri."
"Ya sudah selamat malam, mimpi indah kokoh." Kecup Alin sesudahnya, lalu menatap ke sebelah sisi Yuan yang kosong tanpa seseorang dan tersenyum getir.
"Dia masih belum pulang," gumam Alin lalu menatap jam dinding.
Melihat Yuan telah tertidur lelap dan panas pada bayinya semakin mereda, Alin mencoba merebahkan kedua kakinya diatas meja kecil. Sesekali menatap pintu masuk dan berharap sang suami pulang ke rumah dengan segera.
Hingga rasa lelah dan kantuk membuat kedua netranya terlelap sendiri, akan tetapi ia harus terus terjaga demi menjaga pintu rumah, demi menunggu sang suami yang sedang asyik bermain judi di rumah temannya.
Alin mengambil sebotol minyak gosok berwarna hitam beserta kapas putih untuk luka, lalu membalurkan perlahan disekitar lebam pada bagian tubuhnya.
Terutama luka lebam dekat pipinya itu, akibat sebuah tamparan keras melayang tadi pagi. Sewaktu ia melarang suaminya untuk tidak pergi berjudi dan ingatannya kembali terlempar pada pagi hari tadi.
Lu jadi bini jangan cerewet, gua pergi main ke rumah si Ah Chin cuma sebentar!
Tapi koh, sudah berapa kali Alin bilang jangan berjudi. Jangan begadang saja! Punya waktu harusnya habiskan bersama anak kita, bukan dengan orang lain. Belum lagi toko sembako kita harus dijaga, Alin enggak sanggup sendirian mengurus rumah!"
Plakk!!
Alin menutup kedua matanya dan meraba wajahnya yang sedikit membiru. Sampai kapan ia akan menerima nasib seperti ini, akan tetapi itu lebih baik daripada dia hidup luntang lantung dijalan tanpa keluarga diluar sana.
Beberapa saat kemudian, penantian Alin pun akhirnya usai. Disaat Yudi dengan jalan terhuyung-huyung melangkah masuk ke dalam rumah dan berteriak memanggil namanya.
"Alin!" pekik Yudi seperti biasa.
"Ya koh," sahut Alin malas dan segera menghampiri.
"Tutup pintunya dan kunci! Cepat!" sentak Yudi lalu merebahkan tubuhnya diatas kasur dan terlelap tidur.
Alin menutup dan mengunci pintu rumahnya, lalu menatap sang suami yang telah tertidur dalam kondisi mabuk. Bahkan pakaiannya terlihat masih sama seperti yang pria itu kenakan pagi hari tadi.
Entah karma apa yang telah ia perbuat dikehidupan lampau, sampai mendapat suami dengan sifat tidak terpuji seperti itu.
Padahal yang ia tahu, sewaktu awal mengenalnya, Yudi adalah sesosok pria yang baik lagi penyayang dan dapat diandalkan dengan menunjukkan sikap rajin bekerja dan pandai mencari uang.
Akan tetapi seiring berjalannya waktu, Alin melihat wajah asli suaminya itu. Sifat baik sewaktu belum menikah hanyalah topeng belaka.
Alin menghembus nafas panjang ke udara, lalu berjongkok untuk melepas sendal pada kedua kaki suaminya yang masih menempel dan menaruh di rak sendal seperti biasa. Lalu ia pun baru bisa tertidur setelah mengurus suami pemabukannya.
...***...
Keesokan paginya.
Alin terbangun dari tidurnya di jam sebelum waktu subuh, dimana semua orang masih asyik tenggelam dalam mimpi-mimpi mereka. Selain sibuk menyiapkan bekal sekolah untuk putra pertamanya, ia juga harus mengerjakan kesibukan lain sebagai ibu rumah tangga.
Terlebih ia punya seorang bayi, yang harus diurus secara ekstra. Jadi mau tidak mau, Alin harus terus berusaha sebisa mungkin membagi waktu, walau terkadang masih saja keteteran.
"Koh bangun," bisik Alin membangunkan anak pertamanya.
Yuan mengeliat kecil dan perlahan membuka kelopak mata mungilnya yang masih sulit untuk dibuka. "Sudah pagi ya Ma?" tanyanya polos.
"Iya, kokoh kan harus sekolah. Ayo bangun, minum susu dulu." Alin menuntun putranya yang berjalan sempoyongan ke depan kamar.
Beruntung Yuan anak penurut, diusianya yang masih duduk dibangku taman kanak-kanak, namun Yuan sudah bisa mengurus diri sendiri walau masih terbatas dan harus diawasi.
Hingga tibalah waktu telah menunjukkan pukul tujuh lewat lima belas menit pagi, Alin mengeluarkan sepeda motornya dan mendudukkan Yuan pada kursi rotan.
Sementara sang bayi masih tertidur lelap dalam gendongannya.
Rutinitas sehari-sehari yang sudah menjadi sarapan pagi bagi Alin, yaitu mengantar putranya pergi menuntut ilmu, dengan harapan agar kelak putranya itu dapat menjadi kepala keluarga yang bertanggung jawab dan selalu membahagiakan istri maupun keluarganya.
Sedangkan harapan Alin kepada putrinya salah satunya adalah tidak mengalami nasib pahit seperti dirinya.
Yaitu punya suami tidak berguna.
Setelah menempuh waktu selama 10 menit, Alin telah tiba di sekolah Yuan. Ia segera menyerahkan putranya itu kepada guru dan pergi tanpa menungguinya.
"Koh Yuan pintar, Mama pulang dulu ya. Nanti kokoh pulang sekolah Mama jemput," ucap Alin seperti biasanya, lalu menyerahkan kotak bekal dengan lauk seadanya kepada Yuan.
Yuan pun meraih kotak bekal tersebut sambil mengangguk patuh, seakan mengerti kesibukan sang ibu, ia tidak banyak menuntut apapun pada ibunya.
Dengan lambaian kecil Yuan menoleh sekali dan pergi masuk ke dalam kelas bersama dengan gurunya.
Alin menghela nafas lega melihat putranya telah masuk kedalam kelas tanpa menangis, setelah itu ia harus segera kembali pulang ke rumah agar bisa mengurus pekerjaan lainnya.
Akan tetapi apa yang ia lihat pagi ini, suaminya Yudi malah ingin pergi bermain dengan temannya.
"Koh mau kemana?" tanya Alin menaruh bayi Marlina diatas kasur.
"Lu enggak lihat si Ah Chin udah ada di depan?" jawab Yudi ketus.
"Tapi Koh, kita belum buka toko, terus siapa nanti yang mau jagain toko kalau kokoh mau pergi? Belum lagi aku harus jemput Yuan di sekolah," tanya Alin mulai cemas.
"Kebiasaan lu jadi bini cerewet banget, gua mau pergi maen sebentar. Sebelum si Yuan pulang juga gua udah pulang kok!" jawab Yudi tidak peduli dan segera pergi bersama dengan teman seperjudiannya.
Meninggalkan sang istri dengan berbagai kesibukan didepan mata, dengan abu bekas rokok yang berserakan dimana-mana, serta gelas sisa kopi yang harus segera dibersihkan agar tidak dikerumuni semut.
Alin mendesaah pasrah, dengan cepat ia membersihkan semua itu dan segera membuka toko sembako demi mengejar waktu agar semuanya bisa terurus dengan baik.
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Anonymous
keren
2024-11-11
0
💞Amie🍂🍃
Allo kakak, aku mampir nih, ditunggu feedbacknya di karya baruku ya kak😜
2023-12-19
0
Fenti
aku mampir kak
2023-11-23
0