Beberapa bulan kemudian.
Waktu pendaftaran sekolah dasar untuk Yuan tinggal tersisa dua bulan lagi, namun Alin masih belum memutuskan harus sekolah dimana putranya itu.
Karena dirinya begitu bingung ingin mendaftar di Sekolah dasar Swasta atau mendaftar di sekolah dasar negeri, mengingat Yudi melarangnya untuk tidak mendaftarkan Yuan di sekolah milik pemerintah.
Sebab gengsi suaminya yang tinggi dan tidak mau sampai teman-temannya itu mencibir jika anaknya itu sampai bersekolah di sekolah gratis.
"Pokoknya gua enggak mau tahu, si Yuan kudu sekolah di sekolah Swasta berapa pun biayanya!" bersikukuh Yudi.
"Sekolah dimana saja sama Koh, yang penting Yuan dapat pendidikan!" balas Alin.
"Ya jelas beda lah, sekolah gratis pasti banyak kurangnya. Gedungnya juga jelek, belom lagi mata pelajarannya pasti kurang!" ucap Yudi tidak mau tahu.
"Jangan mau terhasut ucapan orang lain Koh, memangnya orang itu yang mau bayarin pendidikan anak kita hah? Enggak kan?" balas Alin bertanya.
"Banyak ngebantah Lu, mau siapa yang ngomong kek yang jelas gua mau anak gua sekolah di swasta. Biar kagak kalah pinter sama anak yang lain! Lihat noh anak si Ah Chin. Seragamnya juga bagus," ucap Yudi membandingkan.
"Biarin aja itu kan anak orang lain, lagian pinter kagaknya anak itu tergantung anaknya sendiri belajarnya bagaimana di sekolah dan di rumah. Percuma sekolah mahal-mahal kalau anaknya pemalas tetap saja sampai gede juga jadinya pemalas!" balas Alin tidak mau kalah.
"Elu nyindir gua hah!" sergah Yudi merasa tersinggung.
"Siapa yang nyindir kokoh? Alin cuma ngomong fakta," balas Alin.
Yudi merasa geram menghadapi sikap Alin yang masih belum kapok dengan tindakan kasarnya dan masih saja berani membantah keinginannya itu.
Hingga pada akhirnya Yudi pun mencambuk Alin menggunakan ikat pinggang miliknya dan terus melakukan hal tersebut sampai Alin patuh kepada perintahnya.
"Udah Koh, sakit!" ringis Alin berusaha menangkis serangan Yudi dan berimbas pada kedua lengannya yang memerah.
"Masih berani lu ngelawan gua? Mana janji elu katanya mau nurut sama gua hah! Apa elu mau gua usir dari rumah ini!" sarkas Yudi.
"Ya Koh, ampun! Alin akan nurut," rintih Alin.
Yudi berhenti mencambuk istrinya dan melempar ikat pinggangnya itu ke sembarang arah. "Nah bagus! Baru mau nurut elu ya kalau gua udah maen tangan, padahal harusnya elu mikir Alin, digebukin itu sakit! Udah sono cepet pergi ke SD Swasta, daftarin anak gua sekolah disitu!" titahnya.
Alin mengangguk dan menghembus nafas pasrah, lalu pada akhirnya ia menurut menyekolahkan Yuan di sekolah swasta yang nilai bayarannya cukup menguras kantong.
Dan hal tersebut tentu membuat Alin harus mencari penghasilan tambahan, karena ia tidak mau sampai suaminya itu membayar pendidikan putranya dengan uang haram.
...----------------...
Keesokan harinya.
Alin telah mendaftarkan Yuan ke sekolah swasta yang diinginkan oleh Yudi, namun hal tersebut rupanya membuat Alin ketar-ketir. Mengingat biaya gedung serta biaya bulanan wajib yang nilainya cukup tinggi.
Hal tersebut membuat Alin semakin gencar mencari uang, ia sampai rela tidak tidur semalaman demi mencari uang tambahan dengan membuat sayur matang, yang akan ia tawarkan kepada ibu-ibu saat mengantar Yuan sekolah.
Seperti saat sekarang ini, Alin mencoba peruntungannya dengan menjual sayur matang demi mendapat rejeki lebih.
"Sayurnya Cik! Sayurnya Buk," ucap Alin menawarkan.
"Ada sayur apa aja Mama Yuan?" tanya An Nio, mamanya Ani.
"Ada banyak nih, Cik! Ada sayur sop baso sapi, ikan kembung pesmol, sambel ati, lihat aja Cik!" jawab Alin.
"Ini tumben bawa dagangan?" tanya Lusi, mamanya Deri.
"Ya Cik, buat tambah-tambahan Yuan masuk sekolah," balas Alin.
"Emang Yuan mau sekolah dimana? Bukannya Yuan mau sekolah di inpres?" tanya An Nio.
"Papanya Yuan mau Yuan sekolah di swasta Cik," jawab Alin tanpa ragu.
"Kirain mau masuk di inpres Cik, Ani aja mau saya sekolahin di inpres. Soalnya di swasta bayarannya mahal," ucap An Nio.
"Iya Deri juga mau saya sekolahin di inpres, sekolah swasta mah buat kalangan elit. Saya mah jujur aja kagak mampu," timpal Lusi.
Alin terdiam mendengar perkataan tersebut, memang ia ingin anaknya belajar di sekolah gratis. Namun apalah daya, tindakan kasar Yudi kepadanya kemarin membuat Alin tidak mampu menolak gengsi suaminya itu.
Beberapa saat kemudian, Alin kembali ke rumah setelah menjual semua sayur matang buatannya itu. Lalu membuka toko sembako sejenak, sebelum menjemput Yuan di sekolah. Dan Alin melakukan rutinitas melelahkan tersebut setiap hari, hingga tibalah waktu ia akan mendaftarkan Yuan ke sekolah swasta.
...----------------...
Dua bulan kemudian.
Yuan akhirnya telah lulus dari taman kanak-kanak dan ia melanjutkan pendidikannya di sekolah dasar Swasta yang terkenal cukup mahal biayanya.
Namun sesulit apapun rintangan tersebut, bagi Alin tidak lah masalah. Yang terpenting ia dapat melihat putranya itu mengenyam pendidikan dibangku sekolah dasar dan ia akan terus berjuang keras, serta bertekad kuat untuk menyekolahkan anaknya hingga ke jenjang perguruan tinggi.
"Mama, Kokoh pakai baju seragamnya lain?" tanya Yuan sedikit bingung.
"Ya Kokoh sekarang sudah masuk SD, jadi seragamnya sudah ganti pakai merah putih. Bukan seragam TK lagi ya," jelas Alin.
Yuan membulatkan bibirnya dan mengangguk. "Oh begitu, tapi kenapa harus pakai baju seragam ini?" tanyanya polos.
"Ya karena Kokoh sudah besar," balas Alin sekenanya.
"Terus kenapa sekolahnya pindah?" tanya Yuan lagi.
"Ya karena Kokoh sudah SD, jadi sekolahnya juga di gedung SD." jawab Alin sabar menjawab.
Sepanjang perjalanan menuju sekolah, Yuan tidak henti bertanya tentang rasa penasarannya itu mengenai sekolah dasar. Dan Alin selalu berusaha menjawab setiap pertanyaan putranya itu.
Hingga tibalah mereka di sekolah swasta yang telah didaftarkan, Yuan dan Alin sama-sama masuk ke dalam halaman gedung mewah tersebut, lalu mencari kelas untuk Yuan sesuai dengan petunjuk walikelasnya.
"Mama sekolah ini besar sekali dan bagus!" seru Yuan menatap takjub sekolah dasar untuknya menuntut ilmu.
Alin tersenyum. "Ya, sekolahnya bagus. Maka dari itu Kokoh harus semangat belajarnya dan rajin ke sekolah!"
Yuan mengangguk patuh. "Tentu Mah, Kokoh akan semangat sekolah biar jadi anak pintar!"
Alin mengangguk senang dan tersenyum, ia menaruh harapan tinggi kepada Yuan agar bisa menggapai cita-cita putranya itu kelak dan menjadi pria berguna yang dapat diandalkan.
Tak berapa lama kemudian, bel sekolah berbunyi. Yuan pun berbaris bersama dengan teman-teman barunya. Sedangkan Alin menunggu di luar gerbang sambil menggendong Marlina.
Dihari pertama sekolahnya ini, Alin berencana menunggu Yuan di sekolah sampai putranya itu benar-benar mandiri. Dan dihari pertama Yuan bersekolah, Yuan menunjukkan semangatnya belajar.
Itu di tunjukkan dari cara Yuan menyapa temannya, memberi hormat kepada guru serta mengerti dengan apa yang diperintahkan oleh gurunya.
Melihat hal tersebut Alin merasa tenang, ia hanya berharap tidak akan ada anak lain yang mengganggu putranya itu, karena ia takut Yuan akan kehilangan semangat belajar jika hal tersebut sampai terjadi.
Apalagi disudut sana ia melihat Yulan dengan gaya glamor menunggu putranya, sesekali menatap sinis kearahnya.
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Dewi Payang
Tetep semangat Alin. 5 iklan untukmu
2024-01-09
0
Dewi Payang
Ini suami.lucnut amat sih
2024-01-09
0
neng ade
Semoga aja Yuan tak mendapat perundungan dari teman yang lain .. takut nya si Yulan yg menghasut ibu2 murid lain agar anak2 nya tak mau berteman dngn Yuan
2023-11-26
0