Setelah selesai berkeliling ke rumah-rumah tetangga untuk memberikan selamat tahun baru, Alin beserta kedua anaknya kembali pulang ke rumah dan membereskan segala kekacauan yang telah dibuat oleh Yudi di rumah.
Sedangkan Yudi sendiri memilih pergi ke rumah teman-temannya yang lain dan enggan mengajak istrinya itu karena malu membawa Alin yang tidak memakai baju baru dan tidak berpenampilan menarik seperti istri-istri lain dari teman-temannya kebanyakan.
Mereka begitu mahir mengurus diri dan juga pandai bersolek, serta pandai menyenangkan hati suaminya masing-masing.
Akan tetapi itu lebih baik, karena Alin bisa beristirahat di rumah tanpa adanya Yudi, yang suka sekali menyuruh dan memerintah seenaknya. Selain itu ia juga tidak harus mendengar omongan para istri dari teman-teman Yudi yang menyakitkan hati di rumah orang lain.
Sementara itu Yuan merasa senang sekali karena mendapatkan banyak angpao dari tetua yang ia datangi rumahnya. Seketika didalam kepala kecilnya itu telah berputar-putar tentang rencananya untuk membeli sesuatu dari uang tersebut.
Akan tetapi senyum riang diwajahnya tiba-tiba berubah luntur, setelah melihat ekspresi wajah ibunya yang begitu sedih dalam lamunan yang panjang.
"Mama," panggil Yuan sambil menggoyangkan lengan ibunya agar berhenti melamun.
Alin menoleh dan tersenyum tipis. "Ya Koh, ada apa?" tanyanya lemah.
Yuan menunjukkan uang dalam angpaonya yang bernilai cukup lumayan. "Kokoh dapat duit banyak, kita jajan yuk! Biar Kokoh yang bayarin," tawar anak itu mencoba menghibur ibunya.
"Tidak usah Koh, sayang duitnya. Mending duitnya Kokoh tabung ya," balas Alin menolak.
"Ya Kokoh bakal tabungin duitnya separo, tapi Mama jangan nolak pemberian Kokoh." Yuan membagi uang tersebut menjadi dua bagian berbeda nilai.
Nilai yang rendah ia masukkan ke dalam saku celana dan sisanya yang bernilau cukup lumayan dimasukkan ke dalam celengan berbentuk ayam dari tanah liat.
"Tuh, udah Kokoh masukin ke celengan!" tunjuk Yuan sedikit tidak rela. Karena keinginannya untuk membeli mainan harus terkubur lagi.
Alin tersenyum dan mengusap puncak kepala Yuan. "Bagus, menabung itu sangat berguna. Kokoh bisa pergunakan uang itu untuk keperluan mendadak yang lebih penting daripada memakainya untuk hal senang-senang yang sifatnya sementara," nasihat Alin menjelaskan betapa pentingnya menabung.
Yuan mengangguk patuh, seakan mengerti dengan apa yang diucapkan sang ibu padanya. "Ya Ma, Kokoh mengerti."
Alin tersenyum lalu mengajak Yuan keluar rumah. "Mama mau es potong, kokoh yang beliin ya."
Yuan tersenyum lebar dan mengangguk cepat. "Ya, nanti Kokoh beliin!"
Mereka berdua pun duduk di depan rumah, menunggu tukang es potong datang melewati rumah mereka. Dan disaat tukang es yang telah di tunggu-tunggu telah terlihat diujung sana, Yuan segera memberhentikan gerobak es tersebut, dengan membentangkan kedua tangannya lebar-lebar.
"Abang berhenti, Kokoh mau es nya!" titah Yuan.
Abang es potong itu berhenti sesuai intruksi dan melayani pelanggan kecilnya. "Adek kecil mau beli es rasa apa?"
"Alpukat sama coklat," jawab Yuan berlagak seperti orang dewasa dengan menunjuk-nunjuk apa yang dia lihat di depan gerobak tersebut.
Sedangkan Alin hanya tersenyum melihat tingkah putranya dan menerima saat Yuan memberikannya sepotong es rasa alpukat. "Terima kasih," ucap Alin.
"Sama-sama," jawab Yuan.
Mereka berdua duduk kembali dan menikmati es potong sambil menunggu sore hari tiba, sesekali menyapa tetangga yang melewati rumah mereka.
...----------------...
Beberapa hari kemudian.
Empat belas hari setelah perayaan imlek, semua warga Tionghoa akan merayakan malam Cap Go Meh atau bisa dikatakan juga sebagai malam penutupan tahun baru Cina.
Biasanya dimalam tersebut akan ada acara meriah disejumlah kelenteng atau di berbagai tempat khusus yang menyajikan beberapa pertunjukkan kesenian tari barongsai dan juga seni tari naga / Liong.
Dan pada siang itu Alin menurunkan kue keranjang yang berada di atas meja abu dan kue keranjang dengan bungkus daun pisang itu ia buka untuk kemudian di potong menjadi potongan-potongan kecil.
Lalu setelah kue tersebut menjadi potongan-potongan kecil, Alin membuat adonan tepung seperti adonan untuk bakwan. Dimana ia menghaluskan bumbu seperti bawang merah, bawang putih dan merica / lada. Kemudian disatukan ke dalam adonan tepung terigu dan diaduk rata dengan menambahkan air dan garam secukupnya, untuk selanjutnya digoreng didalam minyak panas.
Kue cina goreng biasa Alin menyebutnya, kue tersebut selalu ada setiap kali perayaan malam Cap Go Meh dan kue ini juga akan disuguhkan untuk meja sembahyang.
Banyak dari mereka mengkreasikan sendiri bentuk dan rasa sesuai dengan selera pada lidah mereka masing-masing, namun bagi Alin resep tersebut lah yang paling ia suka.
Rasa tepung yang gurih beraroma wangi bawang, dipadukan dengan rasa manis dan lembut dari kue keranjang sendiri sangatlah pas. Apalagi jika dinikmati dalam kondisi masih hangat, dan ditemani dengan secangkir kopi hitam atau teh tawar saat menyantapnya.
Selain di goreng, Alin juga mengkukus kue keranjang dan dibaluri parutan kelapa agar tidak lengket untuk Yuan putranya.
"Mama, Kokoh suka sekali kue cina kukus ini." Yuan makan dengan lahap sekali kue kesukaannya.
"Makannya pelan-pelan sayang, itu masih panas. Lagian kokoh bisa ketelak loh kalau makannya kagak dikunyah dulu," tegur Alin.
Yuan terkekeh. "Habisnya enak sih!" balasnya tidak peduli.
Alin cepat-cepat membawakan Yuan air minum agar memudahkan Yuan saat menelan kue tersebut, kegemaran Yuan pada kue cina goreng, mengingatkan Alin kembali pada suaminya. Dimana suaminya itu akan menghabiskan satu piring kue cina goreng dengan secangkir kopi pahit.
"Alin! Kue mana?" tanya Yudi.
"Ada di meja Koh," sahut Alin.
"Ambilin, sekalian bikinin gua kopi!" titah Yudi yang baru saja bangun tengah hari bolong.
"Ya," patuh Alin melaksanakan keinginan suaminya.
Tak butuh waktu lama, Alin membawakan pesanan suaminya itu dan Yudi segera menyantap kue cina goreng sambil menyesap kopi panas.
"Elu udah daftarin si Yuan sekolah dasar belom?" tanya Yudi.
"Belom," jawab Alin.
"Kalau begitu masukin dia di sekolah swasta," ucap Yudi.
Alin seketika melebarkan kelopak matanya. "Sekolah swasta? Yuan mau Alin masukin ke sekolah inpres (negeri) aja Koh," tolaknya.
Yudi menatap tajam Alin. "Jangan sekolah di inpres! Malu gua sama temen-teman gua Alin!"
"Kalau sekolah di swasta itu mahal Koh, mending Yuan sekolah di inpres aja," bersikukuh Alin.
Karena bukan tanpa sebab, untuk hidup sehari-hari saja Alin merasa kekurangan dan sulit mencari uang lebih. Apalagi untuk membiayai sekolah di sekolah Swasta, yang biayanya sangatlah tinggi, Alin belum bisa menyanggupinya.
"Masa bodo! Pokoknya gua mau Yuan sekolah di swasta, kalau elu kagak bisa nyanggupin. Mending anak kita kagak usah sekolah aja. Titik!" bersikukuh Yudi juga.
"Oke Yuan sekolah di Swasta yang mahal itu, tapi Kokoh bantu Alin cari uang lebih buat bayaran sekolahnya," balas Alin.
"Gua setiap hari juga cari duit, tapi elunya aja yang sok suci enggak mau nerima duit dari gua," balas Yudi.
"Bagaimana Alin bisa menerimanya kalau itu uang dari Judi, kagak berkah Koh. Alin kagak mau Yuan dapat pendidikan dari uang haram," ucap Alin memberi alasannya..
"Nah elu sendiri kan yang menolak dan sok suci, makanya elu aja yang cari duit halal kalau merasa seperti itu!" balas Yudi.
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Dewi Payang
Boleh ya gue jitak palanya si Yudi lucnut ini😁😁
2024-01-06
0
Dewi Payang
Aku pernah juga buat beginian Kak
2024-01-06
0
💞Amie🍂🍃
Aku masih nyicil baca ehh ternyata udh tamat ceritanya
2023-12-28
0