“Kamu orang, pengin syuting lagi?” tanya pak sutradara, masih bertahan di luar gerbang meski Ojan sudah membukakan gerbangnya dibantu oleh satpam yang berjaga.
“Iya, saya memang orang, Pak. Saya orang, nama saya Ojan, dan saya mau soting lagi. Namun kalau bisa, tolong jangan hanya gigi,” ucap Ojan membalas sang sutradara dengan logat ucapan sekaligus bahasa mirip lawan bicaranya itu yang memang merupakan orang thionghoa.
Si Sutradara mendelik menatap tak percaya Ojan. “Lah, kamu ngapain ngikutin saya punya bicara, hah?”
Dengan santainya, Ojan yang masih menyimak berkata, “Enggak ngapa-ngapain sih, biasa-biasa saja. Ini Bapak Ratadara, silakan masuk dulu. Takut kepanasan, capek juga.”
Sang sutradara yang bernama Salim, langsung menatap was-was kepada Ojan. “Tapi kamu di sini ngapain? Ini pabrik siapa?” Di belakang sana, ia mendapati Adam yang kemarin sibuk digandeng Ojan, datang menuntun seorang wanita berkerudung warna merah hati.
Tentu itu Rere yang dipanggil oleh Adam, kemudian dibawa menghampiri Ojan.
“Itu siapa?” tanya pak Salim kepada Ojan.
“Istri, itu anak,” balas Ojan dengan entengnya dan sama sekali tidak berniat untuk berbohong.
“Jangan ngaku-ngaku, nanti jadi fitnah!” balas pak Salim mengomel.
“Lah pitnah gimana? Memangnya kami jinah apa gimana?” balas Ojan masih enteng. Karena pak Salim tetap tidak percaya, Ojan sengaja meninta anak dan istrinya untuk jauh lebih cepat. “Sini Maiwaifi, sini Adam, sama Daddy kenalan sama pak Salim!”
Namun, Ojan yang tak mau Adam capek sengaja berubah pikiran yaitu menghampiri kemudian menggendongnya. Sementara kepada Rere, ia sengaja menggandengnya.
Meski sudah ada di hadapan matanya, dan Rere tampak nyaman-nyaman saja digandeng Ojan, pak Salim masih sulit percaya dan memang tidak bisa menerima kenyataan. Sekelas Ojan yang tergolong tidak tampan, memiliki istri secantik Rere dan itu sampai berhijab dalam artian, sangat menjaga diri dari pergaulan.
“Ini kalian beneran sudah menikah?” tanya pak Salim sengaja memastikan.
“Memangnya kenapa, Pak?” balas Rere sengaja mengambil alih. Ia bertutur sopan tapi sangat tegas.
“Bentar,” ucap Ojan yang sengaja mengeluarkan dompetnya. Dompet lipat berwarna hitam itu tampak sangat tebal, dan ternyata berisi beberapa foto kopi surat nikah, kartu keluarga, dan juga KTP Ojan.
Melalui semua itu, Ojan membuktikan ucapan sekaligus statusnya dan Rere. Sang istri sudah langsung memberinya senyum ceria. “Patut ditiru biar dompet kelihatan tebel meski duitnya kritis!” ucapnya kepada Rere sebelum ia memfokuskan diri kepada pak Salim lagi.
Sekitar lima menit kemudian, mereka sudah duduk di depan pos satpam. Mereka duduk di kursi plastik, yang mana selama itu, Adam masih menempel kepada Ojan. Adam dipangku Ojan.
“Jadi begini, Pak Ojan, Bu Ojan. Kedatangan saya kemari karena saya ingin menawari pak Ojan kerja sama untuk proyek terbaru saya. Karena kalian sudah tahu siapa saya, saya akan langsung berbicara saja,” ucap pak Salim.
Ojan mendapatkan tawaran syuting sebuah film. Tak tanggung-tanggung, Ojan didapuk sebagai pemain utamanya. Ojan akan menjadi seorang ayah berkebutuhan khusus yang harus merawat anaknya seorang diri di tengah kekejaman kehidupan, setelah Ojan dan anaknya juga ditinggalkan oleh istrinya.
“Istri saya tidak meninggalkan saya kok Pak Salim. Ya ini di sebelah saya, masih duduk dengan sangat cantik,” protes Ojan meyakinkan.
Ketika pak Salim jadi langsung gondok, tidak dengan Rere yang justru berakhir tersipu.
“Ini lagi bahas filmnya, Pak Ojan. Bukan yang do kenyataan!” semprot pak Salim.
“Oh, gitu toh, Pak. Ya sabar aja ya, biar hidupnya makin berkah,” balas Ojan dengan santainya.
Pak Salim sengaja bersabar agar tujuan sekaligus proyek barunya, terlaksana. “Jadi ini,” ucapnya yang sudah langsung menyerahkan sinopsis filmnya untuk dibaca dulu oleh Ojan.
Rere yang sadar sang suami selalu butuh bimbingan, sengaja mengambil alih. Dengan sabar, Rere menjelaskan kepada sang suami yang sudah langsung menyimak. Namun karena Ojan tidak seperti manusia normal pada kebanyakan, meski sepanjang menyimak mengangguk-angguk, pada akhirnya Ojan mengaku belum paham.
Akan tetapi karena kesabaran Rere tersebut pula, lagi-lagi pak Salim memiliki inspirasi untuk proyek barunya. “Nanti cerita akhirnya, si suami ini ketemu sekaligus nikah sama wanita solehah yang mencintainya dengan sangat tulus, seperti cinta Ibi Ojan kepada Pak Ojan!” ucapnya bersemangat.
Mendengar itu, Ojan yang tersipu refleks berkata, “Cihuy ...!”
“Ini beneran nyata? Kok bisa?” batin Rere yang menjadi merasakan apa yang pak Salim rasakan. Ia menjadi sangat sulit percaya jika sekelas suaminya diminta menjadi pemeran atau itu protagonis pertama di sebuah film.
Rere yang mengurus segala perjanjian atau itu kontrak kerja sama. Pak Salim sudah menyiapkan semuanya dan pria itu simpan di tas jinjing besarnya.
“Amalan apa yang sudah suamiku lakukan, hingga kini melalui beliau, kami mendapatkan rezeki nomplok?” pikir Rere yang memang sudah langsung merenung serius di tengah keseriusannya memeriksa setiap kontrak kerja sama untuk Ojan.
Rere berniat menjadi manajer yang mengurus semua keperluan Ojan, selain ia yang juga akan selalu mendampingi Ojan, di tengah kesibukannya membantu Excel sang kakak mengurus usaha.
“Oh iya lupa. Mungkin efek Daddy Ojan selalu ingin kerja dan rela melakukan apa pun asal bisa menghasilkan uang sekaligus kebahagiaan untuk anak dan istrinya, makanya Allah kasih ini ke kami. Bismillah, berapa pun rezekinya, kami akan melakukan yang terbaik. Oalah jadi ingat doanya Mas Excel. Masya Allah, beneran ini kejadian padahal baru kemarin. Ya ya ya. Iya, aku bakalan dukung suamiku terus!” batin Rere yang menitikkan air mata, meski ia tengah tersenyum hangat. Bersama suami dan juga anaknya, ia melepas kepergian pak Salim yang diboyong menggunakan mobil oleh sopir pribadi pria itu.
“Ini pasti Jam-Jam makin syirik kalau tahu! Kemarin cuma gigi, nah sekarang alhamdullilah!” girang Ojan yang langsung membenamkan manja wajahnya ke punggung Rere.
Rere hanya tersipu, kemudian meminta sang suami untuk tetap rendah hati, selain Ojan yang Rere minta untuk tetap rajin ibadah.
“Pokoknya rajin semuanya. Semua ibadah Daddy jalani termasuk ibadah sunnah Rasul. Enggak hanya malam jumat saja!” yakin Ojan dengan semangatnya.
Kabar pekerjaan yang baru Ojan dapatkan dan itu atas pantauan Rere, sukses membuat semuanya terkejut. Bukan hanya Excel yang tidak bisa berkata-kata, sekelas Azzam yang paling julid bin nyinyir pun hanya melongo.
“Ya selamat ya Mas Ojan. Manfaatkan ini buat jadi awal kesuksesan Mas. Pokoknya, Mas harus melakukan yang terbaik!” komentar mas Aidan. Mereka kembali terhubung lewat sambungan telepon video. Ojan sengaja menelepon Azzam.
“Makasih banyak Mas Aidan kembaranku. Pasti aku bakalan semangat menggebu-gebu. Saranghiyu pokoknya!” balas Ojan yang masih ditemani anak dan istrinya karena kini, ia masih duduk di ruang makan. Malahan, di sana juga ada keluarga Rere termasuk mamahnya Rere.
“Bukan saranghiyu, tapi saranghaeyo!” semprot Azzam dari seberang.
“Ya biarin, suka-suka aku. Saranghiyu kan—saranghaeyo ai lav yu!” balas Ojan telanjur kegirangan karen kini saja, ia tak segan merangkul anak dan istrinya secara bersamaan.
Kenyataan tersebut tak hanya membuat yang bersama mereka terharu. Karena sekelas Azzam yang awalnya besta*i karena terlalu sering cek cok tapi saling sayang dengan Ojan, juga langsung terharu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Nendah Wenda
semangat ojan
2024-12-17
0
Salwa Antya
selamat ya ojan...
2024-05-02
0
Sani Srimulyani
buah kesabaran dan kerja keras ojan tentunya.
2024-01-07
2