My Bodyguard

My Bodyguard

Tak cukup menawan

"Tamaaa,"

Lengkingan suara terdengar dari kamar nona muda yang bernama Rose, meski tak terdengar sampai ke luar karna kamar itu kedap suara. Tapi cukup membuat Wiratama tersentak di balik gawainya.

Ya, nona mudanya menghubunginya entah karna hal penting apa, padahal hari masih pagi bahkan matahari belum juga muncul di peraduannya.

"Hemm."

Hanya gunaman malas yang pria itu lontarkan, bukannya tak salah Rose menamai Wiratama sebagai orang bisu? Pria itu sangat irit sekali berbicara saat bersamanya, padahal saat bersama Valery dan Jasmine, Wira terlihat normal dan ramah. Bukankah ini tak adil.

"Perutku sakit. sepertinya aku akan datang bulan, aku juga butuh pembalut." Tanpa sungkan Rose mengatakan keluhannya, biasanya Wiratama memang selalu bisa di andalkan para putri di rumah itu.

Rose memang memiliki keluhan sakit di perut bawahnya saat hari pertama datang bulan, dan hal itu lajim terjadi pada para wanita.

"Tunggu sebentar." Wiratama mengakhiri panggilannya, pria dewasa itu mengenakan pakaiannya terlebih dulu. Karna memang ia terbiasa tertidur tanpa atasan.

Wiratama membuka lemarinya dan mengambil satu pak pembalut yang biasa di pakai nona muda tak beradabnya.

Ya Tuhan, pembalut wanita disebuah lemari seorang pria bujang bukankah ini sangat menggelikan?

Wiratama normal bahkan sangat normal, hanya saja ia memang menyetok pembalut itu untuk seseorang yang paling tak bermoral itu, Rose memang melakukan segala sesuatu dalam hidupnya tak lepas dari campur tangan Wiratama.

Rose seorang wakil direktur di kantor ayahnya, seorang wanita muda yang cantik jelita dengan sejuta pesona yang tak luntur oleh hal apapun, tegas, anggun, juga menawan ada semua dalam diri wanita 23 tahun itu. Namun siapa sangka di balik kesempurnaan putri sulung dari Arjuna itu menyimpan ke bobrokan yang hakiki yang hanya di ketahui oleh Wiratama saja.

 "Tamaaa, kau dimana?"

 Rose kembali menelpon karna pengawalnya belum juga datang.

"Cepatlah, aku kesakitan."

 "Tunggu saja."

 Wiratama menyahut dari sebrang, pria itu tengah membuat minuman rempah untuk Nonanya, sebuah minuman yang ia racik untuk meredakan rasa sakit yang di derita nonanya, terbuat dari kunyit, serai, jahe, serta sedikit madu yang di campur olehnya sebagai perasa. Tidak hanya itu Wiratama juga memasukan beberapa mili air hangat kedalam sebuah botol kaca, untuk di jadikan kompres perut nonanya.

 Dengan santai Wiratama berjalan menaiki anak tangga yang berada di rumah besar itu.

Ia berpapasan dengan Valery di anak tangga yang melingkar di sana.

"Om Wira mau kemana?" Valery sudah terbiasa memanggil Wiratama dengan sebutan Om, begitu juga dengan Jasmine. Hanya Rose saja yang memanggil pria itu dengan sebutan nama akhirnya yaitu Tama, benar benar tidak sopan.

"Aku mau ke kamar Rose."

"Dia datang bulan?" Valery melirik pria itu membawa pembalut juga botol kaca serta minuman di atas nampannya.

"Ya, dan sepertinya hari buruknya akan di mulai." Wiratama terkekeh renyah pada gadis 19 tahun itu. "Kau sendiri mau kemana?" Wiratama balik bertanya kepada putri ketiga Arjuna.

"Aku tengah menyukai seorang pria, dia tampan juga keren. jadi aku ingin membuatkannya sarapan supaya dirinya terkesan oleh perbuatanku."

"Wow, apa kau tengah berlakon menjadi calon istri yang baik?" Wiratama kini menggoda Nona ketiga itu, Valery bersemu, gadis itu tersenyum malu malu.

"Kau bisa saja. Apa kau juga ingin kubuatkan sarapan juga?" Valery menawarkan pengawalnya yang kebetulan tinggal di rumahnya juga.

"Tidak, tidak. Aku menyayangi lambungku." Wiratama tergelak sembari menaiki anak tangga saat melihat bibir Valery mengerucut lucu.

Valery pasti kesal akan ucapan meledek pria itu.

Wiratama memang sosok ramah kepada Jasmine dan Valery, hanya pada Rose saja pria itu menjaga emage.

Tarikan nafas lelah ia tarik dan hembuskan dengan enggan. Reaksi yang sering kali timbul di saat ia akan menghadapi nona arogantnya.

Tok ... Tok ...

Wiratama sadar diri ia hanya merupakan seorang pengawal di rumah itu, setidaknya di manapun ia berpijak ia harus tetap menyunjung tinggi adab karna hal itu tidak usah di beli.

"Masuk, pintunya tidak di kunci."Rose menyaut dari dalam.

Ceklak ...

Pria itu menyalahkan lampu tepat saat masuk ke kamar Rose yang temaram, hingga kamar itu menjadi terang benderang. Wiratama membawa pembalut serta beberapa benda itu memasuki kamar.

Wiratama mendekat Rose gadis itu terlihat tengah berada di atas ranjangnya, Rose meringkuk memegangi perutnya.

Rintihan kecil lolos dari mulut gadis itu.

Nampan yang berisi minuman rempah serta air hangat Wiratama letakan di atas nakas yang berada di samping tempat tidur.

"Eemm, sakit." Rose mmerintih pelan, kedua tangannya mendekap perutnya sendiri, wajahnya pucat dengan keringat yang mengembun di dahinya. Hampir setiap bulan di hari pertama ia haid Rose berada dalam keadaan seperti ini.

Wiratama mendekat kemudian duduk di belakang gadis itu, Wiratama dapat melihat noda merah celana gadis itu lebih tepatnya di bagian bokongnya.

Wiratama mengusap keringat yang mengembun di kening Rose, kemudian merapikan anak rambut gadis itu, tangannya terulur untuk mengambil ikat rambut yang tersedia di atas nakas.

Dirapikan dan di sisir rambut panjang Rose kemudian ia jadikan satu untuk ia ikat.

"Kenapa kau datang lama sekali? Aku lebih dari enam jam menunggu pagi, dan kau terlambat selama dua puluh menit." Rose berujar dengan mata terpejam, meskipun Wiratama tidak menyahut sama sekali.

Menunggu enam jam, itu artinya Rose sudah kesakitan sejak semalam. Tumben sekali gadis itu tidak langsung menghubunginya.

"Bangun dan ganti celanamu, jangan sampai noda darah mengotori seprai atau selimutmu." Wiratama membantu Rose untuk bangun.

Rose menurut saat Wiratama menuntunnya ke kamar mandi. "Bersihkan tubuhmu aku akan menyiapkan pembalut ganti."

Wiratama membuka lemari gadis itu, ia hapal di mana saja Rose meletakan barang barangnya termasuk **********, meski begitu di antara tiga nona muda hanya Rose yang paling di siplin dan tak menye-menye.

Entah belajar dari mana Wiratama sampai bisa memasangkan sebuah pembalut di dalaman yang akan di kenakan Rose, entah apa yang terjadi tiba tiba saja darah Wiratama berdesir, bahkan ia membawa dalaman itu ke hudungnya untuk ia hirup secara lamat lamat barang terlarang itu.

"Sial. Dasar pria cabul!" Wiratama bahkan mengutuk dirinya sendiri yang bertindak di luar batas sebagai seorang pengawal.

"Jika Tuan tau bisa bisa aku di penggal." Wiratama menggelengkan kepalanya beberapa kali berharap pikiran kotornya enyah dari kepalanya.

"Sebaiknya aku secepatnya mengatur kencan, sebelum kebengsekan ini semakin jauh." Wiratama bergunam sendiri.

"Ingan Steven, baik Rose, Jasmine dan Valery adalah nonamu!"

"Jaga batasanmu Steven."

"Steven?"

"Siapa Steven?" Rose sudah berdiri di belakangnya dengan seutas handuk yang menutup dada hingga kesebatas perpotongan pahanya.

Dasar wanita tidak waras, bisa bisanya dia berpenampilan semenggairahkan itu di hadapan seorang pria tulen.

Ayolah, meski dunia Wiratama hanya berseputar menjaga para gadis kecil, sekarang gadis itu sudah bertrans migasi sebagai seorang wanita yang sangat memesona. Siapa yang dapat berpaling dari kecantikannya yang paripurna? Dengan lekuk tubuh yang sesempurna itu, Wiratama berani bertaruh jika setiap pria akan bertekuk lutut di hadapan si sulung ini.

"Kenakan."

Wiratama memberikan dalaman yang sudah terpasang pembalut kemudian berpaling, ia cukup tau diri dengan tidak membuat Rose marah sekarang, karna apapun yang di lakukan Wiratama akan tetap salah di tengah Rose datang bulan.

Rose melupakan tentang nama Steven, ia mengenakan pakaiannya di belakang pengawal pribadinya yang menurutnya sangat aneh dan tidak normal.

"Tamaa, apa kau termasuk kaum pelangi? Maksudku, apa kau bagian dari pejantan bengkok?"

Rose berkata tanpa filter, sembari mengenakan pakaiannya.

Wiratama melotot di tempatnya berdiri, bisa bisanya gadis itu bertanya demikian dengan raut sesantai itu.

Haruskah Wiratama menyeret gadis itu dan membuktikan betapa normalnya dirinya?

Seperti biasa Wiratama selalu bungkam dari pada menjelaskan segala sesuatu yang menurutnya tak penting. Ia lebih mengabaikan pertanyaan Rose.

"Sudah."

"Sttt, sakit sekali."

Wiratama membalik tubuhnya kemudian meraih handuk bekas pakai dan menjemurnya meskipun matahari belum muncul.

Rose kembali meringkuk di atas ranjangnya.

"Minum dulu."

Wiratama dengan telaten membuat Rose terbangun dan meminumkan minuman rempah racikannya.

Rose menurut dan menghabiskan minuman yang di bawa pengawalnya.

"Kemari biar kukompres."

Wiratama mengompres perut nonanya menggunakan botol yang berisi air hangat.

"Tamaa, kau boleh pergi! Aku bisa melakukan ini sendiri. Jangan sampai Papaku menyaksikan kau berada di kamarku!" Rose mengusir pengawalnya tanpa mengucapkan terimakasih.

Wiratama sudah bisa memaklumi hal itu, gadis itu selalu mengatakan jika apa yang di lakukan Wiratama adalah tugasnya.

"Jika Tuan melihat memangnya kenapa?"

"Kau itu bodoh atau bagai mana? Tama, Papaku bisa saja menikahkan kita, pikirannya sangat kolot. Tak ada dalam rencanaku untuk menikahi seorang pengawal."

"Jika aku bukan seorang pengawal apa kau tertarik?"

"Kau tak cukup menawan untuk kujadikan priaku."

Wiratama sedikit tersinggung atas kesombongan wanita itu.

"Oh."

"Cepat pergi!"

Terpopuler

Comments

Lovita BM

Lovita BM

rose rose ,

2023-10-26

1

komah

komah

eh baca juga 'dia anaku' dan 'i love you aisa' z ok🙏

2023-10-24

0

komah

komah

semangat thor mampir jga z, diceritaku 'keluarga agantara'🙏
pendukungku tdk sebanyak ini😢

2023-10-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!