Hidup satu atap

"Mereka adalah organisasi terlarang, tunggu! Sepertinya itu anggota Cobra. Bahaya! Kita harus cepat." Pria yang bersama Atta langsung membuat rencana pelarian diri.

Mereka berhasil melarikan diri dan selamat, alhasil lab yang semula mereka tinggali mereka musnahkan sendiri. Mereka tidak ingin bila Identitas Atta di ketahui oleh kawanan organisasi berbahaya itu.

"Ta.. Tata.." Afika yang melihat Tata melamun berusaha menyadarkannya,Tata terperanjat dan menoleh ke arah Afika.

"Ya?" Tata menatap Afika dengan senyum di bibirnya, Afika terkekeh geli.

"Kamu ngalamunin apaan si Ta? Ko sampe sampe aku panggil beberapa kali aja gak nyaut?" Afika mendengklengkan kepalanya.

Tata terkekeh dan menepikan kendaraannya, sebuah hamparan pasir putih di tepi pantai dengan warna jingga terukir indah di atas air laut yang meriak seakan menyambut kehadiran mereka.

"Indah sekali." Afika menyaksikan bagaimana burung burung camar beterbangan, Tata tersenyum sekilas menyaksikan mata Afika yang berbinar menatap keindahan langit sore itu.

"Kok aku baru tahu sih di sini ada tempat si indah ini?" Afika turun dari kendaraan mewah Tata, Tata pun sama dia mengikuti langkah Afika.

"Aku juga baru tahu dari internet." Bohong Tata, Afika terkekeh. Padahal Afika tahu tempat itu sering dirinya datangi bersama dengan Atta saat masih kecil, mereka sering bermain dan berlari di sana.

Afika duduk di tepi pantai dan melepaskan hills yang semula melindungi kakinya, begitupun dengan Tata. Keduanya duduk di bawah pohon kelapa yang daunnya kini menari tertiup angin laut.

"Cincinnya cantik." Puji Afika saat menatap cincin yang di kenakan oleh Tata.

"Seseorang membuatnya untuk ku, meski tidak terbuat dari batu mulia atau sesuatu yang bernilai tinggi, tapi bagiku sendiri ini adalah benda yang sangat berharga dan tak ternilai harganya." Tutur Tata, Afika mengangguk setuju.

"Memang terkadang sesuatu hal yang biasa akan menjadi berharga bila orang yang memberikannya adalah orang yang berharga." Tambah Afika, seketika itu juga Tata menatap Afika yang masih setia memandangi cincinnya.

"Filosofis yang keren, aku rasa aku setuju dengan ucapan mu barusan." Tata menatap ke arah depan dimana nampak matahari muali terlelap.

Tata merebahkan tubuhnya dan menatap langit, keindahan langit sore itu memang sangat luar biasa. Dua belah sisi yang berbeda yang satu menampakkan gelap dengan bertaburkan bintang sedangkan sisi yang lain nampak warna jingga serta bintang yang masih malu malu menampakkan kehadirannya.

Afika menatap langit, masih dalam posisi duduk. Akhirnya keduanya larut dalam keindahan sore itu. Tata kembali membawa Afika ke kediamannya yang sederhana.

"Udah malam nih." Tata merasa tidak enak hati saat membawa Afika kemalaman.

"Tidak apa apa, sebentar lagi akan ada orang yang menjemputku kemari." Ucap Afika saat memeriksa ponselnya dan mengirimkan alamat tersebut.

"Hmm.. Baiklah." Benar saja, tak lama kemudian sebuah mobil mewah menjemput Afika dan Afika pun berlalu dan pulang.

Malam itu Afika akhirnya selesai mandi dan membersihkan dirinya, dia melihat catatannya dan mengangguk, dia ingat kurang lebih dua bulan lagi dia akan bertemu dengan Atta palsu.

Afika harus menguatkan benteng kesabarannya untuk menghukum orang itu secara pelan pelan dan membuat pelajaran yang mengerikan baginya, dia benar benar tidak akan pernah kenal ampun saat tiba waktu yang dia siapkan.

Beberapa hari berlalu seperti dalam ingatannya yang dia lihat dalam lorong waktu, Afika dan Tata menjadi sahabat dekat, mereka sering meluangkan waktu bersama dan selalu melakukan apapun berdua.

Hingga dua minggu lamanya, kegiatan Afika menjadi sangat padat dan di pagi itu dia duduk di depan meja makan bersama kakeknya.

"Kek?" Afika membuka pembicaraan saat wajah tua itu nampaknya sudah lelah menghadapi dunia. Mungkin bila beliau memiliki pilihan dia ingin segera pensiun dan duduk di rumah saja tanpa harus bekerja.

"Iya Nak?" Kakek menghentikan sarapannya dan menatap wajah Afika yang nampak serius, Kakek sebenarnya sudah tahu apa yang di minta oleh Afika namun dia akan membiarkan gadis itu mengungkapkannya sendiri terlebih dahulu.

"Jarak dari kediaman ini sangat jauh dari Universitas, aku berencana akan tinggal di sebuah rumah sederhana di dekat kampus bersama seorang teman." Afika mengatakannya dengan tegas dan membujuk.

"Kenapa? Siapa sahabat mu itu?" Tanya kakek ingin tahu bagaimana pandangan Afika pada Atta yang menjadi Tata.

"Dia orang yang baik, dia juga sudah tahu identitas ku. Dia sangat baik." Ucap Afika serius, Kakek akhirnya mengangguk dan membuka dompetnya.

"Ambil ini, dengarkan kakek baik baik kakek akan setuju dengan apapun yang kamu inginkan selama itu tidak berbahaya, gunakan itu untuk kebutuhan tambahannya, dan kartu sebelumnya bila itu masih kurang bilang saja nanti kakek isi ulang." Afika menerima kartu hitam yang di berikan kakek dan mengangguk.

"Kek, aku sudah mengemas barang barang ku di kamar, Kakek juga tidak perlu khawatir setiap akhir pekan aku akan kemari." Kakek mengangguk menyetujui keinginan Afika.

"Ingat jangan merepotkan orang lain saat di sana, bukankah yang sebenarnya cucuku ini hanya ingin bisa hidup mandiri?" Kakek menebak keinginan yang di miliki Afika.

"Kakek memang selalu tahu apa yang belum aku katakan, Kakek tepat." Jawab Afika hingga senyum keduanya pun mengembang.

Kedekatan kakek dan Afika memang tidak terlalu dekat dalam hal bergaul namun keduanya selalu saling memahami satu sama lain, Kakek juga selalu menjadiakan Afika sebagai prioritas hidupnya begitupun dengan Afika.

Afika akhirnya resmi pindah ke kediaman Tata, dia menempati kamar di bagian depan dan Tata menempati kamar belakang, keduanya hidup dengan damai.

Rumah yang di huni mereka juga terkesan sangat sederhana, memiliki tiga kamar sederhana berukuran 4×4 kamar itu masing masing memiliki kamar mandi, sebuah dapur sederhana, ruang tamu, ruang kerja Tata, dan juga sebuah loteng.

"Sekarang aku gak akan kesepian." Komentar Tata saat Afika selesai membereskan barang barangnya yang dia bantu.

"Hahahah, nanti akan ramai di sini." Ucap Afika, Afika memang mengatakan itu berdasarkan ingatannya di mana rumah itu suatu hari akan mandi saksi besar sebuah tragedi.

"Hahahah, setuju. Sekarang masak yu laper nih." Tata menyeret lengan Afika dan membawa gadis itu ke arah dapur, mereka membagi tugas masing masing.

Afika dan Tata hidup dalam kesederhanaan namun mereka menikmati permen mereka masing masing, Afika juga rajin seperti yang di harapkan Tata membuat kegiatan mereka berjalan lancar.

Hingga akhirnya waktu yang di nantikan Afika tiba, waktu yang dulu membawanya pada penderitaan tak berujung dan menyeret hidupnya dan Atta untuk berpisah, dia sudah menantikan kehadiran wanita yang memiliki muka dua itu.

Ya, orang yang selalu berusaha mendekati Afika dan Tata dengan maksud tertentu, Afika akan mencari tahu sendiri sebenarnya apa tujuan wanita itu sebenarnya. Dan setelah kedatangan wanita gila itu Atta palsu juga akan segera keluar.

Terpopuler

Comments

🦂⃟ᴍɪʟᷤᴀᷤʜᷫ ᶜᵘᵗᵉ ✹⃝⃝⃝s̊S

🦂⃟ᴍɪʟᷤᴀᷤʜᷫ ᶜᵘᵗᵉ ✹⃝⃝⃝s̊S

orang kaya mah bebas kapan isi ulang kartu

2023-09-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!