"Praya, apa lo …"
"Iya, Bi. Aku udah mati."
Butuh waktu cukup lama bagi Abi untuk mencerna setiap kata-kata yang ia dengar. Setelah tak sadarkan diri hampir satu jam, laki-laki itu harus menerima kenyataan bahwa sosok yang ada di depannya ini sudah tidak lagi berada di dunia yang sama dengannya.
Air mata Abi mengalir dengan sendirinya. Aku yang menyaksikan pemandangan dua insan yang pernah menjalin asmara itu tak luput menitikkan air mata.
"Maaf, maaf … " Abi terus mengucap maaf serta menunduk dalam. "Maafin gue yang gagal menyelamatkan lo." Jemarinya di atas paha terkepal kuat.
Praya menggeleng tegas. "Itu bukan salahmu. Aku yang memilih mengakhiri hidupku sendiri. Jadi, jangan terus menyalahkan diri sendiri."
Aku sama sekali tidak merasa tersentuh dengan Praya yang menarik Abi ke dalam pelukannya dan mereka menangis bersama. Pikiranku justru tertuju pada kalimat yang dilontarkannya.
Aku yang memilih mengakhiri hidupku sendiri. Apa maksud Praya mengucapkan itu? Jelas-jelas dalam penglihatanku ia dibawa pergi pria misterius yang mengenakan pakaian serba hitam. Tentu saja gadis itu gagal melakukan aksi bunuh diri, bukan?
Ada yang tidak beres dengan kematian Praya. Pikirannya seolah dimanipulasi. Apa air mineral itu yang menyebabkannya? Sayangnya, saat ini aku tidak memiliki jawaban yang tepat untuk pertanyaanku sendiri.
•
Aku keluar dari balik semak-semak setelah memastikan Abi pergi. Aku membohonginya bahwa aku ada latihan voli hari ini. Aku hanya ingin memastikan kebenaran soal penglihatanku, tapi aku tidak mau melibatkan Abi. Dia sudah cukup terguncang dengan kepergian Praya, aku tidak mau menambah beban pikirannya.
"Sam …?" Aku berbalik dengan cepat. Seseorang yang memanggilku adalah Yodha, teman satu jurusanku.
"Ngapain lo ngumpet di situ kayak maling?" tanya laki-laki berkacamata yang sudah minus sejak masih duduk di bangku dasar itu.
"Enggak, kok. Haha." Aku tertawa canggung. Ada suara notif dari aplikasi grab. Sepertinya ojol yang kupesan sudah datang.
"Kalo gitu, aku cabut dulu. Ojolnya udah dateng." Aku menunjuk belakang dengan ibu jariku.
Yodha menaikkan kacamatanya yang melorot. "Tumben nggak bareng Abi."
Aku masih bisa mendengar gumaman Yodha, tapi aku sudah tak memperdulikannya lagi. Aku harus segera meluncur ke lokasi sebelum Abi sadar kalau aku sudah membohonginya. Namun, kakiku malah berbelok arah saat ujung mataku menangkap tubuh Aksara di dekat tiang listrik. Aku segera menghampirinya.
"Kamu bisa lihat masa depan, kan?" tanyaku to the point.
"Maaf? Lo ngomong apa?"
Aku tahu, Aksara hanya pura-pura. Ia hanya ingin menutup soal dirinya. Tidak mengizinkan siapapun mencari informasi darinya secuil pun. Itu terlihat jelas dari caranya menatap lawan bicaranya.
"Apa kamu melihat masa depanku juga? Apa aku bakal mati dalam waktu dekat?" Aku tak mengindahkan pertanyaan Aksara, terus mencecarnya dengan pertanyaanku sendiri tapi sepertinya ia tak berniat memberiku jawaban.
"Jangan buang waktu dengan ngomong sama gue," tekannya.
Baiklah, aku menyerah. Berbicara dengan gadis satu ini ternyata tidak mudah. Sebaiknya aku pergi saja. Baru tiga langkah, Aksara tiba-tiba mengucapkan sesuatu yang membuatku tertegun di tempat.
"Energi kehidupan teman lo akan terserap habis kalo dia terus menempel padanya."
Aku memutar badan dalam hitungan detik. Ingin menuntut penjelasan pada Aksara atas ucapannya barusan. Sayangnya, secepat itu sosoknya menghilang. Aih, dia sebenarnya manusia atau setan?
"Sam! Noh, ojol lo udah nunggu!" Seruan seseorang membuatku buru-buru menghampiri pria yang mengenakan jaket ojol di depan sana. Raut wajahnya terlihat sekali kesal. Aku mengucap maaf padanya, tapi pria tua itu malah merespon dengan dengusan kasar lantas motor melaju ke titik lokasi yaitu seratus meter setelah jembatan. Sesuai arahan Abi.
"Ambil aja kembaliannya, Pak." Aku menyerahkan satu lembar uang gocap pada driver ojol yang masih saja memasang tampang jutek. Pria itu berlalu tanpa mengucapkan terima kasih.
Seperti kata Abi, ada satu cctv terpasang di sisi kanan jalan, tersembunyi di rimbunnya daun pada pohon. Mungkin karena inilah, banyak yang tidak sadar kalau ada cctv yang terpasang. Aku sampai harus naik pohon untuk memeriksa apakah cctv menyala atau tidak dan hasilnya tidak mengecewakan. Cctv masih menyala rupanya!
Tiba-tiba ada panggilan masuk dari Abi. Aku hampir mengangkatnya tapi tidak jadi begitu ingat kalau aku belum menyelesaikan urusanku. Detik berikutnya, satu pesan menyusul.
Abi : Gue di kantor polisi, Sam. Lo cepet ke sini
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments