Museum Misterius

Museum Misterius

001 : Dé Javu

Cahaya gemerlap kota yang menyirami taman serta suara gemericik air dari sebuah mata air kecil menemani seorang pria yang duduk di seberang meja piknik sederhana yang telah dia siapkan dengan lilin-lilin bercahaya lembut. Wajahnya tampak gugup, tapi matanya penuh dengan cinta saat dia menatap sang hawa seraya membuka kotak beludru tempat menyimpan cincin berlian seharga belasan juta.

"Will you marry me?"

Perempuan yang wajahnya nampak lebih terang dari sinar rembulan itu mengangguk terharu.

"Yes, i want to marry you."

Kedua insan yang tengah dimabuk cinta itu memajukan wajah. Bibir mereka bertemu.

"Gempa! Ada gempa!"

Teriakan seseorang yang sangat kuhafal disertai suara gebrakan meja membuatku membuka mata dan langsung menegakkan badan. Sosok yang telah membangunkanku dengan cara paling menyebalkan kini tertawa keras.

"Sialan!" Aku mengumpat kesal.

"Lagian, lo tidur udah kaya simulasi mati. Nggak bangun-bangun." Abi menggeleng tak habis pikir. "Noh! Sampai kelas selesai," imbuhnya sambil melirik sekeliling ruangan yang sudah sepi menyisakan kami berdua.

"Dari tadi? Udah lama?"

"Dari tiga puluh dua menit lima belas detik yang lalu," beritahu Abi dengan penuh penekanan.

"Lama-lama kamu makin mirip sama Pak Gugus." Aku menyugar rambutku ke belakang serta menghela pelan. "Aku mimpi mereka lagi, Bi."

"Terus, kamu lupa lagi wajah mereka?"

"Yang cowok sih, cuma keliatan dari belakang. Tapi kalo yang cewek aku selalu lupa wajahnya pas udah bangun," jelasku sembari memasukkan buku-buku yang masih berserakan ke dalam tas jinjing.

"Lo aja nggak ingat wajahnya, gimana lo tau kalo mereka adalah orang yang sama?"

Kami berdua keluar dari ruangan dan berjalan beriringan menuruni tangga. Abi mengerling genit kepada beberapa mahasiswi yang melintas membuat mereka memekik tertahan. Kuakui, pesona seorang Kavindra Abirama memang tidak diragukan, tapi aku tidak akan mengatakannya terang-terangan. Anak itu pasti besar kepala. Tch!

"Feeling aja," jawabku sekenanya. Kami berbelok ke kiri. Sekitar lima meter lagi pintu masuk kampus sudah kelihatan.

"Ck! Paling juga bunga tidur." Abi mengeluarkan kunci motor dari saku celana hitamnya.

"Ini keenam kalinya aku mimpi mereka, Bi. Awalnya aku nggak begitu merhatiin, tapi makin ke sini aku sadar kalo keduanya adalah orang yang sama seperti di mimpiku yang sebelumnya. Aku yakin pasti ada sesuatu." Aku mengatakannya sungguh-sungguh. Namun, nampaknya Abi tidak begitu percaya.

"Ya udah, biar lebih jelas lo tanya aja ke ahli nujum buat nerjemahin mimpi lo." Abi menoleh. "Btw, lo nggak mau gitu belajar naik motor? Lo udah 20 tahun, loh. Noh, anak bu kos yang masih kelas empat aja udah bisa bawa N-Max keliling komplek. Masa lo kalah sama anak kemaren."

"Kamu capek ya harus nganterin aku kemana-mana?"

"Yaaa, nggak gitu. Gue fine-fine aja selama gue masih bisa. Masalahnya, gue nggak selalu bisa nganterin kalo lo ada keperluan. Ujung-ujungnya lo ngandalin ojol. Kan, sayang uangnya."

"Sebenarnya aku bisa naik motor, cuma belum cukup berani. Kurang lebih gitu." Aku tidak sepenuhnya bohong.

"Mungkin lain kali kamu bisa mengajariku?" Aku iseng bicara begitu.

"Bisa diatur," ujar Abi mengakhiri percakapan. Kami berpisah kemudian. Aku tetap berjalan lurus, menunggu Abi di depan seperti biasa sedangkan sahabatku itu berbelok ke parkiran mengambil kawasaki ninjanya yang diberi nama Leonard.

Aku menghela pelan mengingat bahwa tidak ada yang tahu alasan sebenarnya mengapa aku tidak berani naik motor hingga sekarang, termasuk Abi karena aku memang tidak menceritakannya pada siapa pun.

Langkahku jadi melambat setelahnya. Mataku lalu tertuju pada ujung sepatu yang tiba-tiba berubah menjadi sepasang kaki kecil. Sandal yang menjadi alas kakiku berayun cepat di atas paving yang baru selesai dipasang empat hari lalu. Menghampiri sosok pria dengan motor hitam yang menunggu di depan pagar besi yang terbuka. Itu adalah hadiah dari Ayah untukku karena berhasil menjadi lulusan terbaik di sekolahku. Aku sempat melambai pada bunda yang berdiri di teras depan dengan senyum manisnya–turut melambaikan tangan–sebelum motor hitam yang ayah dan aku naiki meninggalkan pelataran rumah.

Satu bulan sebelumnya, ayah memang menawari hadiah apa yang aku inginkan untuk kelulusanku. Katanya, beliau yakin aku bisa meraih nilai ujian tertinggi. Aku mengatakan kalau aku ingin belajar naik motor seperti teman-temanku. Aku sungguh tidak mengira kalau ayah akan mengabulkannya karena ucapan beliau terbukti benar. Ini di luar ekspektasi, tapi aku sangat senang tentunya. Maka, satu hari setelah kelulusan aku langsung minta pada beliau untuk mengajariku naik motor.

Ayah membawa kami ke lapangan dekat balai desa. Di sana aku berlatih naik motor dengan ayah duduk di jok belakang. Sebelumnya, beliau memberikan intruksi dan memberitahu beberapa bagian motor. Dalam kurun waktu satu jam, aku sudah bisa naik sendiri tanpa harus diikuti ayah di belakang.

"Ayah! Lihat, aku sudah bisa!" Aku berseru keras. Suaraku saling beradu dengan deru mesin dan angin sepoi pada siang menjelang sore ini.

"Hebat sekali anakku!" Ayah memberikan dua jempol dari kejauhan.

Tanpa sadar, kami sudah menghabiskan waktu tiga jam. Ayah menyuruhku untuk menyudahi latihan dan dilanjut lagi besok. Awalnya aku enggan pulang. Namun, pada akhirnya aku menurut setelah ayah menyetujui kalau aku yang duduk di depan mengemudi.

Aku yang merasa sudah mulai mahir mempercepat laju dengan memutar gas untuk menyalip mobil di depanku. Sayangnya, aku tidak menduga kalau ada truk yang melaju kencang dari arah berlawanan. Tabrakan pun tak terhindarkan. Aku dan ayah terguling dari motor jatuh ke tengah jalan. Hal terakhir yang kulihat sebelum mataku terpejam adalah tubuh ayah yang tertindas ban truk.

Air mataku berjatuhan. Ketika aku membuka mata, kaos you can see yang kukenakan sudah berganti menjadi kemeja kotak. Cepat-cepat aku menghapus air mataku sebelum ada yang melihat. Suara klakson bus dan teriakkan orang-orang menyadarkanku bahwa kini aku berada di tengah jalan raya. Sebelum aku sempat menghindar, bagian depan bus sudah menghantam tubuhku lebih dulu.

Ah, rasanya dé javu.

***

Terpopuler

Comments

sisakata

sisakata

💯💯💯💯

2023-10-23

0

AzukaJagga

AzukaJagga

kurang ajar yang teriak gempa 🤣🤣

2023-10-23

0

Jeje

Jeje

lagi enak2 nya mimpi indah eh gempa dong ya 😭

2023-10-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!