Pagi-pagi sekali Fara sudah terbangun dari mimpi buruknya. Ya, mimpi buruk. Karena tadi malam ia bermimpi berada di ruangan yang sangat gelap dengan rasa putus asa yang begitu besar. Padahal, hanya mimpi. Tapi, entah kenapa rasa keputus asaan itu terasa begitu nyata.
“Ini pasti efek dari radiasi habis berdebat dengan pak Devan. Hoamm ….” Fara menggaruk kepalanya sembari menguap lebar. Rambutnya yang mengembang seperti singa ia ikat dengan gaya kuncir kuda.
Wanita itu masuk ke dalam kamar mandi yang ada di dalam kamarnya, ia membasuh wajah dan menggosok gigi sebelum turun ke lantai satu.
“Nyonya, apa yang nyonya lakukan di sini? Biar saya saja.” Bibik merasa sungkan saat Fara sudah berada di dapur dengan bahan makanan yang sebagian sudah di potong-potong.
Fara tersenyum sebelum dirinya meletakkan pisau ke atas telenan.
“Bik, saya bosan berdiam diri. Saya bantu-bantu di dapur ya,” ucap Fara dengan senyuman lebar yang menghiasi wajah cantiknya.
“T-tapi saya takut nanti tuan Devan marah.” Bibik menjawab dengan takut-takut.
“Tidak apa, Bik. Nan—”
“Biarkan saja, Bik.”
Suara berat milik Devan menghentikan apa yang akan diucapkan oleh Fara. Wanita itu mengalihkan penglihatannya ke sumber suara.
“Baik, Tuan.”
Devan yang awalnya berniat menyuruh bibik Sani untuk membuat kopi untuknya pun urung saat melihat keberadaan wanita yang semalam mematik api di hatinya.
Pria itu membalik badan dan meninggalkan dapur, ia memilih untuk duduk di meja makan sembari memeriksa berkas yang di kirimkan oleh Jhon menyangkut nanny baru untuk putrinya.
Melihat kedatangan dan kepergian Devan di dapur membuat Fara menggeleng-gelengkan kepala.
Aneh, untuk apa ke dapur. Apa hanya mau mengucapkan itu? Batin Fara, ia merasa heran.
“Nyonya kenapa?” tanya bik Sani saat memperhatikan istri tuannya yang bertingkah aneh.
“He-he-he tidak apa, Bik. Ini saya masak sup jagung untuk Ley ya, bibik boleh kerjakan yang lain saja.”
“Emm baik, Nyonya.” Bik Sani mengangguk patuh.
“Bik, pak Devan biasanya kalau sarapan dibuatkan apa?” tanya Fara, ia berniat memasak sesuatu untuk mantan bos yang sudah berubah status menjadi suami sementaranya.
Kerutan di kening bik Sani terlihat jelas. “Pak Devan?” tanya bibik memastikan.
“E-eh iya bik, suami saya biasanya sarapan apa kalau pagi, nasi atau apa ya, Bik?”
Bibik menggaruk kepalanya, nyonya nya terlihat tidak mengenal Devan sama sekali.
“Tuan tidak pernah mengkonsumsi nasi ketika pagi hari, Nyonya. Tuan juga sangat jarang makan nasi. Hanya sesekali.” Bik Sani menjelaskan dengan nada yang sangat sopan.
“Ah iya, secara pak— suami saya kan bule ya, Bik. He-he-he ... ,” ucap Fara cengengesan.
Wanita itu kembali memasak sup jagung untuk anak sambungnya. Saat sup itu matang, ia mulai membuat hidangan lain dengan bantuan internet.
Setelah mencari beberapa resep simple, akhirnya Fara memutuskan untuk membuat omelet yang di berikan beberapa irisan smoked beef. Tapi, karena dia yang tidak terbiasa dalam membuat makanan khas luar, resep yang terlihat simple pun tidak berhasil dibuatnya dengan sempurna.
“Ini sih jadinya telur dadar lonjong,” keluh Fara saat melihat omelet buatannya gagal.
Bik sani yang sedang mencuci perkakas dapur yang digunakan oleh Fara hanya bisa menahan senyum akan tingkah lucu istri tuannya.
Devan, Fara dan Ainsley sudah duduk di ruang makan. Dengan lihai tangan Fara menuangkan sup jagung ke mangkuk anak sambungnya.
Begitu ia selesai, Fara beralih pada omelet rasa telur dadar mewah. “Ini untuk pak Devan, buatan saya. Dijamin enak.” Fara meletakkan piring berisi omelet ke depan meja suaminya.
Tidak diduga, Devan menggeser piring itu dengan kasar. Fara yang mendapat perlakuan seperti itu merasakan kesal dan dongkol pada hatinya.
“Kalau tidak mau, untuk saya saja.” Fara menarik piring berisi omelet itu ke mejanya.
Ainsley yang berada di antara mereka menggelengkan kepala, seraya menatap tajam ke arah Devan.
“Daddy, tidak boleh seperti itu. Kalau mommy marah, Ley ikutan marah sama daddy.” Gadis kecil berusia 5 tahun itu bersedekap dada, ia menirukan gaya Devan ketika marah.
Pak Devan versi bocah cilik perempuan. Gumam Fara dalam hati.
“Kemarikan piringnya,” ucap Devan melirik ke arah piring yang tadinya disajikan untuk dirinya.
“Yang sudah ditolak tidak boleh diminta lagi, yakan Ley sayang.” Fara mencari dukungan dengan menyebut nama Ley.
Gadis kecil itu manggut-manggut dengan sup jagung di sekitar bibirnya.
“Yes, Mom. Daddy makan sup seperti Ley saja. Rasanya enak.” Ainsley mengacungkan kedua ibu jarinya.
Fara yang mendengar pujian Ley atas masakannya menjadi senang dan berbunga-bunga. “Seriusan enak, Sayang?”
“Hu’um, enak luar biasa, Mom.”
Devan berdiri meninggalkan meja makan begitu saja. Namun, langkah kaki pria itu terhenti saat Ainsley turun dan mengikutinya.
“Dad, tunggu Ley. Aww sakit kaki Ley. Huaaaa.” Ainsley mengejar Devan dan terjatuh di saat menaiki anak tangga pertama.
Fara dan Devan berlari mendekati Ainsley yang terduduk di lantai.
“Ley, ayo ke rumah sakit.” Devan terlihat sangat khawatir.
“Ayo, Pak.” Fara yang tak kalah khawatir turut menyahut.
“Huaaaaa, Ley mau ke kamar saja sambil di peluk mommy dan daddy.” Ainsley menangis dengan kencang sampai-sampai seisi rumah menghampiri karena khawatir.
“Nona Ley,” kata bik Sani.
Devan menganggukkan kepala ke pada bik Sani, memberi tahu jika Ley aman bersamanya. Bik Sani pun kembali ke pekerjaannya.
“Ley kita ke rumah sakit ya, Sayang. Apa ada tulang Ley yang terasa sakit?” Devan membawa sang putri ke dalam gendongannya.
Kepala Ainsley menggleng, gadis kecil itu masih saja menangis dengan air mata yang mengalir deras.
“Mau ke kamar sambil dipeluk daddy dan mommy,” ucap Ainley di sela-sela tangisnya.
Devan menghela napas dengan berat. Akan tetapi, ia tetap menuruti apa yang putri kecilnya inginkan. Fara yang belum sempat menyantap sarapannya pun turut mengikuti langkah mantan bosnya.
Sesampainya di kamar Ainsley, Devan menurunkan anaknya dengan hati-hati. Sementara Fara berdiri di samping ranjang.
“Daddy, mommy duduk di sini. Ley mau di peluk.” Dengan mata yang masih basah dengan Air mata, Ainsley menepuk-nepuk sisi ranjangnya yang kosong.
Kedua insan itu menuruti apa yang Ainsley inginkan, keduanya duduk di samping kanan dan kiri gadis kecil itu.
Ranjang yang berukuran tidak terlalu besar membuat mereka saling berhimpitan dan tak menyisakan jarak.
Yeay! Ley berhasil hi-hi-hi. Ainsley terkikik dalam hati. Sangat berlawanan dengan wajahnya yang saat ini masih dibanjiri dengan air mata.
Tangan Ley menarik tangan kedua tangan orang tuanya, dan menyatukan tangan itu di atas perutnya.
Devan langsung merasa tegang saat tangannya disatukan dengan tangan Fara, ingin sekali Devan menarik tangannya. Tapi, ia takut akan membuat putri kecilnya semakin menangis.
“Huuu lutut Ley sakit, Mom.” Adunya bernada manja pada Fara.
“Mommy ambilkan obat dulu ya,” ucap Fara. Ia merasa ini kesempatan untuk lepas dari tangan Devan.
Namun, Fara langsung lemas saat Ainsley menggelengkan kepalanya.
“Diusap saja, Mom.”
“Eh?” Fara yang bingung hanya menurut saja, ia mengusap lutut gadis kecil itu dengan satu tangannya yang bebas.
Bersambung ….
Wah, wah. Ley jago bener actingnya. Buat mommy dan daddy mu terjebak dalam perjanjiannya ya, Nak. Othor syantik membahenol ini mendukungmu 1000%
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Ney Maniez
🤭🤭🤣🤣🤣
2024-01-23
0
Red Velvet
Bagus, cakep bener nih bocah. pantas Devan dongkol anaknya dikira ada kongkalikong sama Fara akibat diracuni Fara otaknya. pdhl nih bocah sendrii yg kepandaian kalau ngomong
2023-09-21
2
Red Velvet
makan nasi cuma sesekali, kok serem sekali ya aku bayanginnya 😅
2023-09-21
2