Dian membetulkan jaketnya berkali-kali karena selalu kacau diterpa angin pagi ini. "Sebagai salah satu sahabat dekat Angkasa, rasanya aku ingin sekali mengobrol denganmu, istrinya. Daripada diam di rumah mending kita makan bersama." Katanya keras-keras, seolah Aina berjarak sepuluh meter darinya.
"Maaf Mbak, tapi aku ada jadwal kuliah hari ini."
"Sayang sekali," sahut Dian. "Padahal ingin sekali aku bicara denganmu hari ini. Sebentar saja, apakah memang tidak bisa, Aina?"
Aina diam sejenak untuk melihat jam di ruang tamu kemudian kembali menoleh pada Dian dan mengangguk, mengangguk kecil, demi menjaga kesopanannya.
Dian mengajak Aina makan di restoran dekat rumah, dia begitu anggun, sangat cantik, langsing, badannya tinggi, membuat istri Angkasa minder saat jalan bersebelahan dengannya.
Mereka terus menyusuri jalan yang ramai, bercakap-cakap sambil mengumpat dalam hati. Dan sesampainya di tempat makan, Dian memarkir mobilnya, lantas segera merapikan barang-barangnya.
Kafe itu adalah kafe terbuka, di mana kursi para pengunjung berada di taman, sehingga hawa dingin tetap saja menusuk tajam. Mereka memilih duduk di bangku terluar kafe, di samping pohon mangga yang rimbun. Pelayan datang mengantar kopi dan roti sandwich untuk mereka. Makanan yang hangat, cocok buat mereka yang kedinginan.
"Mbak Dian mau bicara apa?" Tanya Aina membuka obrolan.
"Ah kamu buru buru sekali," jawab Dian. "Kenapa kita tidak minum dulu?"
"Ehm, baik Mbak." Kata Aina sambil melirik ke arah kopi.
Sosok anggun Dian ketika menyeruput minuman hitam itu seolah menyihir Aina sampai ke ubun-ubun. Bibirnya yang kecil berbentuk hati, terpoles baik dengan lipstik merah, rambutnya yang panjang bergelombang terhias kacamata hitam di puncak kepalanya. Dan yang membuat penampilannya sangat modis dan tampak dewasa adalah jaket kulitnya yang dibiarkan terbuka pada bentang tubuhnya yang ramping.
Aina jadi malu, tapi bila boleh berkata jujur dia benar-benar tidak karuan karna mantan tunangan Angkasa itu, apa yang mau dibicarakan oleh Dian sebenarnya?
"Angkasa itu suka buat kesal tidak? Bagaimana ya, ku rasa kamu pasti tahu dia orangnya seperti apa, aku saja 20 tahun dekat dengannya benar-benar kewalahan karena dia sangat cuek dengan lingkungan. Kok bisa ya jadi tentara?---" sambut Dian lembut setelah menikmati kopinya.
"Mbak, maaf sekali. Aku tidak punya banyak waktu karena sebentar lagi mau masuk kuliah." Sela Aina, terang-terangan.
Mereka saling berpandangan, menduga-duga adalah yang tersimpan dalam benak masing-masing.
"Baiklah," Dian tersenyum. "Aina begini, aku akan bicara langsung. Bagaimana pernikahanmu dengan Angkasa? Apakah kamu dan Asa saling mencintai?"
Kopi yang baru diminum Aina kembali, langsung keluar paksa ketika mendapat pertanyaan menohok itu dari Dian. Angin pagi yang dingin berembus, menyentuh-nyentuh ujung jaket rajut Aina.
Bagaimana ini, aku harus jawab apa? Selama ini Kak Asa belum pernah sekali pun mengatakan mencintai aku, begitu juga aku. Tapi perilakunya kepadaku, seperti ada kasih sayang di dalamnya, malah baru kemarin kami ber-ciuman. Lagi pula untuk apa Mbak Dian menanyakan ini? apa aku jawab saja kami saling mencintai?
Aina menggumam dalam hati, kepalanya tertunduk dan tangannya dingin meremas kuat kedua lutut.
Baiklah aku sudah memutuskan aku akan bilang.. Aina menatap langsung ke mata Dian. Di bawah tatapannya yang tajam itu, Aina tak dapat melakukan apa-apa selain memandang Dian selagi perempuan itu kembali menikmati kopinya.
Mata Dian menangkap tatapan Aina, dan api di tubuh wanita itu semakin berkobar. Sehingga tepat sebelum Aina menjawab, dia lebih dulu menarik kesimpulan.
"Begitu ya? jadi posisi kita sama ya Aina, hanya kamu yang mencintai Angkasa kan?" Kata Dian penuh percaya diri. "Jadi Aina, karena posisi kita sama, kita sama-sama berjuang ya?!"
Aina terdiam. Sial, rasanya begitu menyebalkan. Sama-sama berjuang untuk apa? mendapatkan Angkasa?
"Kita berdua adalah perempuan yang mencintai laki-laki yang sama, haha lucu ya?! Tapi kamu lebih unggul sekarang, kamu sudah jadi istrinya, tapi sayangnya kamu jangan tenang dulu, aku tidak akan mengalah loh. Karena jauh sebelum kamu, aku mencintai Angkasa sejak dulu."
Jelas Aina tersinggung. Dian tertawa kecil, memain-mainkan gelas kopinya tanpa mengatakan apa pun lagi, selain melontarkan kehendak-kehendak tak masuk akal pada istri Angkasa.
"Aina mungkin kita saingan soal cinta, tapi bukan berarti menjadikan kita musuh. Kita bisa jadi teman kan? ayo kita sama sama berjuang untuk hati."
Dian mengambil kedua tangan Aina dan menggenggamnya, dia tersenyum, sementara Aina tidak berkedip saat melihatnya, kenapa perempuan itu bisa begitu santai saat secara terang-terangan ingin merebut suami orang?
"Sebagai istri, aku tidak merasa perlu bersaing Mbak. Itu hanya akan membuang-buang waktuku, lagi pula sejak kapan istri harus bersaing baik-baik dengan mantan tunangan suami?" Aina tersenyum licik. Seolah menepis semua keinginan Dian tadi.
"Kak Asa itu memang tidak mudah dekat dengan perempuan, karena itu posisi kita tidak sama Mbak," lanjutnya, tetap tersenyum simpul. "Aku istri sah kak Asa. Pernikahan kami diakui oleh negara dan kesatuannya, jadi soal perasaan Mbak Dian bagaimana nanti, jawabannya ada di Kak Asa."
Begitu Aina membalas dengan penuh kata singgungan.
Malamnya dia langsung bicara pada Angkasa, ketika suaminya membaca koran depan jendela kamar. Soal pertemuannya dengan Dian, tapi demi menghormati mantan tunangan Angkasa itu, Aina tidak mengatakan soal obrolan mereka.
"Kak Asa, tadi pagi Mbak Dian main ke rumah." Ujar Aina setelah mengantarkan kopi, dan duduk di samping Asa.
"Benarkah? Ada urusan apa?"
"Dia ngomong mau temui Aina."
"Oh ya? Terus kalian bicara apa?"
Angkasa mengganti posisi duduknya mengarah ke samping menghadap Aina.
"Tidak ada yang penting, hanya obrolan perempuan biasa. Dia ingin berkenalan dengan Aina."
"Benarkah? bagus sekali! kalau begitu kalian bisa akrab, teman saya bisa jadi teman kamu juga."
Angkasa tersenyum, dia terlihat sangat senang saat tahu Dian menemui istrinya untuk berkenalan, tapi senyuman itu disambut tak baik oleh pikiran Aina, senyuman yang jarang didapat dari Angkasa membuat hati Aina berdebar cemas. Apa Kak Asa berharab aku bisa akrab dengan mbak Dian, karna aku mau di madu? katanya dalam hati.
"Syukurlah, semoga kalian bisa akrab, jadi kamu tidak perlu canggung dengan teman-temanku, dia bisa ajak kamu jalan-jalan atau semacamnya, setidaknya di lingkungan saya, kamu sudah memiliki teman sekarang." Ujar Angkasa penuh keyakinan.
Aina memandang Angkasa sinis, penuh kekesalan. Sehingga dengan penuh rasa bingsal dia menjawab, "Aina malas keluar."
"Dian adalah orang yang aktif dan lincah, tapi dia juga sangat tulus---Kamu bisa menjadikan dia teman akrab." Angkasa menyunggingkan bibir, tersenyum. Dan dalam hati ia berkata; Dulu dia mendapat perlakuan kurang baik dari teman, pasti sampai sekarang sangat trauma untuk bergaul. Dengan adanya Dian, setidaknya bisa membantu mengembalikan perasaan takut itu dari hatinya.
Meski Angkasa berkata begitu tapi pikiran Aina masih kacau, Dian secara terang-terangan mendeklarasikan perang dengan cara halus. Sahabat apanya?
Tidak akan ada yang tahu jalan seseorang di depan namun siapa sangka sahabat kata Angkasa? bisa jadi dia adalah awal semua ini, banyak yang bisa terjadi setelah kata sahabat datang. Ini adalah awal sebelum ujian berumah tangga di mulai.
Entah seperti apa akhirnya, begitu banyak karang mengancam di depan, namun selamanya Angkasa meyakini tidak akan berubah; saya akan memegang janji padamu, sekarang dan selamanya tetap milik kamu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
@E𝆯⃟🚀BuNdAιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
seperti isma
2024-02-04
0
Sri Rahayu
itu kamu Angkasa...tp Dian lain, dia akan menghancurkan pernikahan mu dgn Aina...sahabat apanya kl tujuanya jadi pelakor 🙃🙃🙃
2023-09-28
1
baby eunhyuk / Xoblisss
ngomong na, ngomong. ya Allah geram aku tuh
2023-09-21
0