"Kalau memang tidak merasa mengkhianati Sam, dan menganggap pernikahan ini, maka cium aku sekarang!" Tuntut Angkasa.
Lama bagi Aina untuk menjawab kehendak suaminya itu, bukan persoalan biasa baginya, ia takut berkomitmen pada apa pun, pria selain Sam, atau tuntutan lain. Ia tidak bisa membayangkan dirinya menyentuh laki-laki lain selain Sam yang selama ini telah meraja di hatinya.
Angkasa berdeham. "Tidurlah. Aku mau mandi sekarang," ujar Angkasa yang menyela khayalan Aina.
"Kamar tidurnya cuma satu di sini, kamu tidurlah di ranjang. Aku akan tidur di sofa kalau kamu risih."
Walaupun Aina belum bisa melupakan pengkhianatan yang telah dilakukannya pada Sam, ia sendiri tidak kuasa menahan rasa bersalah pada Angkasa. Laki-laki dingin itu sudah berkorban besar, termasuk untuk dirinya sendiri, yang dinikahi Angkasa sebelum ayahnya meninggal dunia.
Aina paham betapa pentingnya bagi Angkasa untuk dianggap sebagai suami. Walaupun mereka memiliki kecenderungan berkarakter tidak cocok, Angkasa sangat pantas untuk ia hargai.
"Kak Asa, tunggu!" Ujar Aina.
Angkasa berbalik dan melihat wanita yang dinikahinya itu dengan wajah sayu, sementara ia tidak tahu apa yang harus dilakukan pada istri belia yang menyelidiki dirinya dengan mata berlinang yang terang-terangan terlihat mengintimidasi sehingga membuat ia tidak nyaman.
"Jangan ke sofa, kita tidur berdua di sini." Aina berkata dengan suara yang sangat pelan. "Kak Asa boleh tidur di sebelah Aina, tapi tidak boleh macam-macam dulu."
Sedikit rona merah di pipi Aina setelah bicara demikian pada Angkasa, nyaris tanpa mengambil napas, sehingga tak ada kesempatan bagi Angkasa untuk menolak permintaan sang istri.
Ia bukan Samudera, istrinya pun tahu tentang itu. Tetapi Aina,... "Kalau mau mu begitu, aku tak masalah---"
Tanpa mengisahkan jawaban Angkasa, tiba-tiba dengan wajah menunduk Aina menggenggam tangannya dan menariknya mendekat.
Angkasa membelalak ketika akhirnya istri kecilnya itu mencium pipinya dengan cepat. Mencuri satu tempat untuk mendaratkan bibir meronanya di pipi Angkasa. Tampaknya Aina... telah menjawab tuntutannya sekarang.
"Kamu?---"
"Aina memang belum mencintai Kak Asa, tapi bukan berarti tidak menganggap pernikahan kita. Aina, memang masih memikirkan Kak Sam, tapi bukan berarti tidak ingin menganggap Kak Asa. Aina sadar yang terbebani di sini bukan cuma Aina atau Kak Sam, tapi Kak Asa sendiri juga merasakan yang sama."
Angkasa tidak bisa berhenti menatap. Rambut hitam istrinya itu berkilau dipilin di bahunya yang tertutup gaun tidur putih. Warna putih monokrom itu menonjolkan sisi imut Aina yang berkilau di bawah sinar lampu. Angkasa seolah tersihir oleh sosok perempuan untuk pertama kalinya.
Wanita yang lebih muda yang menurut Angkasa mirip badai berhenti, dan menggumamkan beberapa kata dalam bahasa bibir yang tidak bisa ia terka, hingga akhirnya mulai berkata;
"Soal Kak Sam kembali dari tugas nanti... itu sudah jadi tanggung jawab Aina, biar Aina yang jelaskan semua pada Kak Sam."
Untuk kedua kalinya, Angkasa membisu. Meski Aina berkata demikian, tetap saja hal ini tidak mengurangi rasa gelisahnya. Aina belum tahu tentang keadaan Sam yang sebenarnya, sementara ia masih terus berharap. Dan dengan keras hati Angkasa tetap memilih berbohong dan menipu, seolah-olah Sam memang masih bertugas di jauh sana.
"Saya mau mandi Aina, sampai kapan kamu mau menahan saya begini?!" Asa menjawab sambil melirik tangannya yang digenggam Aina erat-erat.
Sontak Aina menyentak tangan berotot Asa itu segera. Sambil memberengut dan membuang muka, ia menggumam. Kak Asa jelek!
"Tidurlah."
Sayangnya setengah jam kemudian, sebelum Asa membenamkan diri di samping Aina, gadis itu sudah membentengi kasur dengan pertahanan ketat. Di tengah-tengah sudah ada guling berjejer memberi pembagian pada sisi kiri dan kanan, sementara gadis itu, terbenam di selimut tebal secara keseluruhan.
"Kamu bisa mati kalau sembunyi di selimut begitu."
"Aina biasa tidur begini kok!" jawab Aina dengan suara redam.
"Kalau kamu kehabisan napas, aku tidak tanggung jawab."
Selepas mengeringkan rambutnya, Angkasa meraih posisi di tempat tidur lalu memejamkan matanya secara perlahan, sementara masih dalam selimut, Aina menyahut. "Kak Asa sudah tidur?"
"Belum."
Asa menghela napas berat, gadis itu memiliki suara cempreng yang seksi, membuatnya tiba-tiba membayangkan hubungan penuh gairah, dan ia bisa merasakan dirinya berkeringat saat Aina menaikkan wajahnya dan menatap Asa.
"Berhenti menatapku!" Perintah Asa, kepalanya cukup pusing menghadapi seorang Aina Maura sehingga Asa mengeluarkan suara dinginnya karena takut kepikiran terlalu jauh.
Aina memaksa diri untuk tersenyum. "Wajah Kak Asa sangat mirip dengan Kak Sam. Kalau lihat Kak Asa jadi teringat---"
"Dengan Sam?" ujar Angkasa menyela, matanya langsung terbuka tajam. Seakan ia merasa terkhianati oleh kata-kata Aina sebelumnya.
"Bukan! bukan itu kak--"
"Saya beritahu kamu Aina, saya Angkasa bukan Samudera!" Asa menegaskan lalu bangkit dari kasur. "Yang menikahi kamu itu saya, Angkasa Naufal! Bukan Samudera! Kata-katamu tadi saat mencium ku, kalau memang tidak sesuai isi hati maka tak perlu diucapkan."
"Bukan begitu Kak Asa, dengarkan Aina dulu! Kak Asa emosian!"
Tetapi walau dengan wajah itu, kata-kata Aina terdengar sangat menyinggung untuk Angkasa, membuatnya merasa tidak nyaman. Angkasa menghela napas, kemudian membanting pintu keluar dari kamar.
Kak Asa, bukan. Maksudku wajah Kak Asa mengingatkan aku dengan kakak lelaki yang melindungi ku dulu. Cinta pertamaku----Aina menggumam dalam hati.
"Tapi kakak itu memang itu Kak Sam, dan secara tidak langsung tebakan Kak Asa benar." lanjutnya kini dengan suara.
...****************...
Angkasa berhenti di meja depan dan sementara sibuk mengumpulkan berita-berita terbaru dari internet. Sampai sebuah panggilan telepon masuk, dan Asa menyipit.
"Halo Kak Asa? Selamat malam." Suara perempuan masuk, lembut dan seksi.
"Malam. Ada apa?"
"Kak Asa masih ingat Laras kan? yang kerja di toko kue mama Kania." Ujarnya dengan blak-blakan seolah berusaha meyakinkan Angkasa bahwa mereka berdua memang dekat.
"Sejak kapan kamu sudah jadi anak ibu saya?" Balas Asa cukup tajam.
"Maaf kak, Laras tidak bermaksud lancang. Ibu Kania sendiri yang izinkan Laras panggil beliau dengan sebutan 'Mama'."
"Kalau dengan saya jangan sebut begitu. Tolong bedakan, kamu bergaya seakan sudah dekat dengan keluarga kami. Ibuku menghargaimu, begitu juga aku. Kalau dengan kami, jangan bertingkah seperti ini lagi, karena aku tidak suka."
Suasana hati Asa yang sedang tak nyaman, membuatnya sensi dan meluapkan marah entah pada siapa saja. Laras, gadis yang dibantu ibunya sejak kecil, bekerja dan tinggal di toko kue Ibu Angkasa. Menjadi santapan bagus untuk Angkasa meluapkan kemarahan.
"Maaf Kak," jawabnya memelas dari kejauhan.
Setelah diam beberapa saat, Angkasa terlihat lebih santai dan tidak tegang lagi. "Lupakan, maaf aku sedang kesal jadi merasa sedikit kurang nyaman. Kamu ada perlu apa?"
Angkasa pasti sedang kelelahan, pikir Laras, merasa panik sesaat. Tapi beruntungnya setelah meminta maaf, dia berharap memang begitu keadaan Angkasa yang sebenarnya.
"Laras buat resep kue baru untuk toko kue ibu Kania. Tapi Ibu belum kembali dari kampung, jadi belum bisa mencicipi langsung. Beliau minta agar Kak Asa menilainya dulu untuk menggantikan Ibu."
"Oke, aku akan datang besok." Jawab Angkasa cepat.
Maaf Bu, Laras bohong. Perempuan itu tersenyum tipis begitu panggilan telepon itu dimatikan.
...****************...
Kita ratakan jumlah like nya yuk 😌🤳 biar BAB 2-3 dan seterusnya ga irian ama BAB 1 ✌😐
Yang ga like, author begal ‼️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
@E𝆯⃟🚀BuNdAιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
laras yg terobsesi angkasa
2024-01-27
1
Lilik Rudiati
ulat bulu yg kegatelan
2023-10-19
0
Sri Rahayu
mau goda Angkasa ya kamu Laras....jgn jadi pelakor, Angkasa uda menikah 😠😠😠
2023-09-27
1