Hari selanjutnya setelah perang Dingin yang terjadi antara Angkasa dan Aina, aroma hangus merebak dari dapur sanggup mendatangkan kepulan asap yang menyesakkan. Aina mengipas-ngipasi udara di sekitar wajahnya, berusaha berkonsentrasi pada masakan yang ia buat khusus Angkasa.
Bau hangus bercampur wangi tumisan bawang mengundang Angkasa ke dapur, selagi Aina masih sibuk mengaduk-aduk wajan.
"Kak Asa," ujar Aina kelabakan. "Maaf Kak, banyak asap."
"Baunya enak," Angkasa berbohong untuk menenangkan.
"Kakak menyindirku ya? Ini bau gosong, Aina baru belajar masak buat sarapan untuk kakak."
Di bawah sinar lampu yang terang, Angkasa mengernyit dan memandang Aina dengan kesal, kemudian dengan setengah hati mengangkat bahu. "Tidak usah repot, aku biasa makan roti saja untuk sarapan."
"Ini tidak merepotkan sama sekali," kata Aina, menuangkan bawang putih yang sudah dicincang dari papan talenan ke minyak yang mendidih. Selagi asap dan bawang yang hangus tadi hilang di wastafel. "Hanya menggoreng nasi pakai bawang putih dan sedikit rempah-rempah." Dia melirik ke Angkasa dan tersenyum. "Walaupun baru pertama kali buat begini, aku yakin ini pasti enak. Kak Asa tunggu sebentar lagi ya?!"
Angkasa mengetahui hal itu, ia sudah cukup sering melihat Aina mencari alasan untuk dekat kembali dengannya setelah perdebatan malam kemarin. Tapi Angkasa pun tahu, Aina melakukan itu bukan karena cinta atau memang merasa bersalah, dia tahu kebahagiaan yang didapatkan istrinya hanyalah kepada Samudera saja, bukan padanya.
"Sebaiknya kamu melakukan itu untuk Sam nanti---" Kata Angkasa blak-blakan.
Berhentilah segala gerakan gemulai tangan Aina di penggorengan ketika kata-kata itu terdengar dari bibir Angkasa.
"Kak Asa, Aina minta maaf." Katanya pelan. "Tolong jangan marah lagi, Aina menyesal."
"Saya tidak marah, itu memang keinginanmu jadi saya turuti."
"Aina tidak minta begitu Kak!"
"Kak Sam," balas Angkasa datar. "Kamu mengatakan itu di hadapan saya kemarin."
Aina langsung menoleh, dan menatap suaminya dengan memberengut. "Aina minta maaf Kak Asa."
Namun suaminya malah berlalu, mengambil sapu tangan yang tergantung di jemuran samping pintu dapur. Tidak ada jawaban, bahkan setelah Angkasa pergi meninggalkannya. Satu hal yang disadari gadis itu, suaminya masih belum bisa mengalihkan pikiran dari kejadian malam itu. Belum lagi kata-kata tajam yang terucapkan di antara mereka.
Namun separah apa pun guncangan yang diterimanya---separah apa pun balasan yang dialaminya dari Angkasa akibat kata-katanya malam itu---Aina tak akan menyerah untuk mendapat maaf dari laki-laki yang menikahinya itu.
...****************...
Setelah mengalihkan percakapan lebih panjang dengan Aina, Angkasa sudah menetap di ruang markas. Kapten angkatan udara itu, memimpin apel pagi dan memeriksa mesin jet tempur.
Semua prajurit unjuk yel padanya, hanya suasana hati Angkasa masih sama buruknya dari kemarin. Selagi mengawasi pemeriksaan jet tempur, handphone Angkasa berbunyi, ia yang dari tadi sibuk mengamati akhirnya mengalihkan pandangan ke layar ponselnya itu, dan segera menyenderkan tubuhnya langsung ke dinding besi dekat perlengkapan amunisi, kemudian mengangkat telponnya.
"Bos, kamu benaran sudah menikah? maaf kemarin aku tidak sempat datang. Biasa laki-laki tua itu kembali menjodohkan aku dengan wanita aneh. Aku dapat kabar dari bibi Kania dan Paman Anta kemarin." Ujar pria di ujung telepon.
"Diamlah, aku tidak butuh alasan mu." Timpal Angkasa dingin.
"Sialan kamu bos, kamu tetap dingin seperti biasanya! Kenapa tidak mengabariku sih?! Aku bisa berangkat dari Kalimantan saat itu juga."
"Kamu bicara seperti itu lagi, ku bunuh kamu. Aku tidak ingin bahas. Bagaimana kabar bibi Isma? Ibumu baik-baik saja kan?"
"Ibu baik, cuma sekarang masih liburan di Hawaii. Oh ya aku mau mengabari, aku sudah berangkat kemarin dari rumah, nanti aku main ke markas mu ya?! traktir aku makan."
Angkasa langsung menekan tombol merah, mematikan telpon itu, dia benar benar kesal melihat tingkah Nicolo, teman dekat dari kecil meskipun Nico lebih sering berada di Kalimantan mengikuti ibunya, Isma.
"Selamat pagi Kapten, saya izin mengabarkan Pegasus 10 sudah selesai uji tes." Santos muncul dari muka pintu, prajurit andalan Angkasa itu memang sudah menjelma jadi tangan kanan terbaik dari suami Aina itu.
Angkasa tidak menjawab Santos, dia masih memperhatikan layar ponselnya itu.
Sampai satu orang datang lagi, tepat di samping Santos. "Permisi pak, Ibu Aina mau menemui bapak."
Sosok perempuan cantik bertubuh mungil kemudian masuk, dengan rambut yang sepanjang bahu dibiarkan terurai, dia sangat anggun dengan dress berwarna biru muda di bawah lutut. Dia masuk sambil tersenyum dengan membawa rantang makan di tangannya, mata tajam dan dingin Angkasa sempat membeku saat mendapati bayang ajaib dari kecantikan perempuan yang telah dipersuntingnya beberapa waktu ke belakang.
Ah sepertinya Kak Asa sedang sibuk, aku datang tidak tepat, kalau begini aku harus bicara bagaimana ya? Aina menggumam dalam hati.
"Itu Kak, Aina mau antarkan makanan ini. Kak Asa tadi belum sempat sarapan di rumah, karena itu aku ..."
Belum selesai Aina bicara, Angkasa langsung menyela setelah mengalihkan pandangan.
"Letakkan saja, maaf saya sedang sibuk, masih harus uji tes mesin jet. Kamu bisa pulang sekarang? Taksi mu masih ada di depan kan?" kata Angkasa datar tanpa menatap Aina.
"Ah Kak, Aina izin pulang kalau Kak Asa sudah makan. Walaupun Kak Asa sibuk, harus tetap sarapan."
"Na, saya bilang letakkan saja---"
"Aina janji akan langsung pulang kalau Kak Asa sudah makan."
"Na---"
"Aina janji Kak."
"Aina! kalau saya suruh kamu pulang ya pulang! Kamu paham tidak kalau suami sudah memerintahkan, istri itu harus nurut! Atau kamu hanya akan menurut kalau saya ini bukan Angkasa?!"
Angkasa menatap Aina dan mata mereka saling terpaku, hingga akhirnya lelaki itu mendapati senyum masam di wajah istri kecilnya.
"Iya maaf Kak, Aina letakkan di sini ya Kak," kata Aina meletakkan rantang tersebut ke meja kerja Angkasa, "Aina pulang ya Kak, permisi." dia tersenyum saat berpamitan kemudian pergi meninggal kan ruangan.
Nicolo yang tanpa diduga sudah berdiri di depan pintu masuk ruang kerja Angkasa, masuk perlahan ke dalam setelah Aina meninggalkan ruangan.
"Bos, apa kamu tidak keterlaluan? Kamu secara tidak langsung mengusirnya."
"Sejak kapan kamu di sini?" Jawab Angkasa sambil menyipit.
"Sejak telepon kamu tadi aku sudah berada di depan markas."
"Di mana Santos?"
"Prajurit mu yang tadi? sudah pergi saat perempuan itu datang."
Ketika mendengar jawaban Nico, Angkasa diam sejenak, sambil memijat kepalanya pelan selagi Nicolo datang dan menarik kursi di hadapannya.
"Kamu lapar kan? makan lah itu, aku sibuk, tidak sempat mengajak kamu makan di luar." Kata Angkasa yang masih tetap sibuk dengan berkas dan ponselnya.
"Baiklah aku akan memakannya di luar, aku akan mengajak perempuan tadi makan bersama ku, kamu tidak keberatan, kan?" pinta Nico yang langsung mengambil rantang makanan yang dibawa Aina tadi.
Angkasa tidak menjawab sama sekali, tangannya masih sibuk memeriksa dokumen, dan tatapannya tetap fokus ke lembaran kertas di depannya. Nico langsung keluar dan membawa rantang makanan Aina. Setelah Nico keluar, Angkasa kembali menyenderkan badannya ke kursi kerja, jemarinya tidak lagi mengecap. dia menghela nafas yang cukup panjang, sambil merenggangkan kancing seragamnya.
"Dasar, kamu mau mengujiku." gumam Angkasa, sambil tersenyum simpul. Dia meremas kertas dokumen yang ada ditangannya yang seharusnya di tanda tangani itu.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
@E𝆯⃟🚀BuNdAιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
Nico anak isma. apakah akan hadir juga saga anak rambo?
2024-01-27
0
Sri Rahayu
Angkasa....marah atau pura2 marah ys sama Aina, uda dibawain makanan malah disuruh org yg makannya, ntar bucin lo sama Aina 🤪🤪🤪
2023-09-28
1
baby eunhyuk / Xoblisss
masih marah rupanya kak asa
2023-09-11
2