"Ku dengar malam kemarin asam lambungmu kambuh, apa yang kamu pikirkan Bos?"
"Lupakan soal itu," sahut Angkasa sambil memutar kursi kerjanya. Sementara kemudian ia memasang tangan di depan hidungnya. "Seperti yang kamu tahu Nico, aku minta kamu jauh-jauh dari Venezia ke sini jelas karena memiliki maksud. Aku butuh bantuanmu."
"Apa ini ada kaitannya dengan pernikahan antara kamu dengan Aina? Kekasih Kak Sam?" Ekspresi Nico langsung berubah, tatapannya tajam membalas pandangan Angkasa.
"Ternyata kamu sudah menyadarinya." Jawab Angkasa. "Sam, mendapatkan tugas penyelamatan di Kongo. Sebelum berangkat, dia memintaku untuk menikahi Aina."
Nicolo masih diam menyimak penjelasan Angkasa, sambil menyusun praduga-praduga yang muncul dalam benaknya tentang Sam. Dia mulai menangkap, meski memutuskan untuk tetap mendengarkan.
"Tugas di Kongo sudah selesai, tapi Sam tidak pulang bersama pasukannya. Dia terpisah dan hilang kabar, memang sudah dianggap gugur, tapi aku tidak percaya Nico! Selama mayat Samudera belum ditemukan, aku yakin dia masih bernyawa di sana!"
"Katakan apa yang perlu ku lakukan untuk Kak Sam?!"
"Tentara asing tidak bisa sembarangan masuk ke negara lain, jadi aku tidak bisa mengerahkan diri untuk Sam. Sebab itu, aku butuh bantuanmu dan kelompok mafia yang kamu miliki, Nico. Daerah penyelamatan ada di hutan, karenanya selain pasukan tentara, aku yakin kamu dan kelompokmu sudah paham pakai senjata untuk melawan orang-orang itu tanpa ada masalah antar negara."
"Paman dan bibi Kania sudah tahu tentang Kak Sam?" Nico mengerutkan dahi untuk meyakinkan pertanyaannya.
Angkasa sempat hening beberapa saat, ruang kerja yang sepi itu semakin dingin kala dua pria tinggi itu bercerita.
"Sudah tahu," jawab Angkasa dengan napas berat. "Tapi Papa dan Mama memiliki keyakinan yang sama denganku. Sam masih hidup."
Nico mengubah posisi duduknya ke samping, sambil memainkan bolpoin di tengah-tengah jarinya, dia kembali berkata tanpa memandang wajah Angkasa.
"Bagaimana dengan perempuan itu?" Tanya Nico pada Angkasa. "Apakah dia sudah tahu tentang Kak Sam, karena itu dia menerima wasiatnya untuk menikah denganmu?"
"Saat aku menikahi dia, kondisinya sama mendesaknya, ayahnya sekarat dan ingin melihat dia menikah. Jadi sejauh ini, dia hanya tahu alasan aku menikahinya karena keinginan terakhir ayahnya. Tentang Sam, dia tidak tahu sama sekali."
Bolpoin di jemari Nico terpelanting, melesat jauh ke arah dinding saat pria itu kehilangan kendali memainkannya. Wajahnya masih sama, bahkan jauh lebih serius.
"Kalau Kak Sam sungguh kembali, bagaimana nasib pernikahanmu?" Ujar Nico, "apa semua tetap akan baik-baik saja antara kalian bertiga?"
"Aku tak akan mengambil pusing masalah itu, kalau mereka masih saling mencintai, aku siap mundur. Karena dari awal memang aku bukan siapa-siapanya Aina."
Mendengar jawaban datar Angkasa, Nico bangkit dari kursinya dengan malas kemudian melakukan peregangan ringan di area lengan sampai punggung dan berjalan pelan ke arah pintu.
"Baiklah, aku akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencari dan menyelamatkan Kak Sam." Ujar Nico. "Jangan telat makan, masakan istrimu sangat enak."
Setelah mengatakan itu, Nico pergi dari balik pintu meninggalkan Angkasa dengan senyum tipis.
Sam, bertahanlah sebentar lagi. Angkasa menggumam dalam hati seraya mengemasi barangnya dan kembali ke rumah.
...****************...
Malam begitu pekat, sementara Angkasa masih sibuk memandang langit-langit ruang tamu sambil berbaring. Beban pikirannya semakin menumpuk tatkala memikirkan pertanyaan Nico terakhir kali.
Arkh, berat! pikirnya.
Dan bersamaan dengan kebingsalannya itu, listrik padam karena hujan. Semua semakin gelap dan legam. Angkasa sempat menunggu beberapa menit tapi masih belum hidup juga, akhirnya ia putuskan menghubungi Santos untuk menghidupkan mesin diesel.
"Santos bagaimana? masih belum bisa hidup ya?" tanyanya pada sang ajudan, dia benar-benar kesal, malam hujan begini, mati lampu, malah mesin diesel rumahnya rusak. Ah sial! Angkasa mengumpat dalam hati.
"Maaf Kapten, sepertinya mesin ini harus di servis besok." Jawab Santos yang semakin membuat Angkasa kesal.
Tapi pada kenyataannya, dia bukan kesal untuk pribadinya sendiri, Angkasa teringat dengan istri kecilnya, bagaimana jika nanti dia membutuhkan cahaya, mau ke toilet, ke dapur, atau apalah. Pasti sangat sulit kalau tidak ada cahaya, mungkin seperti itulah yang dia pikirkan tentang Aina.
"Baiklah aku antarkan saja lilin ke kamarnya." gumam Asa dalam hati.
Dia berjalan menuju ke kamar setelah menghidupkan lilin, namun saat ia di ruang tengah telinganya mendengar suara pintu terbuka, atau lebih tepatnya pintu kamar terbuka, siapa yang keluar? gadis itu? Pikirnya seraya mempercepat langkah.
Angkasa tiba di bagian agak depan rumah, dan sangat terkejut saat melihat sosok di depannya, "Aina?"
Istrinya menangis sambil berpegangan pada dinding, bila dipandangi tubuhnya, kakinya gemetaran. Angkasa memandangnya dengan raut heran, sementara pikirannya mulai berspekulasi; apa dia takut petir? atau takut gelap? masa cuma karna itu takutnya sampai segini. Pikirnya.
Angkasa mendekat meski bingung harus bicara apa, Ia dibuat serba salah karna melihat Aina yang seperti ini, sama seperti kemarin, Angkasa benar-benar lemah saat melihat Aina menangis.
Pada akhirnya dia putuskan untuk memulai duluan, "Aina,kamu kenapa keluar? aku baru saja mau mengantar lilin ini ke kamar, maaf ya mesin diesel kita rusak, tidak bisa di pakai tadi." Ujar Angkasa kikuk. Baru hendak melanjutkan kata-katanya, Aina tiba-tiba mendaratkan tubuhnya dan memeluk Angkasa.
Dia pasti benar-benar ketakutan, aku bisa merakannya tubuhnya gemetaran. Dia terus menangis di pelukan ku, sial kenapa sakit sekali, aku merasa sakit sekali melihat dia seperti ini. Angkasa menggumam dalam hati kesekian kalinya.
Angkasa membalas pelukan istrinya, ia lepaskan lilin yang ada di tangannya, dan memeluk tubuh kecil Aina. Dia tak mau melepaskannya, kenapa? padahal dia sudah memutuskan untuk tidak menghancurkan impian Aina, Asa sudah memutuskan untuk kembali ke perjanjian awal, untuk membiarkan Aina mencari atau kembali pada laki-laki yang dicintainya, dan akan melepaskannya jika dia bertemu Sam. Tapi, kalau begini malah dia sendiri nanti yang sakit jika Aina meninggalkannya.
Dipeluknya Aina semakin erat, dan semakin terbawa suasana, pikiran-pikiran negatif bahwa Aina akan meninggalkan dirinya muncul terus di otak, membuat Angkasa jadi kalang kabut, gusar dan gelisah. Dia mulai merasakan tangan Aina mulai renggang memeluknya, dia tidak rela, dan selamanya tidak rela, jangan tinggal kan aku sekarang. Bisiknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
@E𝆯⃟🚀BuNdAιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
ternyata nicolo mafia Venezia, kirain aparat juga
2024-01-30
0
Sri Rahayu
babang Asa rupanya mulai cinta ma Aina ya kok ga mau ditinggal Aina, kyk2nya Aina jg uda mulai bergetar tu 🤭🤭🤭🤪
2023-09-28
1
baby eunhyuk / Xoblisss
jangan!!!!! aku ga relaaa
2023-09-15
0