Suasana gaduh siang ini, mengusik pikiran Aina begitu dalam. Sepanjang perjalanan, matanya hanya diam dan terpaku di sisi jendela; memandangi hiruk-pikuk jalanan kota yang sama ributnya dengan isi kepalanya sendiri saat ini.
Marah, jelas itu yang ia rasakan bila membayangkan bagaimana Dian menyentuh Angkasa dengan sangat luwes di depan matanya.
"Aina?" Angkasa berkata dengan suara pelan. Setelah menyadari kediaman istrinya sepanjang tadi. "Na---Aina?!" Ulangnya dengan sedikit menaikkan suara.
"Ah iya, kenapa Kak?" jawab Aina, suaranya bergetar persis raut wajahnya saat Angkasa menyentuh lengannya. Dia terkejut saat Angkasa memanggil, suaranya memecah lamunan dalam Aina, mungkin dia menyadari karna sepanjang perjalanan perempuan itu hanya diam saja.
Jelas Aina tidak tenang, sebagai perempuan tentu ia tahu bagaimana perasaan Dian lewat gelagatnya menatap dan memperlakukan Angkasa, dia menyukai Asa. Dan sebagai seorang istri, Aina tahu seperti apa tanda-tanda ada perempuan yang mau mengambil suaminya. Entah mengapa, jauh di dasar hati Aina, ia merasa takut kehilangan Angkasa. Atau bahkan takut suaminya sungguh berpaling pada perempuan lain bernama Dian.
"Kamu kenapa?" Angkasa kembali bertanya. "Melamunkan apa ?"
"Kak Asa." Jawab Aina terang-terangan.
Angkasa mengernyit sementara matanya menatap Aina menyipit, seakan ia mengalami kebingungan hebat dengan jawaban istrinya. Memang, Aina sedang memikirkan dirinya.
"Tidak seperti biasanya," kata Angkasa. "Memangnya saya kenapa?"
Tak ada jawaban, hanya Aina terus memberengut dan memandang lurus ke depan jalan. Jemarinya terus bermain saling menindih dan memelintir untuk menghilangkan rasa gugup. Setelah merasa yakin, Aina menegaskan posisi duduknya dan meraih rahang Angkasa, membuat pria itu menatapnya dengan pasti.
"Apa yang kamu pikirkan tentang saya?" Angkasa berkata pelan dan memandang Aina seksama, memastikan bahwa wanita itu memang bersikap apa adanya.
Dia memang melihat Angkasa dan terus mengunci wajah pria itu lewat rahangnya.
Aina menatap mata gelap dan dalam milik Angkasa dan merasa tenggelam ke dalamnya. Tubuh Angkasa tegang karena gairah dan hasrat. Dan saat Aina mengamati suaminya, mata gelap tersebut memancarkan sinar keperakan yang mengisyaratkan kebingungannya terhadap Aina.
Semua yang dipertanyakan Angkasa menyusup ke dalam benak Aina, dan tubuhnya pun meleleh menjadi cairan panas saat melihat bayangan-bayangan sensual yang diperlihatkan sang suami. Sambil menahan kesal, Aina tetap membingkai wajah Angkasa dengan telapak tangannya, kemudian membelai rambut sang suami yang tebal dan hitam dengan ujung-ujung jarinya.
Aina meyakini dia akan tersesat sepenuhnya di dalam diri Angkasa, namun ia tak peduli. Ia mendambakan hal itu sekarang, untuk memastikan bahwa Angkasa adalah miliknya sekarang.
Aina mengangkat kepalanya dan mencium Angkasa. Pria itu tak bergerak selama beberapa detik selagi Aina mengecapnya, menggodanya, menciumnya dalam-dalam. Tidak tahu ketakutan semacam apa yang menyelimuti perasaannya, yang pasti bisa dilihat saat ini adalah dia benar-benar takut Angkasa akan meninggalkannya. Dia tidak terkendali sama sekali, ini pertama kalinya dia berinisiatif, bergerak mencium Angkasa lebih dulu.
Angkasa pun berdebar hebat. Dengan seketika, dia menjadi kaku selagi Aina melepaskan sentuhannya. Namun, meski ciumannya telah usai, telapak tangannya masih belum beralih membingkai wajah Asa. Dia kembali menegakkan pandangan dengan wajah memerah.
"Kak Asa, selama kita menikah Kakak tetap milik Aina." Ujar Aina sambil mengembuskan napas berat.
Angkasa mende-sah. "Kamu bisa mempercayai janji saya. Saya tak akan pergi dan mengecewakan kamu."
"Walaupun Kak Asa belum cinta dengan Aina?"
Angkasa tersenyum dan menghapus lembut air mata yang muncul di pelupuk mata Aina dengan ibu jari. "Walau apa pun," katanya. "Saya tidak akan mengkhianati keinginan kamu."
Aina menoleh menghadap ke arah sentuhan ibu jari suaminya dan memejamkan mata sambil mende-sah. "Kak Asa jelek." Ejeknya malu-malu dengan lembut sambil menggenggam tangan Angkasa.
Entah sejak kapan, telapak tangan pria itu telah menjadi bagian favorit yang disenanginya untuk disentuh. Kehangatannya terasa sangat familiar dan dekat bagi Aina, sehangat tangan pria yang selalu menolongnya 10 tahun yang lalu.
Perlahan, Angkasa menarik Aina mendekat, dan mendekat, hingga mulut mereka hanya berjarak beberapa sentimeter. Dan ketika ia tak bisa lagi menahan ketegangan itu lebih lama, Angkasa mencium Aina. Membalas perbuatan istrinya tadi, Angkasa merengkuh apa yang ia yakini sebagai miliknya. Merengkuh wanita yang dapat mengambil perhatiannya dan menemukan hati yang ia kira telah lama membeku.
Isi kepala Angkasa terbuka bagi Aina, dan ia pun dibanjiri pikiran-pikiran yang menyerbu otaknya. Bayangan-bayangan, penglihatan-penglihatan, kaya akan warna dan suara, memenuhi pikiran Angkasa. Bayangan-bayangan mereka berdua 10 tahun yang lalu bersama-sama, saat Angkasa menyentuh tangan wanita untuk pertama kalinya, menyelamatkan seorang gadis kecil yang dikucilkan, saat gadis itu terkunci dalam pelukannya, gambar-gambar kehidupan wanita itu di masa lalu.
Aku mencintai kakak! tunggu aku sepuluh tahun lagi! Aku pasti akan menikahi kakak.
Angkasa mengingat itu semua.
Melihat Aina, dan kata-katanya sebelum Angkasa meninggalkannya untuk berangkat pendidikan.
Segala hal tentang diri Aina. Dalam satu detik yang mengentakkan jantung, Angkasa memahami gadis itu lebih baik dibanding siapa pun yang pernah ia kenal selama kehidupannya yang hampir menginjak kepala 3.
Sekarang kamu sudah menikahi saya, Na. Katanya dalam hati.
Angkasa memperdalam ciuman, memberikan semua yang ia miliki sesuai kehendak Aina. Dan ia meyakini istrinya itu tahu bagaimana segala kesepian dan kepedihan yang ia alami lewat sentuhan ini.
Hingga kemudian Angkasa melepas sentuhan bibirnya dan menatap ke kedalaman mata lentik kecoklatan Aina, kemudian melihat keterkejutan yang ia rasakan tercermin di hadapan.
"K-k-kak." Suara Aina kaku, tegang dengan hasrat yang berdenyut di antara mereka. Ia melihat mata Angkasa dan suaminya itu merasakan sensasi berdebar mengguncangnya.
"Kak Asa jelek---"
"Aku tahu," potong Angkasa, tangannya mengelus tubuh Aina sangat lembut.
Napas Aina tercekat, ia mendekatkan tubuhnya ke arah Angkasa, matanya terpejam dalam debaran jantung yang sangat hebat. Aina menggeleng kemudian berbisik, "Jangan macam-macam di jalan... "
"Bukanlah matamu," ujar Angkasa, suaranya berupa belaian lembut dan dalam, sepenuh sentuhannya. "Bukanlah matamu dan lihat ke depan, kita lanjutkan perjalanan ke rumah."
Aina menurut, cepat-cepat menjauhkan diri dari Angkasa dan memandang lurus ke jalan, dan ia pun menghela napas.
Ia sudah tersesat.
Saya tetap milik kamu Aina, bukan hanya selama pernikahan kita, bahkan jika kamu mencintai lelaki lain dan kita bercerai, aku tetap milik kamu, selamanya adalah milik kamu. Angkasa berkata lewat pandangan dan senyuman.
Dia seperti melayang saat Aina menciumnya untuk pertama kali, saat istrinya mengatakan itu, semua perasaannya bercampur, tidak karuan.
Dia merasa sedih, saat Aina mengatakan; selama menikah, apakah itu artinya mereka tidak bisa selamanya?
Dia bahagia, karna Aina mengatakan; aku milikmu, karna ini pertama kalinya Aina menciumnya.
Dia marah, kenapa menaruh perhatian untuk mantan kekasih adik kembarnya, ini membuatnya sangat sakit jika perempuan itu meninggalkannya.
Sejujurnya ingin sekali aku katakan padanya; ingatkah kamu padaku Aina? lelaki yang kamu teriaki cinta, dan kamu inginkan untuk menikah?
tapi itu semua hanyalah kejadian masa lalu, Aina masih terlalu kecil saat itu, dan itu hanyalah cinta monyet yang tak seharusnya dianggap serius. Aku juga tidak mau menjerat siapapun, tidak mau membuat kamu merasa serba salah pada keadaan, tidak mau membuat kamu merasa bingung untuk menentukan pilihan, tidak mau mengekangmu untuk terpaksa tetap bersamaku, benar-benar tidak mau menyakiti kamu atau pun Samudera, Na.
Sepanjang jalan Angkasa menggumam.
...****************...
Besok paginya, tepat setelah Angkasa berangkat kerja dan Aina hendak memasak di dapur. Seorang yang tak asing datang membunyikan lonceng di depan rumah. Dian, perempuan itu mendatangi rumah Angkasa dengan penuh ancaman.
"Mbak yang kemarin?" Sambut Aina setelah membukakan pintu.
"Pagi, aku Dian," Dian mengulurkan tangan. "Kamu Aina kan?"
"Oh mbak Dian, salam kenal. Benar Mbak, saya Aina." Ujar Aina selagi menjabat tangan Dian. "Mbak mencari Kak Asa ya? maaf mbak tapi Kak Asa sudah berangkat kerja tadi."
"Ah tidak, aku bukan mencari Angkasa, tapi aku mau menemui kamu, aku mau bicara dengan kamu Aina."
"Mencariku? mau bicara apa Mbak?"
...****************...
Author Sanskeh di sini!
Mohon maaf kalau author Up nya sedikit terus ಥ_ಥ, asam lambung masih suka kambuh, kira-kira makan apa yang cocok?
Tolong dukung kita terus ya (๑ ⁍̥̥̥᷅ ᴈ⁍̥̥̥᷅)人(⁌̥̥̥᷄ε ⁌̥̥̥᷄ ๑)ー
BTW Mau apa tah Dian? awas ya macam macam sama Aina, author marah 😡
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
@E𝆯⃟🚀BuNdAιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
asa ingat aina. aina gak
2024-02-03
0
Yus Warkop
pelakor
2023-12-29
1
Sri Rahayu
saya juga marah sama Dian Thorr...😡😡😡....ngapain coba dia datengin Aina...mau mengintimidasi Aina ya....awas kamu Dian tak bejek jadi penyet kamu 😡😡😡
2023-09-28
1