Ungkapan
Begitu banyak rasa tercipta dalam kehidupan setiap insan. Entah itu rasa sakit, bahagia, takut dan yang lain.
Memahami semua rasa dalam diri kita adalah bentuk mengartikan sebuah arti kata ‘perasaan’
_______________________
Mobil tengah menembus keramaian jalanan kota yang padat dari banyaknya kendaraan, lain hal dengan sepasang manusia yang saling terdiam dalam pikiran masing-masing. Mark begitu gusar dalam duduknya, sungguh demi apapun ia merasa bersalah atas perlakuan sahabatnya kepada Sarah tadi.
“Sar.” Panggil Mark pelan.
Sarah sontak menoleh pada Mark yang kini sedang menatapnya.
"Kalau lo tanya dimana rumah gue, dari pertigaan sana, belok kanan. Daerah perumahan Merpati." Ujarnya to the point.
"Hah ? O-oh oke."
*‘Buseeettt dah, ngomong apa lagi gue? Belum ditanya aja jawaban dia udah skakmat begini?*Oh god aing macan!! Teriak Mark dalam hati’
Suasana kembali sunyi dan bisa dibilang semakin awkward bagi Mark, sampai akhirnya mobil yang mereka masuk perkarangan komplek dan sudah berada di depan pagar rumah Sarah.
"Thanks Mark, gue masuk dulu." Melepas seatbelt kemudian ia akan beranjak keluar dari mobil. Namun sebuah tangan kekar menahan Sarah untuk tetap duduk.
"Tunggu. Emmm.. Gue mau minta maaf atas perlakuan Calvin ke lo tadi ya." Ujar Mark.
Sarah terheran pun menaikkan sebelah alis. "Kenapa jadi lo yang minta maaf si?"
Lelaki itu lantas hanya bisa tersenyum, ia tahu Sarah adalah gadis yang baik dan itulah mengapa Mark ingin melindungi dirinya sebagai seorang Abang kepada Adiknya, karena jujur ia tidak bisa merasakan itu, Mark adalah anak tunggal.
“Gue masuk dulu ya, lo hati-hati dijalan. Salam buat Tante sama Om.”
Mark mengangguk, dan mobil perlahan mulai menjauh dari perkarangan rumah Sarah.
***
Bercak darah diseluruh bagian dinding bangunan serta bau amis anyir yang menyeruak mengganggu indra penciuman setiap orang. Bahkan tak ada seorang pun yang ingin mencoba mendekat kearea menjijikan tersebut. Big NO!
"LEPASIN GUE BANGS*T!!!" Teriak lelaki yang tengah terduduk dikursi dengan kondisi seluruh badan yang terikat.
"Diem! Mau gue tonjok lagi lo?!" Sentak seorang bodyguard yang sudah siap untuk melayangkan pukulan pada wajah lelaki tersebut.
"Siapa yang nyuruh lo HAH?!”
"Lo bakal tahu itu nanti. Sekarang lo diem! Tutup mulut kalau pengen nyawa lo masih hidup!" Ancamnya dengan tangan yang mengapit rahang lelaki itu.
"Heh! Bilangin sama bos lo, gue gak takut dengan dia dan jangan jadi pengecut yang bisanya cuman nyulik orang."
"Yayaya.. Whatever anak muda." Ujarnya santai.
Lelaki itu pun tetap memberontak, berteriak kencang serta mencoba untuk melepaskan diri dari ikatan pada tubuhnya "LEPASIN GUE!"
"Berisik ya lo?!" Ditendang kursi yang menjadi sanggahan lelaki tersebut, membuat ia jatuh tersungkur ke tanah.
"AAARRRGGGGGGGHHH" Teriakan itu terdengar sangat mengerikan, tanpa belas kasih terus menerus bodyguard itu menendang serta menginjaknya hingga membuat ia menjerit kesakitan. Entah bagaimana nasib lelaki itu, yang pasti ia sudah mati rasa merasakan pukulan pada kakinya.
***
Mata mengerjap pelan, menyesuaikan cahaya yang masuk dikedua mata Ellyn. Memandang pada langit-langit kamar yang dominan berwarna hitam dope, dilihatnya sekeliling hingga terhenti di seseorang yang tengah tertidur sambil menggenggam tangannya yang masih lemas.
"Udah bangun Sayang?" Suara serak menyapa pendengarannya, tetapi ia abaikan hal itu. Ellyn pun beranjak bangun walau rasa sakit dikepalanya masih sangat terasa.
"Jam berapa? Aku mau pulang."
"Makan dan minum obat dulu, baru kamu boleh pulang." Calvin dengan tegas menolak permintaan tersebut.
"Udah malam, aku harus pulang. Orang tuaku pasti bakal nyariin." Jelasnya lirih.
“Kamu boleh pulang asal kamu udah makan dan minum obat. Setelah itu aku bakal antar kamu pulang malam ini. Deal?”
Lelaki itu mencoba membujuk Ellyn dan memberi penawaran padanya untuk menuruti permintaan darinya. Namun tetap saja Ellyn kukuh oleh sikap keras kepalanya, ia menggeleng membantah dengan penuturan Calvin.
“Yaudah kalau kamu gak mau juga terserah. Tapi jangan harap kamu bisa keluar dari sini, walau itu hanya selangkah pun.” Jawabnya enteng.
Helaan napas berat Ellyn tunjukkan dan akhirnya ia pun menurut.
“Okay, aku bakal nurutin apa mau kamu.”
“Good girl.”
Calvin beranjak dari posisinya, menuju kearah telpon intercom menghubungi Bi Wen selaku assisten rumah tangga. Tak butuh waktu lama suara ketukan terdengar, Calvin pun berlalu menuju pintu, dan mengambil nampan berisikan makan malam khusus untuk Ellyn.
Usai menyelesaikan makan dan memastikan Ellyn minum obat, Calvin pun bergegas mengganti baju untuk mengantarkan Ellyn kembali pulang kerumah. Tak lupa ia membawa setelan sweeter hangat untuk sang kekasih agar ia tak kedinginan dan semakin sakit.
Ellyn sama sekali tak bersuara, ia hanya melamun sambil memandang jalanan yang di terangi lampu kota malam lewat kaca mobil, tanpa sedikitpun mengalihkan pandangan matanya kearah samping.
Calvin yang melihat pun mulai bersuara. “Besok kamu gak usah sekolah ya? Badan kamu masih belum pulih.”
Bukan jawaban yang diterima Clavin melainkan sebuah pertanyaan yang terlontar dari bibir tipis itu
“Sampai kapan Vin?”
“Sampai kapan hanya kamu yang boleh cemburu jika aku dekat dengan cowok manapun? Mau sampai mana lagi aku harus sabar ngelawan monster yang ada dalam diri kamu?”
Buliran air mata Ellyn menetes, suaranya lirih, tersirat akan luka begitu besar yang selama ini hanya bisa ia pendam sendiri. Tak tahan untuk memendam rasa sakit dalam hatinya, mungkin inilah saatnya ia harus bicara, apa yang ia rasakan, apa yang menjadi beban dalam benaknya.
Mobil terhenti dipinggiran jalan yang cukup sepi. Calvin membisu seribu bahasa, ia seolah enggan menjawab pertanyaan gadisnya. Entah apa yang ada dalam pikiran lelaki itu saat ini. Sadarkah ia jika perlakuannya selama ini bukan melindungi Ellyn, melainkan menyakiti gadisnya. Ellyn mencoba memahami namun setelah hubungannya berjalan selama 4 tahun ini, ia semakin tidak bisa mengerti apa yang Calvin mau.
“Ka-kamu egois! Kamu harus tahu kalau tindakan kamu itu nyakitin aku, apa selama ini pernah kamu tanya gimana perasaanku setiap kali ngeliat kamu jalan digandeng cewek lain? digoda cewek lain? Kala boleh jujur semua itu buat aku sakit Vin.
Tapi aku sadar, disitu aku cuman bisa diem, gak tahu harus ngelakuin apa, karena terhalang hubungan kita yang masih backstreet. Aku cuman bisa melapangkan hati, dan membiasakan semua itu.”
Ellyn menangis terisak menahan rasa sakit pada dirinya, ia menepuk pelan dadanya yang terasa sesak, tangisnya semakin terdengar pilu. Calvin segera merengkuh tubuhnya, namun yang ada hanya penolakan dari Ellyn.
“Kamu ikat aku, kamu guyur aku pakai air es, sampai aku menggigil. Cuman hanya karena apa?! Hanya karena RASA CEMBURU KAMU YANG GAK JELAS! KAMU JADIKAN AKU PELAMPIASAN DARI AMARAH KAMU!” Bentak ellyn bersama dengan air mata yang mengalir deras di kedua pipi.
“Aku bingung, aku harus gimana?" Suara parau itu hampir tak terdengar jelas.
Calvin menatap Ellyn, memeluk tubuh gadisnya tanpa peduli jika dirinya akan menerima penolakan dan pukulan dari Ellyn. Ia akui dirinya salah, selama ini Calvin selalu kalah oleh sisi gelapnya dan membuat orang yang ia cintai menderita selama ini. Kata maaf pun tak cukup untuk menebus kesalahan yang ia perbuat.
“Maaf.”
Lelaki itu semakin memeluk Ellyn dengan erat, air matanya tak sengaja jatuh dipundak Ellyn. Sungguh ia tak mau kehilangan gadis ini, bahakan untuk membayangkan hal itu saja ia sudah takut setengah mati.
“Kumohon maafkan aku atas semua rasa sakit yang aku kasih ke kamu.”
“Maafkan aku Adellyn.”
To be continued
_______________
Note : sudah direvisi
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Fuzi Maulida
toxic banget ya hubungannya
2022-10-23
0
Ari Mulyati
Nah gitu dong Ellynnya,,,harus tegas,,,jgn mau di sakitin terus2an,,,jadi nyesek aku liat Ellyn yg terus di sakitin padahal dia ga slah6,,, hahahaha jadi baper aku,,,keselll bgt dgn sikpat calvin
2020-12-07
6
☘Aиαи ͪ͢ ͦ ᷤ ͭ ͤ ᷝ
Seru
2020-11-09
0