It’s Mine!
Aku tak peduli jika orang memanggilku egois, kejam, dan tidak mempunyai hati.
Tetapi...
Tanda ini, bukti kau adalah Milikku.
_____________________________________
"Aaaaakkkkkkkkhhhhhhh.." Jeritan sangat kencang terdengar hingga menjuru ke seluruh kamar.
Sakit, dan rasa perih itulah yang dirasakan, melihat pergelangan tangan kanannya kini terdapat goresan membentuk sebuah kalimat. Ahh.. Apa itu pantas disebut goresan? Atau hanya luka sayatan yang masih segar? Ellyn Menahan rasa sakit yang menjalar keseluruh tubuh, saat sebuah pisau kecil ditangan Calvin mulai bermain di tangan putih mulusnya.
Entah apa yang ada dipikiran lelaki yang ada dihadapannya sekarang, akan tetapi ia sungguh ingin menghentikan ini. Ia tahu jika ini adalah kesalahannya, hanya karena satu kebohongan yang sudah ia buat, namun apa hal ini bisa dikatakan biasa?
"Aaakkkkkhhhh.. Cal-Calvin kumohon ber-hen-ti."
"Ma-maafkan aku, aku gak akan mengulanginya, kumohon berhentilah!" Ellyn menangis hebat melihat sang kekasih masih melanjutkan tulisan yang belum selesai ia buat.
"Sa-kit.. Hiks..Hiks..Hiks.." ucap Ellyn sangat lirih hampir tak terdengar.
'SHE IS MINE'
itu lah yang ditulis Calvin pada tangan Ellyn.
"Kamu harus tahu ini Honey.. Tubuhmu hanya milikku seorang, sayatan ini sebagai tanda aku tidak ingin kehilanganmu." Ucap Calvin lirih sambil memandang sendu raut wajah kesayangannya, mendekap erat kepelukan serta mengecup kening Ellyn sangat lama.
Melepaskan semua ikatan yang melekat pada tubuh Ellyn, lalu ia beranjak pergi meninggalkan kamar, membiarkan Ellyn menangis sendirian.
***
Masih di tempat turnamen,
Ketiga pemuda ini tengah duduk di bangku yang sudah disediakan oleh panitia lomba, sedang beradu argumen hingga nampak tak sadar jika mereka telah kehilangan satu sahabatnya yang entah pergi kemana. Mereka terlalu asik dengan obrolan receh serta debat yang membuat pembicaraan mereka tak pernah usai. Mark, James dan Leon.
"Kalian ngapain pada kesini dah ah? Tumben amat liat balapan." Seru Leon dengan wajah badmood.
"Hehe, pengen liat aja. Lagian kita bertiga pada kumpul di cafe, elo nya kagak ada. Malah nyantol disini." Sahut Mark dengan cengiran.
"Ya kan kalian tau kalau babang tamvan Leon ini fans kuadrat sama balap mobil, jadi skip dulu ngumpul sama lo pada. Banyak ngumpul sama kalian berdua, gue berasa homo threesome tau gak lo!" Leon dengan nyolot.
PLAK!
Aduh!
“Jamet, kenapa si lo! Suka banget mukul tengkuk gue! Napsu lo!” Seru Leon mengomel.
“Omongan lo minta di geplak!”
"Hahahaha.. Mamp*s dah lo, emang nih anak begayaan banget dah James. Elu ya! Gaya lo sok sokan ngefans, padahal ada doi kan ikut kemari buat nonton." Jawab Mark memojokkan Leon.
"Kagak elah. Sotoi ayam lo." Seru Leon agar tak salah tingkah.
"Itu Soto ayam geblek, jangan banyak typo kalau ngomong lo." Sahut James menoyor kepala Leon.
"Halah bilang aja kalau emang bener! Pantesan kita dilupain, ternyata ck..ck..ck.. Emang si anying kampret nih. Oh ya, dan ada lagi nih, lo denger sendiri kan James tadi? masa dikagetin gitu aja ni orang latah nya ke susu yang ***-***." Timpal Mark sengaja dan menahan tawa nya lagi saat mengingat kejadian tadi.
"Otak lo emang udah waktunya di rinso Le.. Masih 17 tapi sambungannya ke yang adult 21+ aja dah, salut gue." James tertawa geli.
"Eh Le.. Perlu diajarin gak? Biar cepet jadian? Kasian gue liat lo, gak ada kemajuan gitu." Timpal Mark sambil menaik turunkan kedua alisnya lalu tertawa terbahak.
"Sial*n lo ya.. Ntar aja dah, kalau gue udah stuck kehabisan ide, gue kabarin. By the way mana Calvin? Kok ngilang dia?" Tanya Leon menoleh ke segala arah saat tak melihat Calvin.
Mark dan James nampak geleng-geleng dengan Leon yang kelewat pintar, sejak tadi pertandingan dimulai hingga kini sudah usai, kemana saja pikiran lelaki ini?
“Nah ini, mikir apa coba!” Tunjuk Mark pada wajah Leon. Ia kemudian merangkul sahabat karibnya yang sepertinya otak dan jalan pikirannya tak sengaja ter restart ulang. “Kan tadi tuh anak ikutan lomba juga tong! Menang pula, hoki banget si kulkas.” Puji Mark.
“Hah?!”
"Tadi usai tanding, gue liat dia nyamperin pemain lain yang ikut lomba juga." Timpal James santai.
GLEK!
"Damn! Tanda 'DANGER' nih buat sepupu gue." Gumam Leon dalam hati dengan raut wajah cemas.
Bisa Leon pastikan jika Calvin sudah bertemu dengan Ellyn, dan membawanya pergi dari sini. Apa yang harus dilakukan Leon sekarang? Menelpon Calvin dan menyuruh agar membawanya pulang? Atau dirinya yang menjemput Ellyn? Haisshhh.. Sial, Leon bingung dengan situasi ini!
***
Calvin duduk terdiam dipinggir kolam renang. Pandangannya mengadah keatas, melihat langit malam ini yang tak secerah sebelumnya, tanpa ada bulan serta bintang yang menghiasi. Ia menghela napas panjang, lalu mengusap wajahnya dengan kasar. Memang tidak mudah untuk mengendalikan emosi yang masih memuncak, karena itu ia pergi meninggalkan Ellyn dalam kamar itu, ia sungguh tidak ingin melukai Ellyn lagi.
Hah.. Apa ia yakin tak akan melukainya lagi dalam hal itu? Entahlah... Apa yang telah ia lakukan tadi sungguh tak membuat Calvin merasa menyesal, karena dengan begitu semua akan tahu bahwa Ellyn hanya milik seorang Calvin Aldino Immanuel.
Dering dari ponsel Calvin berulang kali terdengar, saat lelaki itu tengah larut dalam pikirannya. Tertera nama Leon dari panggilan itu, Calvin pun menoleh dan menyambar ponsel miliknya.
Tak ada suara saat Calvin mengangkat panggilan darinya, hingga ia pun bersuara. “Ada apa?” Jawab Calvin.
“Ha-halo, Vin lo dimana?”
“Rumah.”
“Sama Ellyn?” Tanya Leon dengan penuh hati-hati.
Diam. Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Calvin untuk pertanyaan itu. Leon pun kembali berbicara.
“Lo bawa dia ke apartemen Kak Jesslyn aja. Biar gue yang urus sisanya.” Ujar Leon.
“Gak perlu.” Sahut Calvin yang langsung mematikan panggilan tersebut.
Lelaki itu melempar ponselnya dengan asal, tanpa peduli jika ponselnya akan rusak atau hilang. Untuk sekarang ia hanya butuh sebuah minuman dingin agar pikirannya tenang, dan masalah Ellyn, nanti ia akan membawa kekasihnya itu pulang kerumah, bukan ketempat lain.
Beralih pada kondisi seseorang yang tengah tertidur didalam kamar yang sangat begitu luas, gadis itu nampaknya jauh dikatakan baik-baik saja. Darah segar itu mulai mengering, dan juga luka sayatan sangat nampak jelas belum terobati. Hanya tatapan kosong yang di tunjukkan, menangis dalam diam, dengan airmata yang mengalir tanpa bisa berhenti.
Ia tahu dan paham betul semua ini salahnya, Ellyn penuh dalam rasa penyesalan karena telah berbohong pada Calvin.
"Maaf.. Ellyn janji, tak akan berbohong lagi."
Ellyn yang terus menerus mengulang ucapannya. Sampai tanpa disadari ia terlelap tidur dengan sisa buliran airmata dan wajah sembabnya.
To be continued
-------------------------------
Note : sudah direvisi
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Suchomimus
udah tau pacarnya kyk gitu... bisa2nya masih bohong
2022-12-17
0
Sakura
uwuwwww so sweetnya
2021-05-27
0
icequen_
cantik bet thor
2020-11-23
3