Sepanjang waktu sarapan keduanya tampak diam. Baik Bagas maupun Nizma seolah merasa canggung sendiri. Hal itu disebabkan oleh pikiran-pikiran kotor yang merasuki mereka.
Bagas memikirkan tentang banyak hal. Melihat betapa polosnya Nizma membuat Bagas harus berpikir bagaimana memulainya saat tiba waktunya nanti. Dia pasti harus bersabar mengajari Nizma banyak hal. Tapi sepertinya seru juga apalagi Nizma adalah gadis baik-baik jadi harus diperlakukan dengan baik.
Sementara Nizma pikirannya masih menjurus ke arat 'situ' saja. Sejak Bagas menempelkan tangannya ke area vital pria itu kini Nizma jadi terkontaminasi. Bahkan dia masih bisa merasakan tangannya memegang benda itu. Nizma terus dibuat bergidik ngeri dengan bayangannya sendiri.
Tak ingin suasana terus berlangsung seperti ini maka Bagas harua segera bertindak untuk mengalihkan pikiran mereka masing-masing.
"Nizma, setelah ini kamu siap-siap ya." ujar Bagas.
"Memangnya mau kemana Abang?" tanya Nizma kemudian.
"Katanya kamu ingin tahu tentang aku. Jadi yang pertama kamu perlu tahu pekerjaanku dulu." ucap Bagas akhirnya.
"Ah, iya abang." Nizma begitu senang akhirnya Bagas mulai terbuka tentang dirinya.
Setelah bersiap kini Nizma pergi dengan Bagas mengendarai mobil. Nizma sedikit terkejut dengan mobil milik Bagas.
Mobil sport mewah keluaran terbaru yang pastinya harganya tak main-main.
"Ini mobil siapa abang?" Nizma tampak terkejut.
"Mobil aku." ucap Bagas.
Nizma semakin penasaran dengan pekerjaan Bagas sebenarnya. Sungguh mudah sekali sepertinya pria itu mendapatkan uang.
Setelah menempuh kurang lebih satu jam perjalanan mereka tiba di sebuah hotel bintang lima. Nizma mengerutkan keningnya saat Bagas dengan santainya melenggang memasuki loby hotel tersebut.
Para resepsionis tampak tunduk sopan menyambut Bagas. Tapi pandangannya langsung tertuju pada sosok Nizma yang sejak tadi bergandengan tangan dengan Bagas.
Gadis itu tampak cantik mengenakan gamis berwarna ungu muda dengan hijab yang senada. Terlihat sangat anggun.
Cukup kontras dengan penampilan Bagas yang terlihat sangar mengenakan outfit ripped jeans dan juga kemeja hitam warna andalannya. Serta rambut gondrongnya yang dibiarkan tergerai bebas.
Nizma dan Bagas memasuki sebuah lift. Bagas menempelkan jempolnya sebagai akses untuk menuju ke suatu tempat.
Namun saat lift berjalan Nizma merasakan pergerakan yang berbeda.
"Abang. Kok Lift nya jalan ke bawah bukannya ke atas?" Nizma terkejut bahkan dia langsung memegang erat lengan Bagas.
"Tempat kerjaku memang dibawah gedung ini Nizma." ujar Bagas santai.
Sesaat kemudian pintu lift terbuka. Nizma terkejut saat melihat ruangan luas dengan nuansa monokrom.
Saat memasuki ruangan itu Bagas langsung disambut oleh para anak buahnya yang sebagian Nizma ketahui karena acara di kediamannya beberapa waktu lalu.
"Selamat pagi Bos." sapa mereka dengan menundukkan tubuhnya.
"Selamat pagi." Ucap Bagas singkat. Dia terus menggandeng tangan Nizma menuju sebuah ruangan.
"Tumben Bos ajak istrinya kesini?" ucap Ares.
"Husss.. Biarin jangan komen mulu. Ntar bos denger bisa berabe." ujar Jaka.
Bagas mengajak Nizma memasuki sebuah ruangan. saat pintu baru saja dibuka dia langsung terkejut melihat ruangan dengan interior yang sangat mewah. keseluruhannya didominasi warna emas dan hitam. Sangat kontras dengan ruangan sebelumnya.
Sementara itu di sebelah meja kerja tampak kaca besar yang tampak pemandangan laut yang membentang. Sungguh sangat indah.
"Padahal ini ruang bawah tanah tapi kenapa bisa ada pemandangan laut di sini?" Nizma pun bingung. Memang jika hotel tersebut dekat laut tapi tak mengira dia melihat pemandangan seindah itu.
"ini ruangan kerjaku Nizma." ujar Bagas.
"ini? Ruangan kerja abang? Memangnya ini perusahaan atau apa abang?" Nizma tampak bingung sementara di salah satu dinding ruangan itu Nizma bisa melihat foto Bagas yang berdiri bersama orang-orang penting seperti pejabat negara bahkan presiden. Serta beberapa orang-orang penting lainnya.
"Terus ini, mereka semua kenal abang?" Nizma tampak heran.
"Iya, mereka semua pernah jadi klienku." ucap Bagas.
"Klien?"
"Aku menyediakan jasa pengawalan khusus untuk orang-orang itu. Kami bekerja untuk memastikan keselamatan mereka tapi secara tersembunyi." ujar Bagas akhirnya.
"Maksudnya abang jadi mata-mata?"
"Hampir semacamnya tapi hanya untuk melindungi klien dari serangan musuh. Dan kami bekerja di balik layar. Jika seorang pengawal biasanya akan berdiri langsung didekat mereka maka kami yang memastikan keamanan mereka dari jauh." Bagas coba menjelaskan.
"Jadi mereka semuanya tadi karyawan abang?" tanya Nizma.
"Iya, mereka adalah staf yang terlatih khusus. Awalnya mereka adalah preman jalanan yang tak tentu arah. Tapi aku memberinya bekal pelatihan khusus hingga menjadi seperti sekarang ini." ujar Bagas.
"Kenapa abang bisa melatih mereka seperti itu?" Nizma yang masih penasaran pun terus bertanya.
"Karena aku dulu adalah seorang polisi." ujar Bagas.
"Polisi?"
"Ya, tapi ada seseorang yang memfitnahku hingga akhirnya aku harus dipenjara dan dipecat secara tidak hormat. Aku dituduh menggelapkan barang bukti berupa obat terlarang. Padahal aku sama sekali tak melakukannya." mengingat masa lalu kadang membuat Bagas harus menahan emosinya.
Nizma tahu Bagas saat ini sedang bersedih mengingat masa lalunya. Perlahan gadis itu meraih tangan Bagas dan menggenggamnya.
"Abang yang sabar ya. Semua orang pasti memiliki sebuah ujian dan masalah. Tapi ketika abang berhasil melewatinya InsyaAllah Abang adalah orang pilihan Allah yang dipercaya." tutur kata Nizma yang lembut tentu saja membuat Bagas merasa senang.
"Iya Nizma. Jika saja abang tak dipecat dari kepolisian mungkin aku tak akan memiliki perusahaan ini. Meski aku bekerja dibawah tanah tapi aku bisa menghasilkan banyak uang dari pekerjaan ini. Dan alasan utamaku memilih pekerjaan ini juga untuk mencari keberadaan ibuku." ucap Bagas akhirnya.
"Ibu abang? Memangnya beliau kemana?" Nizma begitu penasaran karen baru kali ini Bagas mau menyinggung tentang masalah pribadinya.
"Ibuku diculik seseorang saat aku masih berusia sepuluh tahun. Sementara Abah sejak kejadian itu membekaliku dengan pendidikan dan bela diri.
Abah menggembleng kemampuanku hingga bisa mengenali musuh. Cara membaca dan memprediksi pergerakan musuh. Hingga akhirnya Abah memberiku hotel ini.
Awalnya aku terkejut bagaimana bisa Abah memiliki hotel sebesar ini. Namun aku menemukan sebuah ruangan bawah tanah ini. Ruangan ini masih baru dan ksosong. Aku tidak tahu apa fungsinya namun saat Abah sakit dia memberitahukan aku untuk membangun sebuah kerajaan yang tak kasat mata. Yang didalamnya semua orang itu akan melindungi orang lain dan membentuk kekuatan besar." ujar Bagas.
"Dengan segala kemampuanku aku mengerahkan semua ini. Tapi saa aku hampir menemui titik sukses tiba-tiba Abah meninggalkan aku. Aku begitu frustasi dan marah. Buka hanya kepada diriku sendiri tapi juga kepada Tuhan. Orang yang aku sayangi justru mereka semua telah pergi." Bagas menghela nafasnya kasar.
Nizma hanya bisa diam membisu mendengar cerita Bagas.
"Itu sebabnya Nizma. Aku besar tanpa seorang ibu. Aku tak pernah merasakan bagaimana cinta dan kelembutan. Sejak kecil aku digembleng untuk hidup dengan keras. Saat Abah mulai menunjukkan cintanya tiba-tiba dia malah pergi meninggalkan dunia ini. Sejak saat itu rasanya hatiku telah mati tak merasakan apa itu cinta."
Nizma tak kuasa menahan air matanya. Dia begitu sedih mendengar kisah pilu di masa lalu Bagas. Akhirnya tanpa diminta Nizma mendekati Bagas dan langsung memeluknya.
"Abang, aku bahkan tidak bisa membayangkan betapa kesepiannya abang selama ini. Abang memang luar biasa. Tapi sekarang abang jangan khawatir. Aku akan selalu ada untuk abang. Akan selalu menemani abang. Dan juga memberi cinta untuk abang."
"Terimakasih Nizma. Kau begitu baik. Maaf aku yang masih sering menyakiti kamu. Bisa kan bersabar menungguku?" Bagas membalas pelukan Nizma. Ternyata pelukan dari Nizma terasa begitu lega untuknya.
"Tapi abang, ada pertanyaan lagi. Abang begitu fasih mengaji juga pengetahuan agama Abang cukup bagus. Apa Abah juga mengajarinya?" tanya Nizma.
"Ya, jamu tahu pesantren Al-Iman?" ucap Bagas setelah melepas pelukannya.
"Iya tahu, pesantren besar di jalan Pattimura itu kan?"
"Itu milik almarhum Abah. Aku lahir dan tumbuh disana. Tapi setelah kepergian abah aku memutuskan untuk pergi. Aku bahkan membulatkan tekadku untuk tidak akan lagi menginjakkan kakiku disana. Aku terlalu trauma dengan tempat itu."
Dan untuk pertama kalinya Bagas menceritakan kisah hidupnya kepada orang lain.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Neulis Saja
Bagas, good luck fighting the enemy that has hidden your mother ✊
2024-01-28
1
Pengguna system v.02
minimaL disebutin lah type mobiL nya thor, biar greget gituu
2024-01-09
1
ovi
lnjut kk
2023-12-07
1