Badan Nizma terasa begitu panas juga pusing. Sejak tadi dia bermimpi tentang kejadian masa kecil yang benar-benar membuatnya ketakutan.
Bulir-bulir keringat membasahi seluruh tubuhnya. Namun usapan lembut yang dia rasakan perlahan membuatnya terbangun. Dia melihat Bagas yang tengah duduk di sampingnya.
Merasa begitu lega Nizma langsung memeluk Bagas. Rasanya dia tak mau jauh-jauh dari Bagas karena pria itu selalu membuatnya merasa aman.
Melihat suhu tubuh dan kondisi Nizma yang basah oleh keringat Bagas pun berinisiatif untuk membuka jilbab Nizma. Lebih tepatnya memberanikan diri.
Merasakan pergerakan tangan Bagas yang hendak menarik jilbabnya Nizma pun tersadar dan langsung menatap Bagas.
Dia menyentuh tangan Bagas dan ingin memastikan apakah suaminya ingin dia melepas hijabnya.
"A-abang mau aku lepas hijab?" Nizma memberanikan diri bertanya kepada Bagas.
Bagas pun terdiam. Dia benar-benar malu karena ulahnya. Bisa saja Nizma menolak jadi dengan cepat Bagas menggeleng.
"T-tidak, aku akan ambilkan jilbab baru. Milikmu basah." Bagas beranjak dari ranjang dan menuju lemari pakaian Nizma. Mencari keberadaan jilbab miliknya.
Bagas melihat lemari pakaian itu tersusun begitu rapi. Dan kedua netranya menangkap jajaran benda privasi milik Nizma yang tampak menggemaskan dengan berbagai macam warna dan memiliki renda.
"Ah, sial kenapa mataku malah melihat itu." batin Bagas.pikirannya sudah melalang buana.
Bagas segera mengambil salah satu jilbab dan memberikannya kepada Nizma.
"Pakai ini. Biar nyenyak tidur kamu." Bagas pun berbalik mempersilahkan Nizma untuk mengganti jilbabnya.
Sementara Nizma dengan terpaksa menerima jilbab itu. Ada gurat kekecewaan di hati Nizma. Rupanya Bagas masih belum mau menerima dirinya.
"apa aku benar-benar tidak menarik di mata abang sampai abang tidak pernah punya niatan melihatku." batin Nizma nelangsa.
Nizma pun kembali berbaring setelah minum obat. Bagas mengambil waslap yang sudah dibasahi air dingin dan mengompres nya ke kening Nizma.
Nizma memejamkan kedua netranya berusaha menormalkan suasana hatinya. Tubuhnya yang terasa panas dan lemah kini bertambah sakit hati benar-benar membuatnya semakin resah.
Tanpa sadar Nizma pun meneteskan air mata di kedua sudut netranya.
Bagas yang masih terjaga melihat Nizma menangis menjadi semakin gelisah. Tak pernah dirinya segelisah ini memikirkan orang lain.
"Apa begitu sakit yang kamu rasakan sampai tidur sambil menangis begini." ingin sekali Bagas memeluk Nizma namun lagi-lagi egonya menahan untuk itu.
...****************...
Keesokan paginya Nizma masih merasakan pusing. Bahkan setelah menunaikan ibadah shalat subuh Nizma kembali tidur. Rasanya sangat enggan untuk kembali bangun. Terlebih memikirkan tentang Bagas semalam. Rasa dongkol di hatinya masih saja belum menghilang.
"Nizma, bangun dulu yuk. Sarapan dulu aku belikan bubur ini." Bagas menepuk lengan Nizma untuk membangunkannya.
Perlahan Nizma mulai menggeliatkan tubuhnya yang terasa kaku. Mengerjapkan kedua netranya.
"Abang.." ucap Nizma lirih.
"Makan dulu." Bagas menyodorkan semangkuk bubur ayam kepada Nizma.
Mau tak mau Nizma menerimanya. Namun saat memakannya baru dua sendok dia pun kembali meletakkan mangkuk tersebut.
"Kenapa?" tanya Bagas.
"nggak enak, pahit."
"Ya itu karena kamu aja yang kurang sehat. Jadi terasa pahit." Bagas pun meraih mangkuk tersebut dan menyuapi Nizma.
Nizma awalnya menggeleng namun Bagas tetap memaksanya. Akhirnya dengan terpaksa Nizma membuka mulutnya sambil kedua netranya berembun.
"Gini aja ribet banget sih. Tinggal makan apa susahnya. Jangan cengeng." seperti biasa ucapan Bagas selalu nyelekit. Jika biasanya Nizma dengan biasa merespon ucapan Bagas namun kali ini berbeda.
Hatinya begitu sensitif sehingga ucapan Bagas terasa begitu melukai perasaannya. Air mata yang keluar dari netranya menjadi semakin deras dan membuatnya semakin terisak.
"Abang kalau nggak ikhlas ngurus aku nggak usah sok perhatian deh. Iya aku emang ngrepotin abang, aku ribet aku cengeng. Abang pergi aja kalau nggak mau aku repotin. Hiks.. Hiks.." Nizma makin meraung.
"Loh, kok marah beneran." Ah, lagi-lagi Bagas merusak suasana.
Bagas berusaha menenangkan Nizma dengan mengusap puncak kepalanya. Rasanya begitu bersalah telah mengomeli Nizma yang sedang dalam keadaan sakit begini.
"Maaf ya, aku salah ngomong tadi." Bagas pun bingung harus bagaimana. Kebiasaannya berbicara dengan para anak buahnya jadi terbawa. Kini Bagas benar-benar bingung karena untuk pertama kalinya berhadapan dengan makhluk super ribet bernama perempuan.
Nizma yang kesal masih saja tak mau merespon Bagas meski tangisnya sudah mereda. Sepertinya gadis itu benar-benar ngambek. Bagas yang tak tau harus bagaimana pun akhirnya memilih keluar kamar. Tak tahan dengan suasana didalam sana.
Bagas duduk di teras sambil mengurut pelipisnya. Ternyata menikah tak segampang yang dia lihat. Menyatukan dua karakter yang berbeda tentu sangat luar biasa sulitnya apalagi pernikahan mereka bukan berlandaskan atas dasar cinta.
"Gimana aku harus menghadapinya setiap hari? Aku merasa tolol jika begini." Bagas bergumam sendiri.
"Nak Bagas." Tiba-tiba bariton yang memanggilnya membuat Bagas terkesiap.
"Abah." jawab Bagas.
"Boleh abah berbicara dengan kamu?" ucap Ustad Yusuf.
"Iya Abah, silahkan."
"Bagaimana keadaan Nizma? Masih demam?" tanya Ustad Yusuf.
"Demamnya sudah turun tapi tubuhnya masih kelihatan lemah Abah. Jadi dia masih istirahat di kamarnya." ujar Bagas.
"Maaf ya, Nizma agak sensitif kalau sakit. Mungkin kamu akan sedikit kaget dengan sikapnya tapi Abah tak bisa berbuat banyak. Trauma di masa kecilnya masih saja menghantuinya." ujar Ustad Yusuf.
"Memangnya apa yang terjadi dengan Nizma saat kecil Abah?" Bagas pun penasaran dengan kejadian tersebut.
"Nizma pernah menjadi korban penculikan. Dia disekap selama dua hari. Dan sejak kejadian itu Nizma selalu ketakutan bahkan traumanya kadang masih datang sampai saat ini." ujar Ustad Yusuf.
"Nizma pernah diculik? Siapa yang melakukannya Abah?" Bagas begitu terkejut mendengar kabar tersebut.
"Musuh abah, Dulu abah bukan orang seperti ini. Dulu abah seorang yang jauh dari kata baik. Abah memiliki banyak musuh." Ustad Yusuf pun menceritakan tentang masa lalunya.
Bagas pun menatap mertuanya tersebut dengan seksama. Namun rasanya sangat tidak mungkin melihat sosok Ustad Yusuf menjadi orang jahat. Pribadinya yang ramah, murah senyum dan sangat family man tentu sangat tidak cocok menjadi penjahat.
Bagas pun tertawa mendengar pengakuan Ustad Yusuf. "Mana mungkin Abah menjadi orang jahat. Benar-benar tidak cocok."
"Abah berubah jadi begini karena Abimana. Abah kamu." ucap Ustad Yusuf akhirnya.
DEG!!
Bagas seketika menegakkan tubuhnya mendengar nama Abimana. Orang tua yang telah meninggalkannya hingga membuatnya frustasi dan seperti ini.
"J-jadi abah.. Teman Abahku?" Bagas begitu terkejut.
"Iya, Kami bersahabat dan Abah menikahkanmu dengan Nizma sebenarnya adalah permintaan dari Abahmu sebelum dia pergi. Bagas, kamu sudah abah anggap seperti anak sendiri. Bahkan Abah sudah mengawasi kamu sejak lama." Ustad Yusuf menepuk bahu Bagas.
Sekejap rasa rindu itu mulai menjalar merasuk ke dalam relung hatinya. Rindu begitu rindu teramat dalam pada sang ayah. Sosok yang telah membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Lalu meninggalkannya hingga membuat Bagas merasa kecewa dan memberontak kepada sang Pencipta.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Nur Lizza
sabar y bagas
2023-10-11
3