Bagas merasakan pelukan Nizma yang begitu hangat dan menenangkan. Namun karena ini adalah tindakan pertama istrinya membuat jantungnya berpacu seolah berada di karavan kuda.
Melihat wajah cantik Nizma yang tampak terpejam di dada bidangnya membuat Bagas tanpa sadar mengulas senyum. Tangannya hendak membalas pelukan Nizma tapi sedetik kemudian seseorang berteriak memanggil mereka.
"Nizma.. Bagas..."
Dengan reflek Bagas mendorong tubuh Nizma agar menjauh.
"Astaghfirulloh." Nizma begitu terkejut saat Bagas tiba-tiba mendorong tubuhnya padahal dia sedang menikmati pelukan juga aroma wangi tubuh Bagas.
"Nizma.. Bagas.. Kalian baik-baik saja? Tadi ada yang lapor katanya Arya bertingkah sama kalian." Ucap Ustadzah Mia.
"I-iya Umi.. " Nizma yang masih terkejut pun kini paham akan tindakan tiba-tiba Bagas.
"Yaudah ayo kalian ikut ke bale. Abah minta kalian ke sana." jika tidak karena masalah mendesak Ustad Yusuf tak mungkin meminta Nizma dan Bagas berkumpul di malam-malam begini.
Sampai disana keadaan memang sudah sepi karena acara sudah selesai. Ada Ustad Yusuf, Arya, salah satu santi dan keluarga Ustad Yanu.
"Abah, ada apa ini?" ucap Nizma.
"Nizma, Bagas coba ceritakan kejadiannya." ujar Ustad Yusuf.
Nizma pun paham akan topik permasalahannya. Dia menceritakan kejadian itu tanpa menambah maupun menguranginya.
"Untung saja dengan cepat Abang segera menolong Nizma." ucap Nizma dengan netra yang sudah berembun.
Bagas tau bahwa Nizma benar-benar takut saat itu. Dia seorang gadis polos yang mendapat tindakan seperti itu tentu saja membuatnya ketakutan.
Sementara salah satu santri itu adalah saksi mata yang mengetahui tindakan Arya sejak awal. Dia tak berani menolong Nizma seorang diri jadinya dia langsung mencari Bagas dan memberitahunya.
"Nak Bagas apa benar Udin, santri ini yang memberi tahu kejadian ini?" ustad Yusuf kini menanyai Bagas.
"Benar Abah, tadi Udin menghampiri saya dan memberitahu kalau Nizma dipaksa.." Bagas begitu enggan menyebut nama Arya.
"Pria ini." Bagas menunjuk Arya yang kini tengah duduk tertunduk di kursi.
"Bagaimana keadaanmu Nizma? Apa ada yang terluka?" Ustad Yusuf kembali menanyai Nizma.
Nizma hanya menggeleng sambil memegangi pergelangan tangannya. Namun Ustad Yusuf paham dan langsung melihat pergelangan tangan Nizma.
"Nizma, boleh abah lihat pergelangan tangan kamu?"
Akhirnya Nizma pun menunjukkannya. Terlihat guratan merah keunguan bekas cengkraman Arya. Hal itu tentu saja membuat geram semua orang.
Nizma yang begitu ketakutan tampak menangis. Air matanya tak bisa dia bendung lagi. Dia terus tertunduk hingga sebuah tangan besar terulur mengusap bahunya.
Nizma mendongak dan melihat Bagas sudah berdiri di sampingnya untuk menenangkannya. Tak disangka pria dingin itu ternyata bisa perhatian kepadanya.
Akhirnya setelah bukti-bukti sudah ada Arya pun harus mendapat konsekuensi atas perbuatannya. Awalnya semua orang hendak menyerahkan masalah ini ke jalur hukum namun Nizma menolak.
Arya pun akhirnya diberi sanksi tegas dengan dikeluarkannya dari kepengurusan pondok. Bagaimanapun tindakan Arya ini tak dapat dibenarkan.
Dengan berat hati Arya menerima konsekuensi atas perbuatannya. Dia pun meminta maaf kepada semua orang termasuk Nizma dan Bagas.
"Gue akan terus ngawasin lo. Sampai macem-macem lagi bakal habis lo." Bisik Bagas tatkala Arya meminta maaf padanya.
Tampak gurat merah di kedua netra Bagas menandakan bahwa pria itu kini sedang marah dan tak pernah main-main dengan ucapannya.
"Abah, setelah kejadian ini Bagas memutuskan untuk membawa Nizma. Ini demi keselamatan dan rumah tangga Bagas. Mohon pertimbangan Abah." ujar Bagas akhirnya. Dia menggunakan kesempatan ini untuk bisa keluar dari pesantren.
Nizma pun tampak terkejut karena Bagas tak pernah mengatakan ini sebelumnya. Begitupun ustad Yusuf dan Ustadzah Mia.
"Kalau itu memang keputusan Nak Bagas silahkan. Selama Nak Bagas selalu bersama Nizma abah percaya. Karena ini memang menyangkut rumah tangga kalian." ujar ustad Yusuf akhirnya.
"Bagaimana Nizma kamu mau?" tanya Bagas.
"Apapun yang Abang putuskan Nizma akan mengikutinya. Karena sejatinya bhakti seorang istri ada pada suaminya. Jadi kemanapun abang minta insyaAllah Nizma ikut."
Ada kelegaan setelah Nizma mengatakan hal itu. Meski sebenarnya Bagas tak yakin dengan keputusannya ini namun dia sendiri harus melakukan pekerjaannya sementara di pesantren Bagas tak bisa leluasa melakukan urusannya.
Urusan malam ini pun selesai. Namun saat Bagas hendak kembali pulang tiba-tiba Akbar datang menghampirinya.
"Mas Bagas, bisa kita bicara sebentar?" sebenarnya Bagas begitu enggan mengingat kekesalannya terhadap Arya saja masih mendongkol di hatinya.
"Ada apa?" jawab Bagas ketus.
"Maaf sebelumnya sudah menilai Mas Bagas yang tidak-tidak. Tapi setelah mengetahui masalah tadi aku percaya Mas Bagas adalah sosok suami yang baik dan melindungi Nizma. Maaf sudah mengatakan hal yang kurang baik tempo hari. Bagaimanapun Nizma adalah teman kecilku. Kini aku lega melihat Nizma memiliki suami siaga seperti Mas Bagas. Semoga pernikahan kalian langgeng selamanya dan selalu diberi kebahagiaan." Akbar pun kini mengungkapkan apa yang ada di benaknya.
Mendengar ucapan itu kekesalan Bagas terhadap Akbar kini perlahan telah memudar. Bagas pun membalas ucapan Akbar dengan sebuah senyuman. Jarang-jarang Bagas melakukan ini kepada orang lain.
"Terima kasih Akbar." Bagas menepuk bahu Akbar kemudian pamit kembali ke rumah.
"Meski berat, aku harus bisa mengikhlaskan. Mungkin benar Allah telah memilih Mas Bagas untuk Nizma. Semoga kalian selalu bahagia." ujar Akbar dalam hati.
Bagas kembali ke rumah dan langsung masuk ke kamar. Dia mendapati Nizma yang sudah tertidur di atas ranjang. Dengan piyama dan jilbab instan yang lebih nyaman.
Nizma memang belum pernah membuka hijabnya didepan Bagas. Dia sengaja tidak melakukan hal itu sebelum Bagas sendiri yang memintanya.
Sementara Bagas yang masih canggung juga tak ingin membebani Nizma untuk melepas hijab dihadapannya. Baginya seorang wanita yang berhijab begitu suci dan istu adalah hal besar menunjukkan aurat di depan lawan jenis. Meskipun status Bagas kini sudah halal menjadi suaminya.
Bagas mendekati wajah sendu Nizma yang sedang terlelap. Wajah cantik itu tampak sedikit pucat sementara keringat mulai membasahi pelipisnya.
Bagas penasaran karena berulang kali Nizma tampak merintih. Akhirnya dia memberanikan diri untuk menyentuhnya.
"Panas sekali badannya." Bagas terkejut saat merasakan suhu tubuh Nizma yang tinggi.
Dengan cepat Bagas menuju dapur untuk mencari air dingin guna mengompres Nizma.
"Bak Bagas kok belum tidur? Apa butuh sesuatu?" kebetulan Ustadzah Mia sedang berada di dapur untuk mengambil minum.
"Badan Nizma sepertinya demam Umi. Bagas mau menyiapkan kompres untuknya." melihat kekhawatiran Bagas membuat Ustadzah Mia merasa senang.
"Demam ya? Dia pasti masih terkejut dengan kejadian tadi. Nizma pernah mengalami kejadian kurang menyenangkan dimasa kecilnya dan membuatnya trauma sampai sekarang. Demam itu pasti karena traumanya. Nak Bagas bisa berikan ini untuk Nizma." ustadzah Mia memberikan tablet paracetamol kepada Bagas.
Bagas pun segera menerimanya. Dia kembali ke kamar sambil membawa Baki berisi air dingin untuk mengompres Nizma.
"j-jangan.. Aku Takut.. J-jangan lakukan itu." Bagas mendengar suara tangisan Nizma diiringi rintihan ketakutan. Dengan segera Bagas langsung menghampirinya.
"Nizma.. Nizma ini abang. Ayo jangan takut aku disini." Nizma langsung membuka matanya melihat Bagas. Dia langsung berhambur ke pelukan Bagas dengan tangis yang terisak.
"Abang.. Hiks.."
"jangan takut aku di sini." ucap Bagas membalas pelukan Nizma.
"Badan kamu demam. Minum obat dulu ya. Terus dikompres biar cepat turun demamnya."
Bagas hendak membuka jilbab Nizma yang basah oleh keringat. Namun tiba-tiba tangan Nizma menghentikannya.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Nur Lizza
semoga CPT sembuh y nizma
2023-10-11
2