Onad membuka matanya. Aroma khas klinik sekolah tercium. Ada helaan nafas kecil yang berhembus, Onad merasakan benar pusing di kepalanya. Saat membuka mata putih ruangan adalah yang pertama kali dilihat, lalu wajah Malih yang tiba-tiba saja nongol. “Setan!”
“Gue Malvin bukan setan!”
“Gue kira lo setan,” balas Onad lalu teringat kejadian sebelum dirinya enggak sadar. Onad meneliti setiap detail wajah Malih. Enggak ada yang berubah dari sosok yang selama ini dikenalnya sebagai Malvin, tapi kejadian itu. “Lo tahu kalau lo bilang bukan Malvin saat gue tidur.”
“Tidur? Lo pingsan.”
“Ahahaha,” Onad tertawa sambil turun dari ranjang. “Gue ngimpi lo bukan Malvin. Gue ke UKS cuma numpang tidur kayak biasanya.”
“Ini nyata, dan apa yang gue bilang kalau gue bukan Malvin itu beneran.”
“Mana ada,” Onad masih mengelak segalanya. “Ini tuh efek gue kebanyakan nonton fantasi. Lo Malvin sepupu gue dan selamanya akan begitu.”
Malih melongo karena ternyata Onad masih enggak percaya. Melihat Onad yang keluar dari UKS membuat Malih mengikutinya. “Kalau itu cuma mimpi terus apa yang lo lihat di mimpi lo itu?”
“Lo jadi jelek, jadi ganteng, jadi jelek dan jadi ganteng lagi.”
“Malvin jelek yang lo itu Malih, gue. Dan raga ini adalah Malvin.”
“Goblok!” seru Onad sambil menoyor kepala Malih dengan jari telunjuknya. “Enggak ada pertukaran jiwa di kehidupan nyata. Ilmu malih raga itu cuma ada di jaman dulu atau di sinetron Angling Dharma, Mak Lampir atau lagi sinetron kolosal lainnya.”
Malih masih enggak mau menyerah meyakinkan Onad kalau dirinya bukan Malvin. “Gue pikir gue juga cuma berkhayal, tapi semua ini nyata sejak gue minum air dari kendi ajaib itu. Lo harus dengerin kejadian gue kenapa berubah jadi Malvin.”
“Dah ah, nanti-nanti aja. Gue laper, nanti kantin keburu penuh.”
Di jaman modern seperti sekarang ini memang akan sangat sulit membuat seseorang percaya akan hal-hal yang berkaitan dengan pertukaran jiwa. Malih kehabisan akal meyakinkan Onad. Jika Onad sebagai sepupunya saja enggak percaya dengan mudah bagaimana dengan yang lain? Meyakinkan Sorin juga akan lebih sulit. Hanya saja hal yang enggak Malih ketahui, diam-diam Onad berbalik melihat padanya.
***
“Kak!”
“Setan item!” seru Malih kaget bukan main saat melewati belokan koridor tiba-tiba saja Odetta muncul menyapanya.
“Ih! Kak Malvin kok sebut aku setan item?”
“Kaget Odet, kamu muncul tiba-tiba gitu. Ada apa?” tanya Malih berbasa-basi.
“Tadi aku lihat kakak keluar dari UKS, kakak sakit?”
“Bukan aku yang sakit, tapi Onad. Tadi dia agak pusing gitu,” jawab Malih sedikit berbohong pada adik kelasnya itu. Mengalihkan pembicaraan Malih bertanya. “Kamu udah makan?”
“Udah, tadi ke kantin sama teman-teman. Kakak sendiri?”
Suara Sorin terdengar dari belakang Odetta. “Malvin cowok gue, lo enggak usah repot-repot tanya karena ada gue yang pasti akan ingetin dia dan siapin makannya juga.”
Odetta berbalik melihat Sorin yang datang membawa sekantong makanan untuk Malvin. Cewek itu jelas enggak merasa bersalah atau tersinggung, meski ucapan dan tatapan Sorin padanya sangat sinis dan ketus. “Kak Sorin bawa makanan untuk kak Malvin?”
“Ya menurut ente? Masa gue bawa makanan buat burung onta sih? Enggak mungkin.”
“Mungkin aja lagi, di samping sekolah kita kan ada mini zoo. Ada burung untanya juga.”
Malih justru tercengang dengan ucapan Odetta sekalipun posisinya sekarang bukan waktu yang tetap untuk terkejut karena sekolahnya punya kebun binatang kecil. “Beneran ada kebun binatang di sekolah kita?”
Terang saja baik Sorin maupun Odetta langsung menatap Malih dengan heran. Sorin kemudian berkata. “Beb, kebun binatang itukan dibangun atas inisiatif kamu. Kakek kamu buat kebun binatang di samping sekolah sebagai hadiah ulang tahun kamu yang ke lima belas.”
“Hehehe… aku ingat kok. Aku cuma ngetes aja, ternyata kamu masih sangat ingat dengan semua hal tentang aku,” balas Malih pada Sorin. Sedikit keki, bahkan tangannya yang di belakang pun menggaruk pantatnya.
“Enggak usah sok manis,” Sorin membalas. Dia lalu melihat Odetta. “Udah kan ngomong sama cowok guenya?”
“Hehehe, iya kak udah.”
“Oke, sekarang gue mau bawa cowok gue pergi. Dia kalau telat makan bisa sakit,” tutur Sorin menekankan setiap kalimat cowok gue seolah-olah ingin Odetta sadar bahwa mendekati Malih adalah sebuah kesalahan. Sorin lantas menarik tangan Malih membawa cowok itu menjauh dari Odetta.
Sedangkan Odetta di tempatnya memandangi mereka dengan geram. Kedua tangannya mengepal menahan emosi. “Gue nggak bisa membiarkan kalian berlama-lama bahagia sedangkan nasib Daniella dilupakan.”
***
Pulang sekolah Malih langsung merebahkan dirinya di sofa, melempar tasnya ke lantai begitu saja. Amarillis memungutnya dari lantai dan meletakan tas itu ke atas meja sebelum dirinya duduk di sofa lainnya. “Capek di sekolah?”
“Hmmm.”
“Jangan memaksakan diri kalau capek. Mami enggak mau kamu capek,” katanya pada sang putra. “Mau Mami buatkan jus buah?”
Malih bangun membenarkan posisinya. “Enggak usah, Mih. Aku tadi beli di jalan.”
“Ya sudah kalau begitu jangan lupa ganti baju, terus makan siang ya.”
“Oke!”
Malih beranjak, dia menuju kamarnya. Lelah menjadi alasan Malih untuk menggunakan lift menuju kamarnya. Saat sampai Malih enggak langsung masuk ke kamarnya, lebih dulu dia masuk ke perpustakaan. Ada yang kurang. “Kendinya?”
Malih mencari-cari kendi yang biasanya ada di antara rak-rak buku, tapi hari ini enggak ada. Saat bi Narti melintas di luar perpustakaan, Malih melihatnya dari pintu yang terbuka. segera saja menghampiri. “Bi kendinya dimana?”
“Owh dipindahin sama nyonya, Den?”
“Maksudnya sama Mami?”
“Iya.”
“Dipindahin kemana?” tanya Malih masih penasaran.
“Kurang tahu, Den. Mau bibi tanyakan langsung ke nyonya?”
“Enggak usah biar aku aja yang tanya Mami,” balas Malih melupakan rasa lelahnya. Dia yang baru saja sampai di lantai dua, sudah kembali turun ke lantai satu. Mencari Amarillis yang sudah tidak ada di ruang keluarga.
Malih berlari ke teras belakang, Amarillis ada di sana sedang memberi makan ikan-ikan kesayangannya. “Mami?”
“Lho kok kamu belum ganti baju?”
“Mami pindahin kendinya kemana?” tanya Malih langsung pada tujuannya.
“Kendi jelek di kamar kamu itu? sudah Mami kasih ke pemulung yang lewat.”
Malih kaget bukan main. “Mami kok enggak bilang dulu sama Malvin? Itukan kendi kesayangan Malvin, Mih.”
“Sejak kapan kamu suka gerabah begitu. Mami kasih lihat guci atau kendi yang lebih bagus dari China aja kamu bilang jelek, eh giliran kendi item itu kamu sebut kesayangan? Ahahahaha,” ujar Amarillis diiringi tawa setelahnya. Wanita itu kembali menabur makanan ikan ke kolam dengan santai.
“Mih, itu tuh hidup dan mati Malvin sekarang,” ujar Malih putus asa. Dia seperti kehilangan petunjuk untuk kembali menjadi Malih jika kendi itu enggak ada.
Amarillis meletakan wadah berisi pakan ke atas meja taman. Dia lalu mendekati Malih membawanya ke dalam pelukannya. “Mami bisa bawa kehidupan kamu lebih baik dari apapun yang pernah kamu punya selama ini, Sayang.”
Lalu Malih jadi merinding karenanya.
***
Ada apa dengan maminya Malvin? ada yang bisa tebak? Tungguin kelanjutan kisahnya si Malih ya. terimakasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Nara kim
hmmm tanda tanya sm mami nya maluin ni
2023-08-26
1