17. Cemburu

Odetta benar-benar memasak untuk Malih di kediamannya. Menyiapkan makan malam seperti yang Malih minta setelah sebelumnya mereka jalan-jalan. Kalau dari mata seorang Malih, sosok Odetta itu tipe idaman cowok-cowok yang punya komitmen terhadap sebuah hubungan. Odetta sangat telaten saat memasak, bahkan tak segan mencuci panci-panci kotor bekas masakannya. Odetta meski terlahir dari keluarga kaya raya tetap bisa mandiri. Enggak manja seperti kebanyakan remaja jaman sekarang.

Malih mengakui benar kalau masakan Odetta sangat enak. Rasanya sampai pengen nambah kalau enggak punya malu, tapi ada yang lebih penting untuk Malih urus dibandingkan mengisi perutnya. Soal foto yang dikirim oleh nomor yang enggak dikenal sore tadi. “Makasih ya buat makan malamnya.”

“Sama-sama,” balas Odetta di depan pintu rumahnya mengantar Malih untuk pulang. “Jangan bosan ya. Kapan-kapan aku masakin makanan kesukaan aku.”

“Boleh.”

Malih memberikan feedback yang baik atas kepura-puraan Odetta. Malih sedikit mengerti akan maksud Odotte mendekati dirinya. Tentu saja ada tujuannya, dari beberapa obrolan Odetta tentang sepupunya itu, Malih bisa menangkap kalau sebenarnya Odetta sedang menyelidikinya. Hanya Odetta mungkin yang tidak tahu kalau Malih juga punya maksud lain akan dirinya. Malih pintar benar berkamuflase.

“Hati-hati ya Kak,” Odetta berucap sebelum Malih masuk ke mobilnya.

Lalu dengan senyuman manis Malih membalas Odetta. “Oke, kamu juga. Semoga mimpi indah.”

****!

Malih banyak berdusta hari ini. Odetta membuatnya menjadi sosok pembual besar. Sungguh ini bukan gaya seorang Malih, namun demi misinya Malih rela dirinya menipu seorang Odetta. Ya paling enggak Malih harus memastikan bahwa apa yang dilakukannya harus setimpal dengan usahanya sekarang.

Meninggalkan pekarangan rumah Odetta, kini Malih mengendarai mobilnya seorang diri. Kembali menikmati macetnya jalanan ibu kota. Ingin sebentar saja mampir ke panti asuhan tempatnya tumbuh, namun sayangnya Amarillis sudah mengiriminya pesan untuk segera pulang. Pasalnya wanita itu sangat mengkhawatirkan putra semata wayangnya. Seperti yang Malih ketahui bahwa Amarillis sangat menjaga Malvin.

Enggak ada waktu untuk sekedar mampi, jadi Malih langsung pulang ke rumahnya. Eh? Bukan maksudnya rumah Malvin. Rumah Malih masih dan akan selalu panti asuhan yang sekarang dirindukannya. Menghilangkan suntuknya karena macet, Malih menyalakan radio untuk menemaninya di perjalanan.

“Rasanya gini ya jadi orang kaya. Punya mobil mewah, makan apa aja bisa. Ahahaha.”

Rupanya bercoloteh sendiri akhir-akhir ini menjadi kesenangan Malih. Untuk saat ini enggak ada yang bisa memahami Malih. Dunianya ramai, tapi hatinya kesepian. Malih kadang berpikir untuk kabur saja dari rumah Malvin, namun sayangnya dalam kehidupannya saat ini enggak ada seorang pun mengenal dirinya sebagai Malih. Itu artinya Malih enggak punya tempat lari dan berlindung lagi selain dirinya yang harus tetap berada dalam kehidupan Malvin.

“Sial! Lo ada dimana Malvin?”

***

Siapa sangka di depan rumah sudah Sorin yang duduk di teras menunggunya. Cewek begitu awas menatap setiap pergerakannya. Mulai dari mobil yang berhenti, Malih turun dari mobil sampai mendekatinya. Namun Sorin tetap duduk tenang menunggu Malih ikut duduk di sisinya.

“Kok kamu kesini malam-malam begini?” tanya Malih, sebab waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.

“Kenapa? Takut ketahuan kamu selingkuh sama Odetta?”

Sudah Malih duga, hanya saja dia enggak menyangka kalau Sorin akan tahu secepat itu. “Aku enggak sengaja ketemu Odetta di jalan, terus dia ajak aku makan malam. Aku menghargai Odetta karena dia anak dari teman papi.”

“Setelah enggak sengaja ketemu di jalan, apa harus minum es cendol berdua dan lanjut makan malam? Bisakan ditolak secara halus, atau bilang lain waktu gitu?” balas Sorin, lalu cewek itu menunjukkan foto yang sama seperti yang Malih terima dari nomor asing. “Aku dapat foto ini entah dari siapa? Cuma yang jelas ini foto asli. Bukan editan.”

Malih merogoh sakunya, menunjukkan foto yang sama. “Dari nomor yang sama, itu artinya memang ada orang yang ingin mengadu-domba kita.”

“Kalau enggak ada foto-foto ini aku yakin kamu enggak akan menjelaskan apapun ke aku. Vin, sumpah ya aku enggak suka. Dari awal kita pacaran aku udah bilangkan kalau aku cemburuan, kenapa sih kamu mincing-mancing emosi aku gini?”

Kali pertama Malih harus menghadapi kecemburuan seorang cewek. Sungguh! Malih amat sangat amatir. Dia kira penjelasan di awal akan cukup meredakan emosi Sorin, namun nyatanya salah. Cewek memang suka memperpanjang masalah, benar seperti yang sering Malih lihat dan dengar dari media sosial. Berhadapan langsung begini membuat Malih keki bukan main.

“Aku enggak mancing-mancing emosi kamu, makanya aku jelasin di awal.”

“Tetap aja enggak masuk logika aku. Harusnya kamu tolak. Kamu jaga perasaan aku.”

Mendadak Malih merasa kepalanya seperti bekutu. Tangannya spontan menggaruk-garuk belakang kepalanya. Serba salah benar rupanya Malih saat ini.  “Gimana kalau kita masuk dulu. Di sini dingin.”

“Enggak!” tegas Sorin menolak.

Kepala Malih makin gatel. Bukan cuma kutuan aja kayaknya, ketombe dan juga segala kotoran menumpuk di kulit kepalanya. “Aku udah jelasin. Aku enggak selingkuh dari kamu.”

“Jalan sama cewek tanpa bilang ke aku itu namanya selingkuh Malvin.”

“Astaga! Sorin, enggak. Aku enggak selingkuh, bahkan berpikir untuk selingkuh aja enggak sama sekali,” Malih masih berusaha meyakinkan Sorin. Cukup kaget sebenarnya karena ternyata Sorin bisa semarah sekarang ini. Jelas bukan Sorin yang dia hadapi pertama kali.

“Apa yang kamu lakuin hari ini bisa jadi awal dari perselingkuhan Malvin.”

“Oke fine! Sekarang kamu mau aku gimana?” tanya Malih sudah pasrah. Enggak tahu lagi harus kasih respon apa pada Sorin.

“Fine? Apa itu artinya kamu mengakui kalau kamu memang berniat atau memang selingkuh?”

Salah lagi. malih meremat rambutnya kuat-kuat dengan kedua tangannya, lalu berbalik membelakangi Sorin. Menurunkan tangannya dan membuat kepalan tangan di udara. Malih berteriak tanpa suara sampai merasa lega walaupun sebenarnya enggak sama sekali, barulah Malih berbalik lagi menghadap Sorin yang masih menatapnya tajam.

“Sorin sayang, dengar ya. Semua tuduhan kamu tentang perselingkuhan itu sama sekali enggak benar. Jelas aku menolak hal itu karena memang faktanya aku enggak melakukan hal serendah itu. Kalau sekarang kamu enggak mau percaya, oke enggak apa-apa. Aku antar kamu pulang, besok aku jemput kamu di rumah. Kita bicara lagi baik-baik.”

“Kamu ngusir aku!? Hah!?”

“Sama enggak. Kamu mau lama-lama di sini juga enggak apa-apa. Mau sampai matahari terbit besok juga enggak masalah. Aku temenin kok,” balas Malih lagi dengan cengiran kakunya.

“Aku enggak segila itu Malvin harus berdiri di sini lama-lama sampai besok pagi,” balas Sorin semakin menjadi-jadi. “Aku bisa pulang sendiri. Aku bawa mobil!”

Malih melihat sekilas mobil Sorin yang terparkir di dekat garasi rumahnya. “Bahaya kalau kamu nyetir sendiri. Aku antar ya?”

***

Jangan lupa berikan aku dukungan. Bisa klik like atau kolom komentar, dan juga penilaian. Terima kasih sudah membaca sejauh ini. Salam dari si Amatiran.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!