14. Resiko Tampan

Malih pikir Dallasco lebih mirip dengan tempat ajang fashion show. Selain seragam yang sama, selebihnya yang dipakai siswa-siswi adalah barang-barang mahal dari merk kenamaan. Meski Malih enggak bisa membedakan mana barang asli dan barang tiruan, Malih sangat yakin kalau dipakai siswa-siswi Dallasco adalah barang asli semua. Pasalanya dia mendengar obrolan cewek-cewek di sudut kelas yang membicarakan segala jenis fashion item dengan harga selangit.

Ada rasa malu jika ketahuan menggunakan barang tiruan. Terlihat sekali mereka paling anti dengan barang-barang tiruan. Sorin contohnya, pagi ini tangannya diplester menggunakan plaster mahal seperti milik Jennie Blackpink. Saat ditanya kenapa jawabnya hanya. “Enggak kenapa-napa, pengen pake aja.”

Malih tepok jidat!

Belum lagi mobil-mobil mewah yang nangkring di parkiran, sekelas Avanza sama sekali enggak Malih lihat di sana. Parkiran motor enggak mau kalah, sederet motor-motor mahal dengan apik terparkir. Ada parkiran khusus anak geng motor sekolah yang terkenal. Malih alias Malvin juga salah satu anggotanya. Ketuanya Heksa Arjuna, anak IPS yang katanya bandel luar biasa. Kakak kelas Malih. Kabarnya Heksa akan lengser dari kedudukannya sebelum ujian akhir nanti. Cowok itu akan mencari penggantinya, Malvin adalah kandidat terkuat.

Saat jalan menuju kelas banyak para siswi yang enggak malu-malu buat menyapa Malih. Sorin sering sekali dibuat kesal. Apalagi adiknya akhir-akhir ini bertindak keterlaluan dengan lebih berani menggoda kakak kelas tampan mereka. Malih enggak lepas dari godaan mereka karena dirinya sekarang menjelma sebagai Malvin.

“Kak Malvin,” sapa Odetta mencegat Malih di koridor.

“Eh, kamu.”

Kamu? Sontak saja Sorin yang bersama Malih langsung tajam melirik. Nalurinya sebagai seorang kekasih langsung bekerja. Namun lebih dulu Sorin memilih menyimak. Dia melihat Odetta mengulurkan paper bag pada kekasihnya.

“Ini kue bolu pisang yang kakak pesan.”

Terang saja Sorin semakin geram. Sejak kapan kekasihnya itu bertemu Odetta sampai pesan bolu pisang segala. Sudah enggak bisa ditahan akhirnya Sorin buka mulut. “Kamu pesan cake ke dia?”

Malih ya santai saja menanggapi pertanyaan Sorin. “Sore kemarin aku ketemu Odet. Diajak papi, terus kami ngobrol. Ternyata dia sama kayak aku suka bolu pisang.”

 “Ngobrol dimana? Kalian janjian ketemu?” Sorin semakin cecar bertanya. Matanya menyipit penuh curiga.

“Papi aku sama papanya Odet ada janji. Kami diajak, jadi ketemu deh,” balas Malih enggak merasa salah sedikitpun, karena memang bukan sebuah kesalahan menurutnya. Dia kembali pada Odetta. “Makasih ya kuenya, nanti aku makan.”

“Sama-sama, Kak. Kalau gitu aku permisi dulu kak Malvin, kak Sorin.”

 Odetta berlalu, Sorin juga. Hanya saja Sorin melangkah dengan hentakan kaki kesalnya. Malih bertanya-tanya mengikuti langkah Sorin. “Kamu kenapa?”

“Pikir aja sendiri,” balas Sorin ketus bukan main.”

“Marah soal kue yang Odetta kasih? Atau marah karena aku ketemu dia kemarin?”

“Dua-duanya.”

Malih menarik tangan Sorin untuk ikut dengannya. Menaiki anak tangga dan berhenti di lantai berikutnya. Malih enggak mau ada salah paham antara dirinya dan Sorin. Bagaimana pun dia sedang bertanggung jawab akan hubungan Malvin yang raganya ditempati. “Aku diajak papi. Enggak tahu menahu kalau bakal dikenalin sama Odetta. Aku juga ngobrol sebentar aja sama dia. Enggak lebih.”

Sorin menghela nafas. “Resiko punya cowok ganteng. Ya udah aku maafin.”

“Cokelat mau?” tawar Malih agar perasaan Sorin membaik.

“Es cokelat.”

“Oke. Istirahat kita beli es krim cokelat.”

Mereka kembali berjalan menuju kelas. Sorin sibuk berpikir karena hari ini Malvin yang dia kenal sangat peka dengan perasaan cemburunya. Biasanya Malvin enggak mengerti kalau dirinya sedang cemburu, bahkan terkesan enggak mau tahu. Malvin yang sekarang berjalan di sisinya semakin hari semakin berbeda. Sayangnya Sorin belum tahu bahwa cowok itu adalah Malih.

***

Kabar tentang Odetta yang memberikan kue pada Malih langsung santer terdengar. Sorin jadi geram karena teman-teman sekelasnya mulai memanasi dirinya. “Hati-hati lo ditikung.”

“Apalagi si Oddet cute lagi,” timpal yang lainnya. Cewek bernama Harley itu mendekati Sorin. “Tadi lo bilang mereka ketemu karena dikenali bokap masing-masing kan? Apa enggak curiga kalau ada perjodohan rahasia di antara mereka?”

Sorin menatap Harley tajam. “Enggak mungkin. Om David itu enggak pernah ikut campur soal hubungan Malvin sama aku. Kata maminya Malvin kebahagiaan Malvin yang kebahagiaan mereka juga.”

“Dih, pede banget lo. Yakin kalau selama ini Malvin bahagia sama lo?” satu pertanyaan keluar dari yang lainnya. Tajam dan membuat Sorin tidak percaya diri karenanya.

Hanya saja Sorin pandai menutupi. Cewek itu tersenyum tipis. “Kalau Malvin enggak bahagia rasanya enggak mungkin dia bertahan sejauh ini sama gue. Lo ngomong gitu karena iri enggak bisa dapatin Malvin.”

“Sorry to say gue udah enggak cinta sama Malvin. Cowok yang citranya baik di luar, tapi bobrok di dalam.”

“Jangan asal ngomong lo ya!” Sorin berdiri kesal, nyaris menjambak rambut temannya itu. untungnya Malih datang menahan tangan Sorin.

“Enggak usah dibalas,” katanya pada Sorin. Malih meminta Onad membawa Sorin menjauh dari teman-temannya. “Bawa yang jauh, Nad.”

“Enggak!” tegas Sorin pada Malih. “Ini urusan cewek. Aku enggak suka kalau ada yang jelekin kamu sembarangan. Biar aku aja yang urus.”

“Sorin kalau cewek ribut itu paling jambak-jambakan. Nanti rambut kamu yang bagus ini jadi kusut, terus kamu jadi jelek.”

“Biarin aja yang penting emosi aku tersalurkan.”

Malih berusaha tetap tenang. Dia mengusap sisi wajah Sorin dengan tangan kekarnya, lalu berkata. “Biar aku yang selesaikan, Sayang.”

Luluh sudah hati Sorin. Lemah bukan main disebut sayang oleh Malih sampai salah tingkah. Lain lagi dengan Onad yang berdiri di belakang Sorin dengan tongkatnya, merasa jijik benar dengan apa yang baru saja Malih katakan pada Sorin.

“Nad, bawa Sorin ke kantin aja. Dia bilang tadi mau es krim cokelat.”

“Oke, tapi jangan lepas emosi Bro,” Onad mengingatkan.

Sorin menurut untuk ikut dengan Onad. Sedangkan Malih masih di tempatnya. Dia menatap teman sekelasnya yang menilai jelek sosok Malvin. “Lo tadi bilang gue bobrok di dalam? Siapa lo berani menilai gue? Lo enggak punya hak.”

Cewek berkacamat dengan rambut dikepang itu tersenyum tipis. “Gue emang bukan siapa-siapa. Jauh malah kalau dibandingkan lo, tapi Malvin kebohongan lo enggak akan bertahan lama. Duit lo enggak akan bertahan selamanya.”

“Orang-orang kayak lo merasa paling tahu atas kehidupan orang lain, apakah sudah sangat tahu dengan kehidupan lo sendiri? Sudah paham jalan hidup yang lo tuju? Gue yakin enggak,” balas Malih kemudian berlalu.

Malih mungkin ingin bertanya banyak hal tentang mengapa teman sekelasnya itu menilai sosok Malvin sangat jelek. Dugaan-dugaan Malih tentang bagaimana Malvin yang mempunyai rahasia semakin kuat. Seseorang enggak akan mungkin menilai orang lain jika enggak ada api sebelumnya. Malih berpikir mencari cara untuk mengorek rahasia Malvin yang lainnya. Sedikit demi sedikit Malih mengorek informasi dari berbagai sudut untuk kemudian dia kumpulkan dan menarik kesimpulan.

 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!