"Dari mana, Ra?" tanya Lili saat melihat Aura sedang menenggak air minum. Temannya itu begitu sangat kehausan, seperti telah melakukan berlarian saja.
"Keluar sebentar tadi!" jawab Aura.
"Ke mana?" tanya Lili menelisik. Ia ingin tahu.
"Ke sanalah! Aku mau mandi dulu!" Aura pun berlalu pergi. Ia masuk ke kamarnya.
Beberapa waktu kemudian, Aura berbaring sambil menatap ponselnya. Katanya pria itu nanti malam akan meneleponnya. Ini sudah malam, tapi belum meneleponnya.
Apa pria itu hanya berbasa basi saja? padahal sebenarnya tidak mau menghubunginya lagi.
Aura menghentakkan kakinya di ranjang. Merasa kesal dengan perlakuan pria itu. Seharusnya jangan membuatnya baper dong, jika tidak ada kelanjutannya.
'Dasar pria jahat!' dumel Aura. Ingin menghubungi terlebih dahulu, gengsi dong. Ia harus menunggu sampai pria itu yang menghubunginya duluan.
"Aura! Ayo makan malam! Aku masak nasi goreng!" teriak Lili sambil mengetuk pintu kamarnya.
Aura pun bangkit dan tak lupa meraih ponsel, lalu berlari ke dapur.
"Bagaimana?" tanya Lili saat melihat Aura sedang melahap masakannya.
"Hmm... Enak!" jawab Aura sambil mengangguk. Masakan Lili lumayanlah.
"Gimana kerjanya tadi?" tanya Aura. Lili baru mulai bekerja di kantor yang baru hari ini.
"Ya, gitulah." Pekerjaannya seperti biasa. Tapi yang membuat tidak biasa, adanya Robi di sana.
Lili mengingat hari ini, Robi sering sekali melewati tempat kerjanya. Memang tidak menyapanya, hanya tersenyum tipis padanya.
Lili tidak tahu apa Robi memang selalu lewat dari sana atau karena mau melihatnya?
Robi sudah membuat pikiran Lili melayang ke mana-mana.
Aura melihat Lili dengan wajah aneh. Ia bertanya tentang pekerjaan hari ini, tapi temannya setelah menjawabnya tampak senyum-senyum. Seperti ada hal yang sudah terjadi.
"Lili!" Aura memukul lengan sang teman.
"Aura!" Lili kesal. Aura mengagetkannya. Ia lagi melamun memikirkan Robi, malah diganggu.
Setelah selesai makan, Aura melirik ponselnya. Tak ada bunyi dari benda itu. Hening dan tergeletak di meja makan.
"Ra!" panggil Lili. "Kok ngelamun?" tanyanya. Kini Aura yang malah melamun. Seperti ada yang dipikirkannya.
"Nggak! Aku tidak melamun!" geleng Aura cepat.
"Apa kau lagi nunggui telepon dari seseorang ya?" tebak Lili. Dari tadi mata Aura melihat ke ponselnya terus.
Aura melihat ke arah Lili dengan mimik wajah seolah mengatakan kok bisa tahu. Apa begitu kelihatan dia menantikan telepon itu.
"Aura! Ada apa? Ayo cerita!" Lili jadi penasaran. Ekspresi Aura mengiyakan.
"Itu... a-aku dapat kenalan dari aplikasi yang kau download waktu itu." Aura mulai bercerita. Tak ada salahnya cerita dengan Lili.
"Terus?" Lili tampak penasaran.
"Dia mengajakku bertemu-"
"Ok. Kapan? Aku akan menemanimu bertemu dengannya!" sela Lili dengan semangat. Ia dan Aura selalu bersama jika menemui pria kenalan mereka. Itu dilakukan, untuk berjaga-jaga saja.
Aura diam dan melihat Lili. "Kami sudah bertemu."
"Kapan? Kenapa tidak mengajakku? Bagaimana pria itu? Apa dia melakukan hal buruk padamu?" tanya Lili bertubi-tubi. Seharusnya Aura pergi bersamanya, bukan pergi sendirian. Wajah Lili jadi cemas.
Aura menggelengkan kepala. "Ia tidak berbuat buruk padaku."
Aura malu mengatakan pada Lili bahwa ia yang sudah kebaperan dengan perlakuan pria itu. Akan dirahasiakannya saja.
"Jadi?"
"Katanya dia mau meneleponku malam ini. Tapi sampai sekarang dia belum menelepon juga!" ucap Aura melirik jam dinding. Sudah pukul 9 malam.
Mendengar perkataan Aura, Lili jadi tertawa geli. Aura kini baru merasakan posisinya saat itu.
"Mungkin dia sedang sibuk, Ra. Sabar ya!" Lili menepuk bahu temannya.
"Apa dia tidak tertarik padaku ya, Li?" tanya Aura yang jadi uring-uringan tidak jelas.
Sikap pria itu tadi seperti sangat tertarik padanya. Perlakuannya membuat hatinya berdesir. Jadi Baper sendiri. Tapi ternyata pria itu, mungkin cuma iseng saja padanya.
"Apa kau menyukainya?" tanya Lili penasaran. Temannya ini termasuk wanita yang tidak mudah jatuh cinta. Akan membiarkan perasaan muncul seiring berjalannya waktu. Tapi ini... Agak berbeda.
"Tidak!" sanggah Aura. Mana mungkin dia menyukai pria itu saat pertama bertemu.
"Aura!" Lili tidak percaya. Ia sudah lama mengenal Aura. Sering juga menemaninya saat kopi darat.
Sikap Aura biasa dan terkesan cuek saat bertemu pria kenalannya dulu. Tapi yang ini, seperti menunggu. Lili jadi penasaran seperti apa pria itu.
"Aku tidak menyukainya Lili!" Aura tetap menyanggah. "Aku cuma tidak mengerti, untuk apa dia bilang akan meneleponku nanti malam. Kalau itu cuma basa basi!"
Lili terkekeh geli melihat temannya. Aura menyangkal tidak suka pria itu, tapi wajahnya begitu sangat kecewa dan patah hati. Jelas sekali Aura naksir pria itu.
"Ra, coba saja kau yang menelepon dia duluan!" saran Lili. Ia sedikit kasihan melihat temannya itu.
Lili dapat merasakan kegalauan Aura, seperti saat ia pernah menunggu telepon dari Robi. Ia ingin menghubungi Robi tapi ditahan Aura, dengan alasan harus pria itu yang menelepon duluan.
"Tidak bisa!" tolak Aura. Ia tidak mau melakukan hal itu. Bagaiamana pun harus bisa menahan diri, jangan sampai menghubungi pria itu duluan. Biarkan saja si Bara yang menghubunginya.
'Tapi, jika dia tidak menghubungiku bagaimana?'ronta Aura dalam hati. Ternyata beginilah yang dirasakan Lili saat itu. Galau tidak jelas.
"Atau kirim pesan saja, Ra. Bilangnya begini... jadi neleponnya? Soalnya aku sudah mau tidur." Saran Lili kembali. Mungkin bisa memancing seperti itu.
Aura menggeleng. Ia tidak setuju dengan saran Lili. "Biarkan saja, Li. Kalau dia tidak menghubungiku, ya sudahlah!"
Aura tidak mau berharap lagi. Ia membereskan piring dan membawa ke wastafel, lalu mencucinya.
Lili membersihkan meja makan, sambil melihat Aura yang mencuci piring dengan wajah cemberut
Ting...
Dengan tangan masih berbusa, Aura mengambil ponselnya. Hatinya berdebar-debar. Mungkinkah itu pesan dari pria itu.
Aura meletakkan kembali ponsel di meja. Dengan wajah kesal, ia melanjutkan cucian piringnya.
Lili mengulum senyum. Antara lucu dan kasihan. Pasti tadi bukan pesan dari pria itu, melainkan pesan dari operator. Aura sangat menantikan pesan dari pria yang baru ditemuinya itu.
"Ra, kau saja yang hubungi dia!" Lili tetap menyarankan.
"Tidak!"
"Kaliankan sering berkirim pesan selama ini. Tak apalah kau kirim pesan padanya."
"Tidak, Lili! Sudahlah biarkan saja itu!"
Setelah selesai mencuci piring, Aura mengelap tangannya. Lalu menenggak air minum. Cucian piringnya hanya sedikit, tapi rasanya ia sangat capek sekali.
Suara ponsel pun berdering, membuat mata Aura langsung tertuju pada ponselnya tersebut.
Wajah yang tadinya cemberut, kini tampak sudah tersenyum. Lili langsung mengerti pasti itu telepon yang ditunggu temannya itu. Yang membuat Aura galau tidak jelas.
"Sudah, cepat angkat!" ucap Lili dan Aura pun mengangguk.
"Ha-halo..."
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
sherly
jd geli liat kelakuan aura... malu tp mau
2024-06-27
0
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝑨𝒖𝒓𝒂 𝒈𝒆𝒏𝒈𝒔𝒊 𝑳𝒊𝒍𝒊 🤭🤭🤭
2024-03-19
1