"Mana, Bara?" Tanya Evan saat sampai di apartemen temannya itu.
"Itu di kamar." Jawab Robi menunjuk dengan mulutnya ke arah kamarnya. Ia sedang menonton tv sambil memakan keripik.
"Kau pantau dia. Jangan sampai bunuh diri pula si Bara!" Ucap Evan mengingatkan. Temannya yang satu itu sedang patah hati.
"Bara tidak mungkin seperti itu. Paling lagi nangis guling-guling." Ucap Robi santai saja. Walau patah hati, tapi temannya satu itu tidak mungkin berpikiran pendek.
Evan pun ikut duduk dan meraih toples keripik itu. Matanya melihat kartu undangan tergeletak di atas meja.
"Astaga wanita itu!!! Bisanya dia mengundang Bara!" Evan menggeleng tidak habis pikir dengan mantan temannya itu.
Kedua pria itu kaget tatkala Bara tiba-tiba bergabung dengan mereka. Bara bahkan menguap lebar dan merampas toples yang dipegang Evan, lalu memakan isinya.
"Kau tidak apa?" Tanya Evan sedikit prihatin. Wajah Bara sangat semraut sekali.
"Memangnya aku kenapa?" Tanya Bara dengan santai. Seperti tiada masalah apapun, walau ditinggal nikah. Mantannya akan menikah minggu depan.
"Kau datang saja ke pernikahannya bawa gebetan baru. Tunjukkan padanya kalau kau sudah ada penggantinya." Saran Robi. Bara tidak boleh kalah saing dengan mantan.
"Biarkan saja! Aku tidak akan datang ke pernikahan itu. Aku akan mengirimkan hadiah saja untuknya." Ucap Bara sambil mengunyah.
"Kau mau memberi hadiah apa?" Tanya Evan yang jadi penasaran.
"Ada!" Jawab Bara dengan wajah serius dan sorot mata tajamnya. Tak lupa meremat tangannya.
Kedua temannya saling melihat.
"Bar, yang benar saja! Kau akan menyakiti orang-orang yang tidak bersalah. Di sana bukan hanya ada si Mia dan suaminya itu saja." Evan berusaha menyadarkan sang teman. Bara tidak boleh membalas seperti itu. Itu terlalu kejam.
Suara tawa pun terdengar. Bara tertawa puas setelah mengerjai teman-temannya itu. Muka mereka begitu sangat tegang tadi, seolah percaya saja ia akan melakukan itu.
"Aku hanya becanda! Kenapa kalian begitu serius?" ledek Bara.
Bugh... bantal sofa pun akan melayang dan Bara menangkapnya. Hingga tidak mengenai wajah tampannya itu.
"Sialan kau, Bar!" Umpat mereka.
"Bi, tolong ambilkan aku minum!" Pinta Bara kemudian. Makan keripik seret juga tanpa minum.
"Kau ambil sana sendiri!" ucap Robi menolak. Bara bisa mengambil sendiri.
"Inikan tempat tinggalmu. Lagian aku kan di sini tamu! Kau harus baik pada tamumu!" tekan Bara mengatasnamakan tamu. Tamu kan harus diservice oleh tuan rumah.
"Mana ada tamu yang menginap sampai seminggu!" Dumel Robi kesal. Tamunya itu nggak tahu diri.
Bara malah tertawa mendengar dumelan temannya itu. Dan ia melihat Robi yang dengan terpaksa pergi ke dapur.
"Kenapa kau bawa ini?" Tanya Bara tidak habis pikir. Temannya membawa galon air dan meletakkan di atas meja.
"Biar tamuku nggak kehausan. Kau habiskan ini!" ucap Robi sambil tertawa. Beginilah servicenya kepada tamunya itu.
Bara jadi mendengus kesal. Dan Evan tertawa melihat tingkah kedua temannya itu. Sudah tua, tapi berdebat terus.
\=\=\=\=\=\=
"Apa yang kamu katakan Evan?" Tanya Mama tidak senang saat sang putra mengatakan tentang perceraian. Evan akan menceraikan Aura. Pernikahan mereka baru seumur jagung.
Mereka kini sedang berada di rumah orang tua Evan. Aura hanya menundukkan kepala. Hari ini akhirnya datang juga. Hari di mana Evan mengatakan tentang perceraian mereka.
"Kenapa kamu mau menceraikan Aura, Van?" Tanya Papa ingin tahu alasannya. Selama ini ia melihat keduanya yang baik-baik saja saat datang ke rumah.
Evan menghembuskan nafasnya terlebih dahulu. "Aku dan Aura sama sekali tidak ada kecocokan, Pa, Ma. Aku sudah coba untuk menerima Aura dan pernikahan ini. Tapi tetap tidak bisa. Pernikahan kami tidak bisa diteruskan. Jika terus tetap bersama, kami hanya akan saling menyakiti." Jelas Evan seakan sudah berusaha, tapi apalah daya. Ia memberikan alasan yang logis. Agar papa dan mamanya dapat menerima alasannya tersebut.
"Kalian itu-"
"Kami tidak bisa tetap bersama. Maafkan aku, Pa, Ma!" Sela Evan memutuskan langsung. Ia tidak mau mendengar nasehat yang penuh bujukan itu. Yang ujung-ujungnya mereka akan dipaksa untuk rujuk kembali. Sementara dari jauh hari saja, ia sudah mengucapkan kata cerai pada Aura.
Evan terus mengatakan keputusannya yang sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat lagi untuk menceraikan Aura. Dan Aura hanya diam dan pasrah saja, mengikuti apa keinginan pria itu.
Dari awal Evan sudah menolaknya dan tidak menginginkan pernikahan ini. Jadi untuk apa dia berusaha menahan dan mempertahankan pernikahan ini.
Papa dan Mama pusing dengan keputusan sang putra. Tapi mau bagaimana lagi, Evan sudah memutuskan seperti itu.
Setelah Evan pergi, Mama memeluk sang menantu. Hatinya sangat sedih dan tidak terima dengan perceraian itu.
"Maafkan Mama ya, Aura. Mama tidak bisa mempertahankan pernikahan kalian!" Ucap Mama penuh penyesalan. Putranya tidak bisa dinasehati dan malah menyakiti wanita muda itu.
"Aura tidak apa, Ma. Aura terima keputusan Mas Evan. Kami memang tidak bisa bersama. Perceraian ini adalah jalan terbaik." ucap Aura seakan pasrah dan menerima.
Mama menatap sendu wajah menantunya. Merasa kasihan, Aura anak yang sangat baik.
"Kamu tinggal di sini saja sama Mama ya." Mama menawarkan. Meski tidak menjadi menantunya lagi, tapi Aura masih dianggap putrinya.
"Ma, Aura nggak mau merepotkan Mama lagi. Aura akan cari kost-an dan akan mulai mencari pekerjaan." ucap Aura. Ia akan mandiri dan tidak mau tergantung pada orang lain.
Semenjak kematian kedua orang tuanya. Aura memang tidak memiliki gairah kehidupan lagi. Makanya saat orang tua Evan membawanya tinggal, ia menurut saja. Tapi sekarang, ia sudah mengikhlaskan semuanya. Harus terus menjalani hidup dengan baik, agar kedua orang tuanya tenang di sana. Itu yang Aura yakini sebagai penyemangat hidupnya.
"Tidak! Kamu tinggal di sini saja. Semua kebutuhan kamu, akan kami tanggung!"
Aura menggeleng. "Ma, terima kasih untuk semuanya. Mama dan Papa sangat baik sama Aura. Aura janji akan sering-sering datang kemari."
Meski sudah bercerai, hubungan Aura dengan kedua orang tua Evan akan tetap sama. Aura akan tetap menghormati dan menyayangi mereka.
"Aura..." Mama jadi makin sedih. Sudah Aura berpisah dari putranya dan kini wanita itu akan hidup mandiri. Padahal ia merasa tidak masalah jika Aura tetap tinggal bersama mereka.
Tapi mau bagaimana lagi, Aura punya kehidupannya sendiri. Setelah berpisah, wanita muda itu harus meneruskan hidupnya. Jika bersamanya, mungkin Aura jadi tidak bisa move on dari putranya. Dan itu akan menyakiti diri Aura.
Meski tidak rela, Mama tidak bisa menahannya. Dan menyerahkan keputusan kepada Aura.
Mama kembali memeluk Aura dengan erat.
"Mama sayang sama kamu."
"Aura juga sayang sama Mama..."
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
umatin khuin
sok baik kamu evan...melarang bara segala...padahal kamu g sadar udah jahatin aura...kesel bgt aq...
2024-09-07
2
anawa
pasti nntinya aura sama bara, terus si evannya nyesal telah menceraikan aura🤭
2024-09-01
1
Bintang 1016
trs nasib si Aura sama siapa kak🤔
2024-03-28
2